Anggota DPR RI, Dyah Roro Esti Widya Putri. (Foto: Arief/nr)
Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi VII DPR RI Dyah Roro Esti menyoroti rencana pembatasan kebijakan BBM bersubsidi yang akan diterapkan pada 1 Oktober 2024 mendatang.
Menurut dia, yang terpenting dari kebijakan tersebut adalah bahwa subsidi yang diberikan harus tepat sasaran dan sesuai kebutuhan masyarakat.
“Dengan kata lain yang terpenting adalah niat dan tujuan dari kebijakan tersebut semata untuk menyejahterakan masyarakat. Bukan (persoalan) bentuk dari kebijakan tersebut, apakah itu Permen atau PP,” ujar Roro dalam keterangan resminya, Jumat (30/8).
Setiap kebijakan apapun itu, lanjut Roro, harus disinkronisasi juga dengan data dan harus dikaji ulang bagaimana subsidi tersebut diberikan. Sehingga, perlu dikaji kembali apakah subsidi secara langsung berupa barang seperti yang selama ini sudah tepat diterapkan.
“Atau apakah (perlu subsidi) ke individu? kalau ke individu kita harus mempertimbangkan juga mereka dari kalangan apa, apakah dari kalangan mampu, tidak mampu, dan kategori tidak mampu itu seperti apa dan yang kategori mampu itu seperti apa. Biasanya mengandalkan data dari kementerian Sosial,” tambah Politikus Golkar ini.
Sayangnya, lanjut Roro, pihaknya menilai data dari Kementerian Sosial masih tidak akurat. Pasalnya, setiap tahun pasti ada perubahan dari segi populasi Indonesia. Misalnya yang tadi miskin, sekarang sudah sejahtera atau kebalikannya. Sehingga, hal ini harus terus diperbarui.
“Hal itu tidak terlepas, bagaimana Komisi VII ke depannya juga harus koordinasi dalam hal subsidi BBM, subsidi listrik, dan subsidi lainnya yang berkaitan dengan komisi energi, harus bekerja sama dengan Kementerian Sosial. Sekali lagi tujuan dari kebijakan itu tujuan dan niatnya sama untuk menyejahterakan rakyat,” paparnya.
Pemerintah akan memperketat kendaraan yang dapat menggunakan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Aturan terkait pembatasan pembelian BBM subsidi tersebut rencananya akan diterbitkan pekan depan, atau awal September 2024.
Selama ini, banyak kendaraan mewah yang masih menggunakan BBM subsidi. Berdasarkan data tahun 2022, 95 persen atau lebih dari 15 juta kiloliter (KL) solar subsidi dinikmati oleh 60 persen masyarakat berpenghasilan teratas. Sedangkan untuk Pertalite, 80 persen atau lebih dari 19 juta KL dinikmati oleh 60 persen masyarakat berpenghasilan teratas.
Dengan aturan baru ini, sekitar 7 persen kendaraan yang sebelumnya bisa membeli BBM subsidi, tidak akan bisa lagi. Kendaraan yang masuk ke dalam kelompok 7 persen tersebut adalah golongan kendaraan mewah.
KEYWORD :
Warta DPR Dyah Roro Esti pembatasan BBM bersubsidi