Menteri Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa. (Foto istimewa)
Jakarta, Jurnas.com - Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) menyoroti soal kerugian Indonesia dari sampah makanan.
Pengendalian susut dan sisa pangan jadi salah satu strategi intervensi prioritas yang dapat menekan jumlah timbulan sampah sebesar 18-52 persen dibandingkan business as usual pada 2030, mencegah risiko kehilangan ekonomi sekitar Rp231 triliun-Rp551 triliun per tahun.
Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045, Indonesia berkomitmen atasi perubahan iklim dengan jaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan agar generasi mendatang memperoleh manfaat berkat upaya tersebut.
"Penurunan intensitas emisi gas rumah kaca (GRK) menuju emisi net zero (net zero emission) dilakukan melalui ekonomi hijau yang berlandaskan pembangunan rendah karbon dan berketahanan iklim," kata Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam Green Economy Expo 2024 di Jakarta, Rabu (3/7/2024).
Sebagai salah satu strategi untuk mewujudkan ekonomi hijau, ekonomi sirkular akan mendorong penerapan 9R (Refuse, Rethink, Reduce, Reuse, Repair, Refurbish, Remanufacture, Repurpose, dan Recycle) yang mencakup intervensi di seluruh rantai nilai (value chain).
Penerapan ekonomi sirkular yang diterapkan pada lima prioritas, yaitu pangan, elektronik, kemasan plastik, konstruksi, dan tekstil, akan memberikan manfaat.
Beberapa manfaat tersebut adalah peningkatan produk domestik bruto (PDB) hingga Rp638 triliun pada 2030, penciptaan 4,4 juta lapangan kerja hijau dengan 75 persen merupakan tenaga kerja perempuan hingga 2030, hingga kontribusi pada penurunan emisi GRK sebesar 126 juta ton karbondioksida.
Makanan Sisa Bappenas Ekonomi Hijau