Rabu, 06/11/2024 22:37 WIB

DPR Minta Pemerintah Segera Merevisi PP 28/2024

Jika masih harus menunggu Permenkes, sama sekali tidak menyederhanakan regulasi. UU Kesehatan dibuat dengan sistem Omnibus dengan dalih menyederhanakan regulasi, namun aturan turunannya malah harus berbelit-belit dan birokratis.

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS, Kurniasih Mufidayati. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati menyebutkan, pemerintah harus segera merevisi PP 28 Tahun 2024, yang salah satunya regulasi penyediaan alat kontrasepsi bagi usia siswa dan remaja.

Dalam Pasal 103 ayat (4) poin e menyebutkan pelayanan kesehatan reproduksi pada remaja paling sedikit meliputi, salah satunya penyediaan alat kontrasepsi. 

Kurniasih menyebut PP sebagai regulasi UU Kesehatan yang merupakan regulasi omnibus justru tidak menyederhanakan peraturan dan menimbulkan tafsir regulasi yang berbahaya.

Kementerian Kesehatan lantas berdalih, aturan alat kontrasepsi tersebut dikhususkan bagi remaja yang sudah menikah dan teknisnya akan diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan.

"Jika masih harus menunggu Permenkes, sama sekali tidak menyederhanakan regulasi. UU Kesehatan dibuat dengan sistem Omnibus dengan dalih menyederhanakan regulasi, namun aturan turunannya malah harus berbelit-belit dan birokratis. Kita dorong untuk revisi di tingkat PP agar tidak menimbulkan tafsir liar," ujar Kurniasih dalam keterangannya, Rabu (7/8).

Salah satu tafsir liar adalah pembolehan remaja melakukan hubungan seksual di luar pernikahan menggunakan alat kontrasepsi berdalih pelayanan kesehatan reproduksi. "Dari data yang ada, seks bebas di tingkat remaja semakin mengkhawatirkan dengan konsekuensi negatif yang semakin meningkat," terang Politkus PKS ini.

BKKBN mencatat bahwa pada remaja usia 16-17 tahun ada sebanyak 60 persen remaja yang melakukan hubungan seksual, usia 14-15 tahun ada sebanyak 20 persen, dan pada usia 19-20 sebanyak 20 persen.

Kurniasih menyebut salah satu ekses negatif dari seks bebas adalah angka aborsi akibat kehamilan yang tidak diinginkan yang semakin tinggi. Data Guttmacher Institute pada 2000 estimasi aborsi adalah 37 aborsi untuk setiap 1000 perempuan berusia 15-49 tahun, angka ini terbilang tinggi dibandingkan dengan Asia secara regional. Penelitian oleh Nurhafni pada 2022 menunjukkan, dari 405 kehamilan yang tidak direncanakan, 95 persen nya dilakukan oleh remaja usia 15-25 tahun.

Angka kejadian aborsi di Indonesia mencapai 2,5 juta kasus, 1,5 juta di antaranya dilakukan oleh remaja. Di Bandung menunjukkan 20 persen dari 1.000 remaja yang pernah melakukan seks bebas.

Belum lagi bicara meningkatnya angka penyakit menular seksual yang semakin tinggi. Kemenkes melansir kasus sifilis meningkat hampir 70 persen dalam kurun waktu lima tahun terakhir, yakni 2018 sampai 2022 kemarin.

Sementara ada 100.000 orang dengan HIV yang belum terdeteksi dan berpotensi menularkan ke masyarakat. Kemenkes menyebut, dari 526.841 orang dengan HIV, baru sekitar 429.215 orang yang sudah terdeteksi atau mengetahui status HIV dirinya.

"Angka seks bebas yang naik pasti diikuti oleh ekses negatif seperti kasus aborsi dan penularan penyakit seksual yang naik. Ini kita bicara dari sisi kesehatan. Maka dibanding menunggu munculnya aturan turunan dari Kementerian, Pemerintah secara lugas dan jelas merevisi pasal penggunaan alat kontrasepsi bagi remaja sesegera mungkin," sebut wakil rakyat dari Dapil Jakarta II ini.

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi IX Revisi PP 28/2024 alat kontrasepsi pelajar Kurniasih Mufidayati




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :