Konferensi pers PGRI (Foto: Muti/Jurnas.com)
Jakarta, Jurnas.com - Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menghadapi dinamika internal dan eksternal menuju akhir kepengurusan masa bakti XXII, di bawah pimpinan Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi.
Ketua Departemen Kominfo PB PGRI, Agus Rohiman, membeberkan bahwa ulah sejumlah oknum itu telah dimulai sejak Juni 2023, ketika sembilan orang yang mengatasnamakan PB PGRI melakukan cara serampangan untuk memecah PGRI.
"Mengapa kami sampaikan secara serampangan? hal ini karena tindakan yang mereka lakukan tidak menggunakan cara dan mekanisme sebagaimana yang diakui dan diatur dalam organisasi PGRI seperti: membuat mosi tidak percaya, somasi yang dilakukan tanpa saluran yang tepat dan tindakan provokasi ke daerah-daerah," kata Agus dalam konferensi pers di Jakarta pada Selasa (21/8).
Agus menduga motivasi para oknum tersebut tidak hanya ingin memecah belah PGRI sebagai organisasi profesi guru tertua di Indonesia, namun juga mendapatkan legitimasi kekuasaan, menguasai aset dan anggaran, menyebarkan ujaran kebencian terhadap Unifah Rosyidi, serta melakukan provokasi.
Hal ini terbukti dari berbagai manuver yang dilakukan mulai dari penyelenggaraan Kongres Luar Biasa (KLB) abal-abal tidak sesuai AD/ART organisasi, serta mengaku-ngaku sebagai ketua umum, sekretaris jenderal, dan PB PGRI baru dari hasil KLB abal-abal.
"Pelaksanaan KLB dilakukan penuh manipulatif, tanpa ijin aparat penegak hukum yang berwenang, tidak representatif, dan memanfaatkan serta mencatut sejumlah nama perwakilan seolah-olah telah sesuai AD/ART padahal dilakukan dengan cara memanipulasi informasi, dokumen dan acara," ujar dia.
Oknum yang mengatasnamakan PB PGRI itu juga menggunakan kop surat dan stempel yang diklaim resmi. Padahal surat-menyurat tersebut tidak pernah secara resmi terdaftar dalam pembukukan tata naskah PB PGRI.
Kekacauan lainnya terjadi ketika para oknum menguasai gedung, aset, dan mengganti rekening. Salah Beberapa di antaranya terjadi di Gedung Guru Jawa Timur, Pasuruan, dan Nusa Tenggara Timur.
"Mereka memprovokasi anggota untuk mengalihkan iuran anggota ke kelompoknya dengan alasan terjadinya dualisme organisasi. Padahal dualisme itu mereka yang ciptakan sendiri," kata dia.
Upaya pecah belah organisasi diperparah dengan penyebaran fitnah dan ujaran kebencian terhadap Prof. Unifah Rosyidi di media sosial dan grup WhatsApp yang berafiliasi dengan PGRI. Juga, upaya hukum menggugat PGRI yang dimentahkan pengadilan.
Unifah dalam kesempatan yang sama membenarkan adanya serangan bertubi-tubi terhadap organisasi yang dipimpinnya. Bahkan, dia merasa semacam kekuatan besar di balik serangan tersebut.
"Serangan dari orang-orang yang disiapkan. Itu cara-cara yang sengaja diciptakan untuk memecah belah, karena kekuatan kita riil dan tidak ada kepentingan politik," kata Unifah.
Adapun terkait iuran organisasi yang dipermasalahkan para oknum, Unifah mengatakan bahwa iuran di PGRI bertujuan agar organisasi profesi ini bisa mandiri dan tidak selalu tergantung dengan pendanaan dari luar.
"Kalau tidak ingin bergantung dengan siapapun harus dengan iuran. Mereka ingin memutuskan jalur logistik, tapi kita dari bawah ke atas itu solid," kata Unifah.
KEYWORD :PGRI Persatuan Guru Republik Indonesia Unifah Rosyidi