Jum'at, 20/09/2024 03:02 WIB

Kuasa Hukum Kasus Alih Tambang Menuntut Pembebasan Kliennya

Kuasa hukum kasus alih muat batu bara, Sabri Noor Herman, meminta hakim membebaskan kliennya 

Pengadilan Negeri Batulicin, Kalimantan Selatan.

Jurnas.com - Kuasa hukum kasus alih muat batu bara, Sabri Noor Herman, meminta hakim membebaskan kliennya dari segala dakwaan dan tuntutan hukum.

Permintaan itu disampaikan Sabri dalam sidang pembacaan nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Negeri Batulicin, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, beberapa waktu lalu.

"Tuntutan penuntut umum tidak didasarkan atas apa yang termuat dalam surat dakwaan. Seharusnya, tuntutan dibuat mengacu pada surat dakwaan, apakah terbukti atau tidaknya berdasarkan fakta hukum persidangan," jelasnya, melalui keterangan yang diterima pada Kamis, 19 September 2024.

Kasus alih muat batu bara ini melibatkan klien Sabri yang merupakan mantan direktur PT. IMC Pelita Logistik dengan PT. Sentosa Laju Energy (SLE) yang dinakhodai Tan Paulin.

Sabri dalam kesimpulan pembelaannya lantas meminta majelis hakim untuk menyatakan para terdakwa tidak bersalah melanggar Pasal 404 Ayat 1 ke-1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, sebagaimana yang didakwakan JPU. Serta membebaskan terdakwa dari segala dakwaan dan tuntutan hukum.

"Juga memulihkan dan mengembalikan nama baik serta hak para terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan jabatan serta harkat dan martabatnya sebagimana semula," katanya.

Selain itu, Sabri juga menuntut untuk mengangkat sita dan mengembalikan FC Ben Glory yang dikenakan penyitaan kepada IMC selaku pemiliknya.

Adapun, Jaksa dalam sidang pembacaan tuntutan di PN Batulicin pada 20 Agustus 2024 menyatakan bahwa tiga terdakwa kasus ini, yakni inisial T (terdakwa satu), inisial II (terdakwa dua) dan inisial HT (terdakwa tiga) telah bersalah melakukan tindak pidana berdasarkan Pasal 404 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP, yang isinya berbunyi 

"yakni barang siapa menarik barang milik sendiri atau orang lain yang masih ada ikatan hak gadai, hak pungut hasil atau hak pakai atas barang tersebut."

Sehingga menuntut ketiga terdakwa dengan tuntutan satu tahun penjara serta meminta kapal Floating Crane Ben Glory dirampas dan dilelang untuk mengganti kerugian PT SLE.

Pembelaan Sabri sendiri didasarkan bahwa tidak ada satu pun unsur tindak pidana dalam Pasal 404 Ayat 1 ke-1 KUHP yang terpenuhi dalam kasus ini.

Serta, tidak ada satu pun bukti yang menunjukan bahwa PT. SLE memiliki hak gadai, hak menahan, hak pungut hasil maupun hak pakai atas FC Ben Glory.

Sabri menjelaskan, pemindahan floating crane juga jelas dibenarkan dan diatur dalam Perjanjian Alih Muat. Perjanjian Alih Muat Batu Bara itu sendiri bukan perjanjian sewa menyewa kapal, melainkan perjanjian jasa angkutan untuk mengalihmuat batu bara.

"Selain itu, sangat jelas berdasarkan fakta hukum yang terungkap di persidangan, terdakwa dua dan terdakwa tiga tidak pernah melakukan atau menyuruh melakukan pemindahan FC Ben Glory," katanya.

Sabri juga menyoroti tuntutan Jaksa agar FC Ben Glory dirampas dan dilelang. Yang menurutnya justru tidak memenuhi syarat untuk dirampas.

"Pasal 39 KUHAP dengan jelas menyebutkan bahwa barang yang dirampas hanyalah milik terpidana yang diperoleh dari kejahatan atau yang sengaja dipergunakan untuk melakukan kejahatan. Sementara, kapal FC Ben Glory adalah milik PT. IMC dan bukan milik para terdakwa yang hanya merupakan profesional di perusahaan. Selain itu, tidak ada fakta hukum yang membuktikan bahwa kapal tersebut diperoleh dari tindak kejahatan atau digunakan untuk kejahatan," paparnya.

Sebagai informasi, kontrak bisnis alih muat batu bara antara PT. IMC Pelita Logistik Tbk. dengan PT. Sentosa Laju Energy berlangsung di Kalimantan Timur.

PT. SLE di antaranya dinakhodai oleh Tan Paulin, sosok yang ditulis di media massa beberapa waktu sebagai Ratu Batu Bara di Kalimantan Timur.

Dan pada Juli 2024 rumahnya di Surabaya digeledah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan gratifikasi dan TPPU mantan Bupati Kutai Kartanegara, Rita Widyasari.

Namun, pelaksanaan kontrak bisnis tersebut malah menjadi dakwaan pidana yang menjerat dua mantan direksi dan juga seorang mantan manajer PT. IMC dengan Pasal 404 Ayat 1 KUHP.

Dakwaan pidana ini juga terkesan dipaksakan, mengingat kontrak bisnis merupakan kontrak bisnis alih muat.

Sedangkan dakwaan Pasal 404 KUHP umumnya timbul dalam pelaksanaan perjanjian kredit dalam kaitannya dengan jaminan berupa tanah.

Dugaan kriminalisasi ini timbul ketika PT. IMC mengalokasikan Floating Crane keluar dari Kaltim, mengingat tidak adanya pesanan dari PT. SLE.

Prosedur pengalihan kapal itu sendiri telah sesuai dengan perjanjian dalam kontrak, yakni jika PT. SLE tidak ada permintaan alih muat sesuai dengan tata cara seperti termuat dalam kontrak, maka PT. IMC selaku penyedia jasa sekaligus pemilik kapal dapat mengalihkan kapal tersebut.

Singkat cerita, PT. SLE kemudian melaporkan PT. IMC ke Polda Kalsel. Hingga kemudian berujung penetapan tersangka pada Oktober 2023 dan disidangkan di PN Batulicin.

KEYWORD :

Kasus Alih Tambang Batu Bara Pengadilan Negeri Batulicin Tan Paulin




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :