Selasa, 17/09/2024 03:04 WIB

Legislator Soroti Mahalnya Biaya Politik di Pemilu 2024

Bukan hanya caleg berhasil saja, bahkan bagi kawan-kawan yang tidak berhasil dan kader berprestasi itu justru yang nggak akhirnya tidak mendapatkan dukungan suara karena faktor uang.

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo. (Foto: Dok. Ist)

 

Jakarta, Jurnas.com - Anggota DPR RI Fraksi Golkar Firman Soebagyo menyoroti soal tingginya cost politik di Indonesia. Utamanya yang terjadi pada Pemilu 2024 ini.

"Saya sebetulnya tidak-tidak tertarik kalau ditanya-tanya mengenai ini. Karena ini mengingatkan kembali kepada saya dan kemudian bisa memunculkan rasa kekecewaan dan sakit hat, tetapi apa boleh buat harus kita jawab supaya publik tahu yg sesungguhnya apa yang terjadi dalam Pemilu 2024 ini,” katanya kepada wartawan, Senin (29/7).

Menurut dia, politik uang alias money politic semakin liar dan masif terjadi, salah satunya pada Pileg 2024.

“Bukan hanya caleg berhasil saja, bahkan bagi kawan-kawan yang tidak berhasil dan kader berprestasi itu justru yang nggak akhirnya tidak mendapatkan dukungan suara karena faktor uang" kata Firman.

Firman yang kembali terpilih untuk ke-5 kali ini menuturkan, banyak orang-orang yang beprestasi senior-senior ikut kandas dalam Pileg lalu.  “Mungkin karena mereka juga orang-orang yang tidak siap modal untuk menghadapi pertarungan politik yang mengalami perubahan dalam kultur masarakat dan dinamikanya.”

Ia pun mejelaskan, ada dua hal sebetulnya dengan sistem pemilu suara terbanyak. Pertama, para caleg sesama partai saling berkompetisi untuk mendapatkan suara terbanyak. Ketika antar caleg ini berkompetisi, mereka mengoptimalkan kapasitas dan kemampuan finasial yang dimiliki.

"Masyarakat  justru lebih mengedepankan uang sesat dan bukan mencari pemimpin yang betul-betul berkualitas dan bisa memperjuangkan aspirasi tetapi yang ada adalah saya dapat apa? Seharusnya pemilu yang diinginkan itukan mencari pemimpin dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat tanpa mengedepankan terhadap aspek finasial," ujar anggota Komisi IV DPR ini.

"Tapi yang terjadi sekarang kebalik adalah aspek finasialnya pragmatisme masyarakat yang lebih menonjol dan ini yang merubah sistem politik transaksi pak. Kedua  saya memberikan aspirasi dalam bentuk traktor kemudian bentuk combien harvester ada yg berupa  sapi dan yang nilainya itu semua hampir ratusan juta semua dan saya tidak pernah memungut uang sepeserpun tetapi ketika hari H Pemilu wilayah-wilayah itu juga kalah kita dengan amplop Rp 20.000 dan Rp 30.000," sambung Firman.

Lebih lanjut Firman mengatakan, money politik ini harus dihindari. Kalau ini terus menerus terjadi, maka orang cerdas dan idealis akan kalah dengan para pemodal yang di sponsori kaum kapitalis. “Kaum kapitalis akan memanfaatkan kakuatan DPR karena memiliki 3 kewenangan yaitu menentukan atau hak dan tugas fungsi pokok  yaitu kewenangan legilasi, budgeting dan pengawasan.”

"Ketika para kaum kapitalis masuk ke dalam maka legislasi yang kita buat bisa diinterfensi oleh mereka yang memberikan modal budget juga begitu bisa juga kita pada tujuan anggaran itu juga bisa dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu dan ini tidak boleh," tegas anggota Baleg DPR ini.

Firman pun berharap, ada perbaikan ke depan. KPU juga segera melakukan evaluasi terhadap pemilu yang brutal ini agar tidak terulang kembali. Harapan kami KPU dan KPUD juga bisa melihat bawah ini adalah sebuah PR berat bagi mereka bagaimana untuk memberikan edukasi kepada masyarakat.

“Seharusnya tidak boleh dan bukan tujuannya. Pemilu demokratis adalah dari rakyat oleh Rakyat dan untuk rakyat untuk mencari pemimpin yg bisa memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakili," pungkas Waketum Partai Golkar ini.

 

 

 

 

KEYWORD :

Warta DPR Firman Soebagyo Golkar Pemilu 2024 money politic politik uang KPU




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :