Selasa, 17/09/2024 02:18 WIB

Sebut Filep Pengacau, Ucapan Maaf LaNyalla Tak Menghapus Unsur Pidana

Kalau semua pidana berakhir maaf, keadilan justru akan semakin terkoyak.

Senator Papua Barat Filep Wamafma di ruang sidang Paripurna DPD RI. Foto: dok. jurnas

JAKARTA, Jurnas.com - Rapat paripurna DPD RI waktu lalu, sempat ricuh dan diwarnai beragam dinamika serta perdebatan argumentasi, hingga diantaranya muncul perkataan ‘pengacau’ dari Ketua DPD RI LaNyalla Mattalitti yang ditujukan kepada Senator Papua Barat, Filep Wamafma.

Saat ditanya wartawan soal ini, Filep menyinggung soal permintaan maaf LaNyalla.

“Memang saat itu sudah minta maaf. Sebagai manusia beradab, ya saya maafkan. Tetapi apakah maaf menghapus perbuatan materil yang menyebut saya ‘pengacau’, apalagi dalam forum parlemen yang terhormat? Tentu tidak begitu logika hukumnya,” kata Filep kepada wartawan, Sabtu (3/8/2024).

Filep mengatakan, kata ‘pengacau’ itu memang jenisnya penghinaan ringan, sebagaimana Pasal 315 KUHP. “Ini delik aduan, dimana tuntutan bisa dilakukan jika saya menyampaikan aduan ini kepada Polisi. Jadi, saya bisa saja mengadukan saudara La Nyalla,” kata Filep.

Lebih lanjut, ketika ditanya apakah permintaan maaf menghapus pidana yang dimaksud, Senator yang akrab disapa Pace Jas Merah ini menegaskan, prinsip dalam hukum pidana menyatakan bahwa kata “maaf” tidak menghapus pidana.

“Yang menjadi alasan penghapus pidana itu ada dua, yaitu alasan pembenar dan alasan pemaaf. Alasan pembenar berarti bahwa perbuatan itu dilarang, tetapi dapat dibenarkan atas kondisi tertentu, misalnya dalam Pasal 50 KUHP terkait orang yang melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, daya paksa (Pasal 48 KUHP), pembelaan terpaksa (Pasal 49 ayat 1 KUHP), perintah jabatan yang sah (Pasal 51 KUHP),” urai Filep.

“Alasan pembenar membuat sifat melawan hukum tindak pidana terhapus. Sedangkan, alasan pemaaf misalnya ada dalam Pasal 44 KUHP yaitu pelaku tidak mampu bertanggung jawab. Jadi, secara hukum positif, tidak ada hukum yang menyatakan bahwa maaf bisa menghilangkan pidananya,” tegas Filep.

Menurutnya, ada yang bilang bahwa maaf menjadi bagian dari restorative justice. Tetapi kalau semua pidana berakhir maaf, keadilan justru akan semakin terkoyak.

“Anda bisa bayangkan betapa saya terhina disebut ‘pengacau’ di depan sidang paripurna parlemen. Konteks ini biar clear supaya orang-orang yang memelintir fakta-fakta hukum, harus lebih banyak belajar hukum lagi,” jelasnya.

“Dan jangan lupa, saya bisa saja meminta ganti rugi materil melalui gugatan perdata yaitu perbuatan melawan hukum dengan bukti putusan pidana inkracht sesuai Pasal 1372 KUHPer yaitu bahwa tuntutan perdata tentang hal penghinaan adalah bertujuan mendapat penggantian kerugian serta pemulihan kehormatan dan nama baik,” pungkas Filep.

KEYWORD :

Filep Pengacau LaNyalla Senator Papua




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :