Sabtu, 21/09/2024 10:21 WIB

Anggota DPR: Usul Skema Pembayaran Kuliah Lewat Pinjol Tidak Etis

Kami menilai usulan tersebut tidak etis dan tidak memberikan jalan keluar dalam menyelesaikan sengkarut pembiayaan pendidikan di perguruan tinggi.

Anggota DPR RI Wisnu Wijaya. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Anggota DPR RI Wisnu Wijaya menyampaikan kritik terhadap Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy terkait dengan usulan pembiayaan uang kuliah tunggal (UKT) menggunakan pinjaman online (pinjol).

Wisnu menyebut usulan tersebut tidak menyelesaikan masalah terkait pembiayaan pendidikan. Sebaliknya, dia menilai skema tersebut berisiko menjadi bom waktu bagi mahasiswa yang terjerat utang dan bunga yang wajib dibayarkan.

“Kami menilai usulan tersebut tidak etis dan tidak memberikan jalan keluar dalam menyelesaikan sengkarut pembiayaan pendidikan di perguruan tinggi. Sebab dalam pandangan kami, akar masalahnya terletak pada kesenjangan pembiayaan dan komitmen pemerintah dan PTN untuk mematuhi regulasi yang sudah dibentuk, sehingga kedua hal itu yang semestinya dibenahi,” katanya dalam keterangan resmi, Selasa (9/7).

Politikus PKS ini menguraikan, terkait dengan masalah kesenjangan pembiayaan pendidikan, dia merujuk pada kajian KPK yang mengungkap ketimpangan anggaran antara perguruan tinggi negeri dan sekolah kedinasan kementerian/lembaga.

“Dari 20 persen APBN yang dialokasikan untuk pendidikan, ternyata Perguruan Tinggi Negeri (PTN) hanya menerima Rp 7 triliun, sementara Rp 32 triliun untuk perguruan tinggi yang diselenggarakan kementerian/lembaga (PTKL) atau lebih besar 4,5 kali lipat dibandingkan PTN,” jelasnya.

Tambahnya, dari kajian tersebut juga terungkap pemerintah hanya memberikan bantuan biaya pendidikan tinggi untuk setiap mahasiswa di PTN sebesar Rp 3 juta per semester. Jauh berbeda dengan bantuan pendidikan yang diperoleh mahasiswa di PTKL yang bisa mencapai Rp 16-20 juta per semester.

“Ketimpangan ini berimbas pada mahalnya uang kuliah tunggal (UKT) di PTN,” jelas Wisnu.

Sementara, dari sisi regulasi, ia menilai skema pembayaran UKT lewat pinjol berbunga berpotensi melanggar undang-undang. Dia menyebut Undang-Undang No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi mengamanatkan pemerintah untuk memenuhi hak mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi dengan sejumlah cara.

“Pasal 76 Ayat (2), pemerintah dan/atau perguruan tinggi memberikan pemenuhan hak mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi dengan cara memberikan beasiswa bagi mahasiswa berprestasi, bantuan atau membebaskan biaya pendidikan, dan/atau pinjaman dana tanpa bunga yang wajib dilunasi setelah lulus dan/atau memperoleh pekerjaan,” jelasnya.

Legislator Dapil Jawa Tengah I ini mengatakan, pihaknya khawatir skema pembayaran UKT dengan pinjol dapat menjerumuskan mahasiswa pada masalah yang lebih buruk tatkala mengalami kemacetan dalam pelunasannya.

Sejumlah masalah sosial seperti tindak kriminalitas hingga bunuh diri sangat mungkin menjadi bahaya yang menghantui sebagai ekses dari dampak negatif pinjol.

“Pada Mei 2023 Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat total utang masyarakat lewat pinjaman online se-Indonesia pada Mei 2023 mencapai Rp54,16 triliun, dimana sebagian pinjaman itu mengalami kemacetan hingga Rp 1,72 triliun. Para nasabah yang mulai tercekik ini banyak yang mengambil jalan dengan cara berutang pada pinjol lain untuk menutup tagihan pokok hingga bunga mereka. Demikian lingkaran setan ini terbentuk yang kemudian menimbulkan rasa frustasi bagi sebagian nasabah sehingga mendorong mereka pada tindak kriminalitas hingga keinginan untuk bunuh diri,” pungkasnya.

 

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi VII pinjol pinjaman online perguruan tinggi pendidikan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :