Rabu, 26/06/2024 23:53 WIB

Bersama PRISMA, Kementan Dongkrak Populasi Babi Lewat Inseminasi Buatan

Bersama PRISMA, Kementan Dongkrak Populasi Babi Lewat Inseminasi Buatan

PRISMA bekerjasama dengan Kementerian Pertanian melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian menggelar lokakarya bertajuk, Penetapan Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK) Bidang Inseminasi Buatan (IB) Ternak Babi, Jakarta, pada Kamis (30/5/24) (Foto Kementan)

Jakarta, Jurnas.com - Promoting Rural Incomesthrough Support for Markets in Agriculture (PRISMA) bekerjasama dengan Kementerian Pertanian melalui Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian menggelar lokakarya bertajuk, Penetapan Standar Kompetensi Kerja Khusus (SKKK) Bidang Inseminasi Buatan (IB) Ternak Babi, Jakarta, pada Kamis (30/5/24).

Tujuan dari acara ini untuk memberikan jaminan bahwa SKKK bidang IB ternak babi yang telah disusun memiliki pengakuan dan keberterimaan melalui mekanisme yang objektif, transparan, dan kredibel dalam membuat kesepakatan.

Kesepakatan dimaksud sekaligus merupakan proses validasi dengan melibatkan pemangku kepentingan terkait yang dilakukan melalui proses worksop penetapan SKKK.

Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi menyatakan, keberhasilan IB pada ternak babi dipengaruhi oleh keterampilan dan pengetahuan tenaga inseminator.

"Mereka adalah petugas yang telah mengikuti pelatihan IB khusus ternak babi dan memenuhi kualifikasi serta memiliki Surat Izin Paramedik Veteriner Pelayanan (SIPP) Inseminator," kata Dedi.

BPPSDMP melalui Pusat Pelatihan Pertanian bekerja sama dengan PRISMA telah menyusun Standar SKKK Bidang IB Ternak Babi. Nantinya, SKKK yang telah diregistrasi akan digunakan untuk pengembangan program pendidikan vokasi/keterampilan, pelatihan kerja dan/atau untuk pengembangan skema sertifikasi kompetensi kerja.

Sekretaris BPPSDMP, Siti Munifah hadir membuka acara ini menekankan pentingnya inseminator yang kompeten dan bersertifikasi agar populasi babi pascakasus African Swine Fever (ASF) terdongkrak kembali.

"Ini hal yang memang perlu kita siapkan terkait dengan beberapa aspek untuk pengembangan ternak, khususnya ternak babi yang baru-baru ini kita mendapatkan bencana terkait dengan wabah ASF," kata Siti.

Pada kesempatan ini, Siti menyarankan agar sebelum membahas terkait standar kompetensi untuk inseminasi, penting juga menyinggung teknik budidaya.

"Sehingga, teman-teman yang akan melakukan inseminasi dia tahu betul induk yang akan diinseminasi itu siap menjadi indukan sampai melahirkan dan membesarkan anaknya," kata dia.

Selanjutnya, tambah Siti, perlu disinggung terkait prototipe indukan yang bisa merawat anaknya tersebut.

"Kemudian pakannya yang diberikan indukan harus masuk dalam kompetensi khusus untuk inseminator. Jangan sampai inseminator hanya taunya memasukkan semen saja, tanpa pemikiran setelah semen itu sudah di-IB-kan kemudian bunting dan pada saat lahir malnutrisi," ujar dia.

Terakhir, perlu juga standar internasional, seperti negara Vietnam untuk dijadikan sebagai acuan. "Sehingga pada saat kita akan melakukan ekspor itu berarti standar kita sudah standar yang minimal mendekati standar internasional," ujar Siti.

Karena beberapa daerah Indonesia, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Papua, dan Sumatera Utara (Sumut), yang punya khasan ini sangat potensial untuk pengembangan babi.

"Memang potensi dikembangkan karena sekali beranak bisa delapan sampai 12 ekor. Bahkan kalau peternaknya mampu merawat anaknya itu nggak ada mati sampai besar," kata Siti.

Selain itu, wilayah NTT pangsa pasarnya selain lokal untuk kebutuhan upacara adat tertentu, juga terbuka untuk diekspor ke wilayah di utara Indonesia bagian timur.

"Kami berharap setelah SKKK ini rampung segera dilakukan pelatihan dan sertifikasi, sehingga kita punya banyak inseminator. Karena, potensi untuk bisa ekspor ke Papua Nugini, Filipina Taiwan," ujar dia.

Sementara itu, Kepala Pusat Pelatihan Pertanian, Muhammad Amin mengatakan, acuan baku menjadi sangat penting untuk menjamin SDM memiliki kualifikasi kompetensi kerja yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan.

"Dalam progam peningkatan produksi ternak kecil ini memang perlu standar dalam peningkatan kompetensi SDM pertanian terutama dalam menghasilkan tenaga inseminator ternak babi," kata Amin.

Sejalan dengan itu, agar tenaga kerja Indonesia di sektor peternakan dapat bersaing dengan tenaga kerja asing, perlu membangun suatu sistem standardisasi, sertifikasi, pendidikan dan pelatihan yang berbasis kompetensi.

"Dalam Sistem Pelatihan Kerja Nasional, SKKNI atau SKKK merupakan salah satu pilar penting untuk menciptakan link and match antara dunia pendidikan dengan industri," ujar Amin.

KEYWORD :

Kementerian Pertanian PRISMA Inseminasi Buatan Ternak Babi BPPSDMP Dedi Nursyamsi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :