Jum'at, 13/09/2024 01:03 WIB

Jokowi Diminta Insyaf

Ratusan massa yang tergabung dalam sejumlah aliansi mulai mendatangi gedung DPR RI. Aksi massa tersebut menolak pengesahan RUU Pilkada yang dinilai mengangkangi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Seorang wanita memperlihatkan kertas bertuliskan Joko kata gue lo Insyaf saat aksi di Jakarta, 22 Agustus 2024 (Foto: Mughni/Jurnas.com)

Jakarta, Jurnas.com - Ratusan massa yang tergabung dalam sejumlah aliansi mulai mendatangi gedung DPR RI. Aksi massa tersebut menolak pengesahan RUU Pilkada yang dinilai mengangkangi putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Sejumlah massa membawa spanduk juga berupa poster sebagai bentuk penolakan serta perlawanan atas kesewenang-wenangan DPR dan pemerintah. Sejumlah poster kritikan terhadap Jokowi bertebar dalam aksi massa tersebut.

Salah satu aksi massa membawa poster yang meminta agar Presiden Jokowi "insyaf".

"Jokowi kata gua lo insyaf," tulis poster yang dibawa salah satu perempuan yang tergabung dalam aksi massa tersebut, di depan Gedung DPR, Jakarta, Kamis (22/8).

"Tiada maaf untuk pecandu kekuasaan," tulis poster yang bergambar wajah Jokowi.

Tak luput, dalam orasi aksi massa juga menyebut bahwa revisi UU Pilkada yang dilakukan DPR bertentangan dengan keinginan rakyat. DPR dinilai hanya memuluskan keinginan oligarki.

"Revisi UU Pilkada bukan keinginan rakyat, melainkan keinginan oligarki," tegas koordinator aksi dalam orasinya.

Oleh sebab itu, mereka mengingatkan kepada DPR sebagai wakil rakyat untuk membatalkan pengesahan atas revisi UU Pilkada yang menganulir keputusan MK.

"Tembok-tembok tinggi tidak akan bisa menghalangi ketika hati rakyat sudah terpanggil, inilah negeri kami," tegas koordinator aksi melaljui pengeras suara.

Diketahui, hasil rapat Baleg kemarin telah mengakali sejumlah putusan penting MK terkait UU Pilkada. Baleg, misalnya, menolak menjalankan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 soal syarat usia minimum calon kepala daerah.

Dalam putusan itu, MK menegaskan bahwa titik hitung usia minimum calon kepala daerah dihitung saat penetapan pasangan calon oleh KPU.

Selain itu, Baleg juga mengakali Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang melonggarkan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah untuk semua partai politik peserta pemilu.

Diketahui, putusan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 itu dibacakan di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).

Partai Buruh dan Partai Gelora sebelumnya menggugat Undang-Undang (UU) Pilkada. Dalam pertimbangannya, MK menyatakan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada inkonstitusional.

Isi Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada adalah:

“Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,” demikian bunyi Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada.

Dalam putusannya, MK mengubah isi pasal 40 ayat (1) UU Pilkada menjadi: Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10 persen di provinsi tersebut.

“b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut,” kata Ketua MK Suhartoyo.

Kemudian huruf c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5 persen di provinsi tersebut.

“d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut,” ungkap Suhartoyo.

Selanjutnya, untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut

“d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut,” ujar Suhartoyo.

KEYWORD :

DPR Mahkamah Konstitusi UU Pilkada Jokowi




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :