Peneliti Pusat Riset Masyarakat dan Budaya BRIN, Handrini Ardiyanto saat menjadi narasumber Talkshow bertajuk Comfesyen: Communication Through Fesyen di Kemala Ballroom, Universitas Esa Unggul, Kamis (11/7).
Jakarta, Jurnas.com - Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul Handrini Ardiyanti mengatakan industri fesyen Indonesia tak hanya kaya akan kreativitas, tetapi juga mengandung nilai-nilai budaya yang mendalam. Ia menilai diplomasi budaya melalui industri fesyen mampu meningkatkan citra dan mengangkat identitas Indonesia di kancah global.
Menurut Handrini, seiring meningkatnya citra Indonesia, kebanggaan mengenakan busana yang mengangkat kekayaan budaya Indonesia dapat menjadikan Indonesia tak lagi menjadi pangsa pasar yang diekspansi dari luar seperti Harajuku dari Jepang dan fesyen Korea.
"Kekayaan budaya hasil karya desainer Hesandra Indonesia yang mengusung budaya Kalimantan ini dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan pengembangan ekonomi kreatif Indonesia, " kata Handrini saat menjadi narasumber Talkshow bertajuk `Comfesyen : Communication Through Fesyen` di Kemala Ballroom, Universitas Esa Unggul, Kamis (11/7/2024). Talkshow Comfesyen menghadirkan desainer Hesandra Indonesia dan Fanti Wahyu Nurvita.
Handrini berharap kegiatan `Comfesyen` ini dapat memberikan dampak positif bagi industri fesyen Indonesia, baik dari segi peningkatan kreativitas maupun dalam memperkenalkan identitas budaya Indonesia kepada dunia internasional.
"Kami juga berharap acara ini, sebagai wujud nyata semangat kolaborasi Universitas dengan dunia industri khususnya dalam mendukung potensi lokal dan memberikan inspirasi bagi generasi muda. Terutama, untuk membangkitkan industri fesyen yang mengusung kekayaan budaya Indonesia," ujar Handrini yang juga Peneliti Pusat Riset Masyarakat dan Budaya Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tersebut.
Dalam kesempatan sama, desainer Fanti yang belasan tahun menekuni industri fesyen hingga memenangkan penghargaan Internasional mengungkapkan sejumlah persoalan yang dihadapi industri fesyen dalam upaya mengangkat kekayaan budaya Indonesia. "Mahalnya bahan baku menjadi salah satu hambatan. Contohnya tenun doyo yang terbuat dari serat daun doyo," ujarnya.
Fanti menjelaskan daun doyo berasal dari tanaman sejenis pandan berserat kuat dan tumbuh secara liar di pedalaman Kalimantan. Salah satunya di wilayah Tanjung Isuy, Jempang, Kutai Barat, Kalimantan Timur. "Kami berharap arap pemerintah memperhatikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi UMKM fesyen yang berupaya mengangkat wastra dan motif tradisional Indonesia.
Sementara Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Esa Unggul, Erna Febriani, berharap, melalui Talkshow yang mengundang generasi muda baik dari kalangan mahasiswa/siswa SMA menunjukkan dukungan nyata Univesitas Esa Unggul untuk meningkatkan kecintaan akan budaya khas Indonesia di kalangan generasi muda sekaligus memupuk jiwa enterprenuer.
"Kami harap ke depan gen-Z tidak hanya mencari lapangan pekerjaan tetapi menciptakan lapangan pekerjaan antara lain melalui industri fesyen, " ujarnya.
Talkshow yang dipandu dosen Fikom Esa Unggul Fajarina ditutup dengan peragaan busana koleksi Hesandra bertema `The Lovable Mad Lady`, menampilkan wastra tenun doyo natural yang dihiasi bordir motif Dayak Benuaq.
Koleksi-koleksi indah yang menghadirkan kemewahan budaya Kalimantan Timur berpadu gaya modern ini diperagakan langsung oleh mahasiswi-mahasiswi Fikom Esa Unggul yang juga berprofesi sebagai model seperti Devi Gunawan (@devigee), Novia Zayeda Mattersyd (@zyedamattersyd), Indy Mauritha (@indymauritha), Puyu Zulvanny (@puyuzulvanny), dan Maura (@maura).
KEYWORD :Perhatikan UMKM Fesyen Budaya Indonesia Badan Riset dan Inovasi Nasional