Jum'at, 22/11/2024 23:51 WIB

Legislator PDIP Sebut Masalah Ojol Complicated: Posisi Mereka Tidak Kuat

Masalah ojol ini kan complicated karena hubungan antara aplikator dan pengendara ojol bukan hubungan kerja melainkan kemitraan, maka perlindungan driver ojol sebagai tenaga kerja menjadi sulit karena belum ada aturannya.

Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Rahmad Handoyo. (Foto: Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi IX DPR Rahmad Handoyo menyoroti aksi unjuk rasa ribuan driver ojek online (ojol) dan kurir online yang menuntut soal tarif layanan antar barang dan makanan yang belum diatur oleh Pemerintah.

Politikus PDIP ini menilai, permasalahan menyangkut sopir ojol akan terus berkembang selama status atau legalitasnya belum jelas.

“Masalah ojol ini kan complicated karena hubungan antara aplikator dan pengendara ojol bukan hubungan kerja melainkan kemitraan, maka perlindungan driver ojol sebagai tenaga kerja menjadi sulit karena belum ada aturannya,” kata Rahmad Handoyo dalam keterangannya, Jumat (30/8). 

Sebagai mitra dari perusahaan transportasi daring, pendapatan driver ojol masih tergantung dari aktif tidaknya pengemudi dalam mengambil order. Hal itu menjadi salah satu tuntunan dari demo driver ojol hari ini di mana mereka meminta Pemerintah melegalkan status profesi driver ojol dalam suatu aturan kebijakan Pemerintah sehingga pihak aplikator tidak membuat aturan secara sepihak.

Oleh karena itu, dia mendorong Pemerintah memberi perhatian lebih serius terkait legalitas driver ojol sebagai profesi kemitraan.

"Ini masalah yang belum selesai itu kan pada status mereka yang belum ada legalitasnya. Jadi kalaupun mau menuntut soal kejelasan tarif kepada pihak aplikator, ya posisi mereka tidak kuat,” jelas Rahmad.

Dia menegaskan, kejelasan terkait status driver online harus segera diselesaikan. Jika ada kejelasan legalitas profesi, maka persoalan-persoalan lain akan diselaraskan melalui aturan yang mengikat.

“Katakanlah apakah masuk dalam kategori Perjanjian Kerja dengan Waktu Tertentu (PKWT), atau mungkin jenis pekerjaan baru sebagai profesi pekerjaan kemitraan yang aturannya disusun melalui aturan pemerintah agar posisi driver jelas sehingga membuat perlindungan sosial bagi mereka, paling tidak THR atau apapun namanya,” terang Rahmad.

Dengan kepastian yang jelas, lanjut dia, berbagai unsur perlindungan driver ojol lainnya sebagai pekerja secara otomatis juga akan memiliki kepastian.

“Termasuk dalam hal tarif pengantaran barang atau kurir serta pemotongan dari aplikator juga tidak menjadi berat sebelah,” demikian Rahmad.

Sebagaimana diketahui, aksi unjuk rasa dilakukan ribuan driver ojol karena keberatan dengan beban potongan tarif yang ditetapkan operator. Para driver ojol berharap agar Pemerintah bisa turut andil dalam persoalan tersebut lewat Permenkominfo No. 1 Tahun 2012 tentang formula tarif layanan pos komersial.

Dalam pasal 1 ayat 5 Permenkominfo itu, Pemerintah tidak ikut menetapkan tarif layanan pos komersial. Artinya mengenai tarif diserahkan kepada pasar atau masing-masing perusahaan di mana potongan tarif untuk operator semakin terus naik, hingga terakhir berkisar sebesar 30 persen dari total potongan tarif dari yang awalnya hanya 10 persen.

Para driver ojol juga meminta Pemerintah untuk mengevaluasi dan memonitor kembali bentuk kegiatan bisnis dan program aplikator yang dianggap mengandung unsur ketidakadilan terhadap mitra pengemudi ojek online dan kurir online di Indonesia.

 

KEYWORD :

Warta DPR Komisi IX Rahmad Handoyo ojek online tarif ojol PDIP




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :