Koordinator MAKI, Boyamin Saiman. (Foto: Dok. Medcom.id)
Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya tidak perlu menunggu laporan dari Pansus Angket Haji DPR RI untuk melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi dalam pengalihan kuota haji reguler ke haji khusus tahun 2024 oleh pemerintah.
Hal tersebut sebagaimana diutarakan Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman dalam perbincangan, Selasa (30/7).
"KPK memang tidak perlu menunggu laporan, kalau ada indikasi, mereka bisa masuk klarifikasi, lebih tinggi lagi penyelidikan," kata Boyamin.
Dia menegaskan, penyelidikan dapat sesegera mungkin dilakukan KPK, mengingat data dan informasi yang menyebutkan Kementerian Agama (Kemenag) telah mengalihkan secara sepihak kuota haji reguler ke haji khusus sebanyak 50 persen.
Sementara, berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, kuota haji khusus ditetapkan hanya sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.
"Itu lebih bagus lagi untuk menemukan peristiwanya, ada dugaan korupsi enggak di situ, misalnya suap, atau gratifikasi, atau bentuk-bentuk yang lain. Karena ini pengalihan kuota diberikan kepada ONH plus ini ada dugaan gratifikasi dan suap enggak," tegas Boyamin.
"Rasanya kalau itu tidak ada kepentingan terkait itu, dugaan itu tadi rasanya jatah itu mestinya untuk memberangkatkan reguler. Karena reguler itu harus menunggu sampai 20 tahun, 30 tahun. Dan itu haknya mereka undang-undang juga mengatakan batasannya maksimal berapa dengan kemarin dibagi dua itu jelas melanggar undang-undang," imbuhnya.
Boyamin menekankan, pelanggaran UU ini telah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu, MAKI mendesak KPK untuk melakukan penyelidikan tanpa harus menunggu laporan dari Pansus Haji.
"Dan itu saya kira ini menjawab keresahan umat yang menunggu 20 tahun, 30 tahun itu, maka KPK harus mampu menjawab tantangan ini dengan cara melakukan penyelidikan," tutupnya.
KEYWORD :
KPK korupsi kuota haji Kemenag MAKI Boyamin Saiman