Jum'at, 22/11/2024 19:10 WIB

Legislator Beberkan Alasan Perlunya Dibentuk Pansus Haji

Ironisnya, sebagai penyumbang jumlah jemaah haji terbesar di dunia yang pastinya menguntungkan secara ekonomi bagi Arab Saudi, Pemerintah Indonesia dinilai gagal memanfaatkan aspek tersebut sebagai nilai tawar ini untuk melakukan diplomasi agar Pemerintah Arab Saudi bisa memberikan layanan yang lebih baik bagi jemaah kita dibanding negara lain.

Anggota Timwas DPR RI Wisnu Wijaya saat melakukan pengawasan haji 2024 di Arafah, Arab Saudi. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Tim Pengawas Penyelenggaraan Haji DPR RI menilai penyelenggaraan haji tahun 2024 menyisakan banyak persoalan. Karena itu, anggota Timwas DPR RI Wisnu Wijaya mengusulkan agar dibentuk panitia khusus (pansus) mengevaluasi dan memperbaiki penyelenggaraan haji.

Wisnu menjelaskan setidaknya ada tiga alasan mengapa perlu dibentuk Pansus Haji. Alasan pertama, banyaknya persoalan yang menyelimuti penyelenggaraan haji 2024. Pelayanan haji yang buruk meliputi pemondokan, katering, tenda, akses air dan toilet, kesehatan, dan transportasi yang berulang setiap tahun yang tidak hanya mendera jemaah haji reguler, tetapi juga jemaah haji khusus. 

“Ironisnya, sebagai penyumbang jumlah jemaah haji terbesar di dunia yang pastinya menguntungkan secara ekonomi bagi Arab Saudi, Pemerintah Indonesia dinilai gagal memanfaatkan aspek tersebut sebagai nilai tawar ini untuk melakukan diplomasi agar Pemerintah Arab Saudi bisa memberikan layanan yang lebih baik bagi jemaah kita dibanding negara lain. Sebagai contoh, Korea dan Jepang sebagai negara minoritas muslim yang tidak banyak menyumbang jemaah haji justru mendapat fasilitas yang jauh lebih baik dalam hal pemondokan misalnya,” papar Wisnu dalam keterangan resminya, Kamis (20/6).

Anggota Komisi VIII DPR RI itu menganggap pemerintah tidak siap dengan kuota haji tambahan dari Pemerintah Arab Saudi. Hal ini terbukti dengan ketidakmampuan mereka menyediakan fasilitas pelayanan yang sepadan dengan banyaknya jumlah jemaah.

“Temuan di lapangan, misalnya banyak jemaah yang terlantar akibat kapasitas tenda-tenda Arafah dan Mina tidak memadai untuk menampung jemaah. Ketersediaan antara fasilitas dan jumlah jemaah yang tidak berimbang juga berdampak pada buruknya layanan transportasi, akses air dan toilet,” ungkapnya.

Yang paling krusial, menurut Wisnu, masalah jemaah haji ilegal yang tidak menggunakan visa haji resmi. Sebagian menggunakan visa umrah yang overstay, sebagian memakai visa kunjungan. 

“Dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Dirjen Haji dan Umrah Kemenag pada 20 Mei 2024, DPR telah mengingatkan agar Kemenag bekerjasama dengan Kemenkum-HAM dan Kemenlu membuat larangan bagi calon jemaah nonvisa haji agar tidak berangkat umrah atau ziarah ke Tanah Suci selama musim haji. Namun Kemenag tidak mengindahkan masukan DPR sehingga akhirnya terbukti banyak jemaah haji ilegal yang ditangkap di Saudi. Ini kan artinya pemerintah gagal melindungi warga negara sendiri,” ujar Wisnu.

Alasan kedua dibentuk Pansus Haji, lanjut Wisnu, karena persoalan penyelenggaraan haji ini kompleks dan melibatkan beberapa kementerian lintas mitra komisi di DPR, seperti Kementerian Agama yang menjadi mitra Komisi VIII, Kementerian Kesehatan mitra Komisi IX serta Kementerian Hukum dan HAM mitra Komisi III. 

“Kalau lingkupnya hanya Kementeriaan Agama saja maka cukup dibentuk Panitia Kerja atau Panja oleh Komisi VIII. Tapi karena melibatkan banyak isu lintas kementerian, maka tidak ada pilihan lain kecuali membentuk Panitia Khusus atau Pansus,” jelasnya.

Sementara alasan ketiga perlunya Pansus, kata Wisnu, karena menguatnya dugaan penyalahgunaan tambahan kuota haji oleh Kementerian Agama yang terindikasi melanggar Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah. Dia mengungkapkan rapat Panja terkait penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2024 M bersama Menteri Agama pada 27 November 2023 menyepakati kuota haji Indonesia 1445 H/2024 M sebanyak 241.000 jemaah dengan rincian jemaah haji regular sebanyak 221.720 orang dan jemaah haji plus sejumlah 19.280 orang. 

“Namun demikian dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VIII DPR bersama Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada 20 Mei 2024 terungkap Kementerian Agama menetapkan secara sepihak kuota haji reguler menjadi 213.320 dan kuota haji khusus menjadi 27.680. Dengan kata lain, mengurangi jatah kuota haji reguler sebanyak 8.400 orang karena dialihkan untuk jemaah haji khusus,” bebernya.

Wisnu menilai tindakan sepihak Kemenag tersebut terindikasi melanggar Undang-undang No 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada Pasal 64 Ayat (2) disebutkan bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia. Artinya, jika total kuota haji kita sebanyak 241.000 orang maka kuota haji khusus seharusnya hanya 19.280 orang.

“Tiga alasan inilah yang menjadikan DPR RI perlu membentuk Pansus untuk mengevaluasi dan memperbaiki penyelenggaraan haji di Indonesia agar lebih baik di waktu yang akan datang. Khususnya, menyangkut keprihatinan kita bersama terkait masa tunggu haji yang sangat lama, yaitu mencapai 40 tahun,” pungkasnya.

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi VIII Wisnu Wijaya Kemenag Timwas Haji Pansus




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :