Pengamat Kebijakan Publik dan Transportasi, Bambang Haryo Soekartono. Foto: Dok. Jurnas.com
JAKARTA, Jurnas.com - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyebut program makan gratis bisa menggunakan beras jagung sebagai opsi pengganti beras.
Pernyataan itu, dianggap kurang tepat oleh pengamat kebijakan Publik Bambang Haryo Soekartono (BHS).
“Menko PMK ternyata tidak paham bahwa produksi jagung di Indonesia jumlahnya masih kurang untuk kebutuhan Nasional. Baik untuk konsumsi manusia maupun ternak ayam dan lain lain yang ada di Indonesia,” kata BHS di Jakarta, Rabu (14/8/2024).
Menurutnya, kebutuhan Nasional jagung sekitar 15.7 Juta Ton per tahun, sedangkan hasil produksi pertanian jagung sebesar 13.79 Juta Ton di tahun, berarti harus impor sekitar 1.2 Juta Ton Jagung setiap tahunnya.
Ironisnya, lanjut BHS, harga jagung di Indonesia adalah yang termahal di dunia yaitu sebesar Rp5000 - Rp8.000 per Kg, bahkan lebih, yang dijual ke konsumen. Dengan referensi harga jagung termahal di dunia sesuai data dari website Tridge.com, Yaitu di Negara Ukraina seharga 270 USD per ton, atau Rp4.372 per Kg.
"Ini yang seharusnya diperjuangkan oleh Menko PMK bahwa harga pokok pangan seperti jagung ini harus murah. Apalagi Kementerian Pangan kan sering mengadakan Studi Banding dan tentunya harusnya paham bahwa harga jagung Internasional saat ini tidak lebih dari Rp2000, atau tepatnya Rp1.760 rupiah per liter atau per Kg, sesuai dengan data dari Website Business Insider. Tapi, harga jual di Indonesia, sangat mahal, bahkan ada yang diatas Rp8.000/kg," ujarnya.
Lebih lanjut, anggota DPR-RI terpilih periode 2024-2029, bila harga jagung bisa diturunkan, maka makanan seperti ayam dan telur akan menjadi murah.
“Kita tau kan bahwa sebagian besar masyarakat Jawa dan Sumatera yang merupakan penduduk terbesar di Indonesia, gemar mengkonsumsi ayam dan telur. Inilah yang harusnya kita dorong agar kita mendapatkan harga lauk pauk yang murah terutama untuk Program Makan Gratis,” kata BHS.
"Dan seharusnya Menko PMK perlu melakukan kajian dengan turun ke masyarakat, menanyakan kepada anak anak apakah anak anak itu familiar dan suka makan nasi jagung. Jangan sampai program makan gratis yang kita inginkan untuk makan dan nutrisi yang cukup untuk anak anak, menjadi percumah karena tidak diminati oleh anak anak sekolah. Yang saat ini mereka banyak makan dengan menggunakan nasi putih, bukan nasi jagung," imbuhnya.
Menko PMK, tambah Anggota Dewan Pakar DPP Partai Gerindra, perlu melakukan kajian juga tentang kesulitan memproduksi bahkan memasak beras jagung. Memasak beras jagung butuh kesabaran dan waktu yang cukup lama agar mendapatkan hasil tanakan yang sempurna. Dan itu prosesnya jauh lebih lama daripada menanak nasi putih.
“Kita tau kan bahwa harga LPG naik terus. Selain itu ada informasi dari ibu ibu bahwa nasi jagung tidak bisa bertahan lama, lebih mudah basi daripada nasi putih biasa. Jadi Apakah diversifikasi pangan dari nasi putih ke nasi jagung itu lebih efektif dan efisien?” tanya BHS.
"Bila memang Pemerintah ingin melakukan Diversifikasi pangan dari beras ke jagung, dan hasil kajian anak anak mau mengonsumsi nasi jagung, maka tugas Pemerintah adalah memproduksi tambahan Pertanian Jagung di Indonesia, agar jumlah impor jagung kita tidak menjadi lebih banyak. Dan sekaligus Pemerintah harus mendorong harga pangan terutama komoditas jagung agar bisa lebih murah, untuk yang di konsumsi di Indonesia, khususnya untuk Program Makan Gratis," pungkasnya.
KEYWORD :Beras Jagung Program makan gratis