Selasa, 17/09/2024 21:22 WIB

Kasus Dokter Aulia Undip, Majelis Rektor PTN Indonesia Siap Jadi Penengah

Kasus kematian dokter Aulia Mahasiswi Undip, Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) siap jadi mediator

Mahasiswi PPDS Undip Almarhumah dr Aulia Risma Lestari. (Foto: Jurnas/Doknet).

Jakarta, Jurnas.com- Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) menyatakan kesiapannya menjadi mediator dalam membantu penyelesaian masalah yang muncul akibat kematian mahasiswi dokter Aulia Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip).

Selain itu, MRPTNI secara khusus memberi dukungan penuh kepada sejumlah Dekan Fakultas Kedokteran untuk meningkatkan dan menjaga kualitas pendidikan dokter di tanah air.

"MRPTNI siap menjadi mediator antarinstitusi yang terlibat pada PPDS melalui pendekatan yang menjembatani kepentingan semua pihak, guna menemukan solusi terbaik yang mendukung program pemerintah, dalam pemenuhan jumlah tenaga dokter di tanah air khususnya dokter spesialis," dalam keterangan tertulis yang ditandatangani oleh Ketua MRPTNI, Prof Dr Ir Eduart Wolok, ST, MT, Selasa (10/9/2024).

Dalam keterangannya, Eduart meminta agar semua pihak dapat menjaga kemandirian kampus. Penegasan ini menjadi respons setelah sebelumnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah memberhentikan program studi Anestesi dan Reanimasi Undip serta penghentian aktivitas klinik Dekan FK Undip, Yan Wisnu Prajoko, di Rumah Sakit Umum Pemerintah Dr Kariadi. Penghentian ini dilakukan karena Kemenkes ingin melakukan investigasi atas kematian dr ARL yang diduga akibat perundungan dan bunuh diri.

"MRPTNI mengajak semua pihak yang menjadi mitra untuk sama-sama menjaga kemandirian kampus agar tercipta penyelenggaraan pendidikan yang kondusif untuk menghasilkan lulusan yang lebih baik ke depan," kata Eduart yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Negeri Gorontalo.

Terkait dengan kasus yang terjadi di Undip, Eduart mengatakan, pada prinsipnya sejak tahun 2022 sudah menerapkan regulasi Zero Bullying. Implementasi regulasi tersebut, lanjutnya, terdapat peserta didik yang menerima konsekuensi dari regulasi tersebut.

"Untuk itu MRPTNI mendukung penuh upaya dari pimpinan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) untuk mencegah  dan menindak tegas tindakan perundinngan (bullying) sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh masing-masing kampus," kata Eduart.

MRPTNI saat ini memiliki 144 anggota, yang meliputi 67 Perguruan Tinggi Akademik, 44 Perguruan Vokasi (Politeknik Negeri), dan 24 Universitas Islam Negeri di Indonesia.

Secara terpisah, juru bicara Undip dan FK Undip, dr. Sugeng Ibrahim, M.Biomed (AAM) menyambut positif dukungan dari pimpinan rektor PTN se Indonesia tersebut. Terkait dengan penyelesaian masalah di Undip, ia memberikan perumpamaan bagaimana negeri ini berperang melawan korupsi.

"KPK berdiri sejak Desember 2003, atau 11 tahun lalu, tapi sayangnya korupsi masih marak terjadi di Indonesia. Apakah KPK-nya yang dibubarkan? Demikian juga dengan praktek bullying di perguruan tinggi kita, apakah Universitas Negeri harus dibubarkan juga? Hal yang sama dengan mantan Sesditjen Farmalkes (Kefarmasian dan Alat Kesehatan) Kemenkes yang diperiksa KPK saat ini sebagai saksi terkait dugaan pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) di Kementerian Kesehatan yang merugikan negara Rp 3 triliun, apakah Kemenkes juga harus dibubarkan?" kata Sugeng di Semarang, Selasa (10/9/2024).

KEYWORD :

dokter Aulia Universitas Diponegoro Majelis Rektor




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :