Konferensi Pers Komnas HAM
Jakarta – Memperingati Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2017, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyoroti pelanggaran HAM yang masih banyak di temukan di jenjang sekolah. Bentuk pelanggaran tersebut antara lain, tindakan diskriminatif, kekerasan fisik, perusakan lingkungan, intoleransi, hingga penyemaian bibit-bibit radikalisme.
Dari data yang dikumpulkan antara 2014-2015, tercatat 175 dugaan pelanggaran HAM yang terjadi di sekolah, dalam bentuk yang bermacam-macam. Jumlah tersebut belum termasuk data-data pelanggaran HAM anak yang dilaporkan ke Komisi Perlindungan Anak dan Ibu (KPAI).
“Persoalan pelanggaran HAM telah menimbulkan gejolak sosial dan hukum di masyarakat secara serius. memicu kekhawatiran orang tua, serta hilangnya suasana kondusif di sekolah,” kata Komisioner Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM Muhammad Nurkhoiron, Jakarta, Selasa (2/5).
Dengan demikian, Nurkhoiron mengatakan Komnas HAM menawarkan konsep Sekolah Ramah HAM (SRHAM) demi memutus mata rantai pelanggaran HAM di sekolah, yakni dengan menanamkan dan mengintegrasikan nilai-nilai HAM dalam organisasi, pembelajaran serta pengelolaan sekolah.
Sementara itu, aktivis Peace Generation Irfan Amalee menilai langkah yang dilakukan Komnas HAM sudah tepat. Apalagi, di lapangan pihaknya seringkali menemui praktik penanaman nilai-nilai radikalisme kepada anak-anak.
“Selain bully, penyebaran radikalisme juga merupakan risiko yang saat ini sedang dihadapi institusi pendidikan kita,” ujar Irfan.
Hal senada juga disampaikan Ketua Yayasan Cahaya Guru Henny Supolo yang memandang Pilkada DKI Jakarta tahun ini juga berperan atas makin maraknya aksi bullying dan intoleransi di sekolah.
“Pilihan di Pilkada DKI menjadi pintu kekerasan di sekolah. Bahkan beberapa orang tua mengatakan fenomena semacam ini seperti dekat dengan tragedi 98 (red, Reformasi),” tandas Henny.
KEYWORD :Komnas HAM Hari Pendidikan