Ilustrasi stempel halal (foto: Antara)
Jakarta – Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) resmi didaulat sebagai lembaga pemerintah yang berwenang mengeluarkan sertifikat halal, berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014. Oleh karena itu, proses pengajuan dan pengesahan produk halal selanjutnya bukan lagi di tangan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Meski demikian, dalam melakukan pengajuan sertifikat halal, peran MUI juga tidak serta-merta dilepaskan. Ditegaskan oleh Sekretaris BPJPH Ali Irfan, MUI tetap dibutuhkan sebagai pemegang fatwa halal atau tidak halal.
“Fatwa itu kewenangan mutlak MUI. Mutlak. Sedangkan sertifikasi itu mutlak BPJPH, tapi harus dengan menggunakan fatwa MUI. Keduanya saling sinergi,” kata Irfan saat dihubungi Jurnas.com, Kamis (4/5) sore, Jakarta.
Terkait alur pengajuan sertifikat halal, Irfan menuturkan perusahaan pemohon terlebih dahulu mengajukan permohonan ke BPJPH. Lalu, dari BPJPH dokumen permohonan akan dilimpahkan kepada Lembaga Pemeriksaan Halal (LPH) untuk memeriksa dan menguji kandungan dalam produk tersebut.
“LPH itu terdiri dari LPPOM, perguruan tinggi, dan organisasi kemasyarakatan yang memiliki standar nasional. LPH pun harus sudah mendapatkan sertifikasi dari BPJPH yang bekerja sama dengan Badan Standar Nasional,” jelas Irfan.
Setelah melewati pemeriksaan dari LPH, hasilnya akan kembali diserahkan kepada BPJPH. Selanjutnya, BPJPH akan melempar hasil uji tersebut kepada MUI sebagai badan pemegang fatwa. “Hasil lab dikirim ke MUI untuk mengambil keputusan halal atau tidak halal. Dalam menentukan halal pun, MUI nanti berkoordinasi dengan LPH,” ujarnya.
Usai mendapatkan fatwa halal dari MUI, BPJPH akan mengeluarkan sertifikat halal, sebagaimana yang selama ini dilakukan oleh MUI.
BPJPH Ali Irfan Kementerian Agama Halal