Rabu, 16/10/2024 21:14 WIB

Menanti Kabinet Zaken Ala Prabowo Memberangus Korupsi

Pemberantasan korupsi dinilai menjadi tantangan paling berat dalam pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ke depan.

Presiden terpilih, Prabowo Subianto

 

Jakarta, Jurnas.com - Pemberantasan korupsi dinilai menjadi tantangan paling berat dalam pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ke depan. Apalagi, praktik rasuah di Tanah Air sudah menjadi penyakit yang sulit diobati.

Dalam analisisnya, Dr. Pieter C. Zulkifli, SH., MH., mengatakan jika birokrasi di Indonesia terlalu berbelit-belit dan kebijakannya hanya menguntungkan segelintir elite politik dan pengusaha besar. Hal ini juga yang menciptakan ketimpangan sosial yang semakin lebar.

"Uang negara yang seharusnya dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan malah banyak tersedot ke kantong-kantong pribadi. Akibatnya, rakyat kecil semakin terpuruk dalam kemiskinan," kata Pieter Zulkifli dalam keterangannya, Jakarta, Rabu (16/10).

Dia bahkan tak segan menyebut jika korupsi yang telah mengakar di berbagai lapisan pemerintahan menjadi salah satu tantangan terbesar bagi pemerintahan Prabowo. Prabowo dan Gibran berhadapan dengan tuntutan besar untuk membersihkan birokrasi yang kotor dan mengakhiri praktik korupsi yang merugikan rakyat.

Tidak hanya itu, Pieter Zulkifli menilai Prabowo-Gibran dihadapkan pada tugas berat untuk memulihkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintahan. Dalam konteks ini, kabinet yang akan dibentuk harus berisi individu-individu yang tidak hanya kompeten, tetapi juga memiliki integritas tinggi.

"Masyarakat mendambakan para pemimpin yang tidak hanya pandai berbicara, tetapi juga mampu mengambil tindakan nyata dalam memberantas korupsi dan memperbaiki birokrasi yang rusak," kata dia.

Dia mengingatkan kembali bahwa publik tengah memelototi susunan kabinet baru, khususnya menanti realisi janji Prabowo yang ingin mengisi kursi menterinya dengan sosok-sosok profesional. Pieter Zulkifli pun menyoroti langkah Prabowo yang memanggil para calon menteri dan Kepala Lembaga ke kediamannya di Kertanegara, Jakarta, dalam sepekan jelang pelantikannya sebagai Presiden periode 2024-2029. Salah satu yang paling disorot ialah upaya Prabowo membentuk kabinet Zaken.

"Prabowo telah berjanji akan membentuk kabinet zaken, kabinet yang diisi oleh individu-individu profesional dan ahli di bidangnya. Mengingat tantangan dalam negeri dan regional yang semakin kompleks," kata dia.

Menurut dia, kehadiran tokoh-tokoh berkompeten di kabinet menjadi kebutuhan yang paling mendesak. Sekalipun, realitas politik Indonesia sering kali membuat lebih rumit.

Dia menyinggung soal banyaknya tokoh politik dari partai pendukung maupun oposisi yang hadir dalam pertemuan di Kertanegara tersebut. Pieter Zulkfili menilai jika hal itu jelas menimbulkan spekulasi publik apakah Prabowo akan berkompromi dengan mengakomodasi kepentingan politik dalam susunan kabinetnya.

"Di tengah kondisi seperti ini, apakah janji zaken kabinet akan tetap terjaga, ataukah kompromi politik akan menjadi penentu utama?" ucapnya.

Di sisi lain, Pieter Zulkifli berpandangan jika kompromi politik, terutama dalam pembentukan kabinet adalah praktik yang wajar dalam demokrasi. Mengelola negara dengan populasi lebih dari 270 juta jiwa dan beragam tantangan politik memerlukan stabilitas yang seringkali dicapai melalui perjanjian politik.

Namun, dia mengingatkan bila rakyat berharap kompromi itu dilakukan demi kepentingan bangsa, bukan untuk kepentingan segelintir elite.

"Sayangnya, sejarah panjang Indonesia yang diwarnai oleh praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme, masih membekas hingga kini. Sementara, biaya hidup yang tinggi, pendidikan mahal, dan lapangan pekerjaan yang sulit ditemukan merupakan realitas yang menghantui banyak rakyat kecil. Janji-janji perubahan seringkali terkikis oleh kepentingan pribadi dan politik sempit," kata Pieter Zulkifli.

Dia mengatakan mimpi Indonesia maju seringkali hancur di tangan oknum elite yang serakah. Bahkan lembaga-lembaga hukum yang seharusnya berperan sebagai penjaga moral bangsa terkadang turut serta dalam praktik-praktik kotor ini.

Dalam situasi seperti ini, kata dia, harapan rakyat terhadap pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran semakin membesar. Pieter Zulkifli menuturkan rakyat sudah lama berharap bahwa pemimpin baru bakal mampu membentuk kabinet yang tidak hanya terdiri dari politisi atau loyalis partai, tetapi juga diisi oleh orang-orang dengan kompetensi dan kapabilitas yang jelas.

Pieter Zulkifli juga menyebut munculnya kabinet zaken tidak lepas dari ketidakpuasan terhadap komposisi kabinet di masa-masa sebelumnya. Salah satunya, yang kerap dinilai sebagai `bagi-bagi kekuasaan` antar partai politik tanpa mempertimbangkan kebutuhan bangsa akan profesionalisme. Bahkan netizen Indonesia menyebutnya sebagai jabatan `give away`.

"Prabowo Subianto, sebagai figur yang dikenal tegas, memiliki tugas berat untuk memilih jajaran menterinya yang mampu menghadapi situasi global yang penuh ketidakpastian. Kenaikan harga pangan, krisis energi, serta ancaman resesi global menuntut pemerintah baru untuk mengambil kebijakan yang tidak hanya populis, tetapi juga efektif dan solutif. Inilah saatnya Prabowo dan Gibran menunjukkan bahwa mereka serius dalam membentuk zaken kabinet yang berfokus pada hasil, bukan sekadar popularitas," kata dia.

Dia menuturkan rakyat yang selama bertahun-tahun kecewa dengan janji-janji kosong politik, menaruh harapan besar pada pemerintahan Prabowo-Gibran. Mereka berharap kabinet baru ini akan diisi oleh para profesional yang kompeten dalam menangani krisis sektor strategis seperti ekonomi, pendidikan, kesehatan, energy, dan penegakan hukum.

"Apalagi dengan Gibran yang dikenal sebagai sosok muda dengan perspektif segar, banyak yang optimis bahwa duet ini bisa menghadirkan perubahan yang nyata," kata dia.

Kendati begitu, Pieter Zulkifli berpendapat jalan untuk mewujudkan harapan tersebut tidaklah mudah. Seperti yang sudah menjadi tradisi dalam politik Indonesia, kompromi politik kerap kali menjadi faktor penentu dalam pembentukan kabinet.

Menurutnya, para pemimpin partai politik yang mendukung koalisi tentu akan meminta jatah kekuasaan. Hal inilah yang kerap kali menimbulkan dilema.

Dia menilai sejarah telah membuktikan bahwa kabinet yang diisi oleh kalangan profesional kerap kali berhasil membawa perubahan signifikan. Salah satu contoh adalah masa pemerintahan BJ Habibie, yang berhasil menghadirkan kabinet yang banyak diisi oleh teknokrat dan profesional, meskipun dalam situasi yang penuh tantangan.

"Model inilah yang diharapkan oleh rakyat dari Prabowo dan Gibran, yang sama-sama memiliki latar belakang yang tidak asing dengan dunia militer dan birokrasi," ujar Pieter Zulkifli.

Dia menekankan kabinet yang kompeten tidak hanya harus mampu mengatasi masalah-masalah domestik, tetapi juga harus siap menghadapi tantangan di kancah internasional. Terlebih, dunia sedang berada di tengah pergolakan besar, dengan rivalitas antara negara adidaya yang bisa berdampak langsung pada kestabilan politik dan ekonomi Indonesia.

"Di sinilah peran menteri luar negeri yang kuat, misalnya, menjadi sangat krusial untuk memastikan bahwa Indonesia tetap berada di jalur diplomasi yang aman dan strategis," ucapnya.

Di samping dari itu, Pieter Zulkifli berpendapat sektor ekonomi memerlukan sosok yang berani mengambil kebijakan inovatif dan tidak takut untuk melakukan reformasi struktural yang sudah lama tertunda. Dengan keadaan ekonomi global yang tidak stabil, Indonesia butuh menteri ekonomi yang mampu berpikir visioner.

"Tetapi tetap realistis dalam menghadapi tantangan domestik seperti pengangguran, inflasi, deflasi, dampak besar jika terjadi  resesi ekonomi nasional, hingga ketimpangan sosial yang dari dulu tidak pernah tersentuh kebijakan pemerintah," katanya.

Pieter Zulkifli berharap pemerintahan baru ini tidak hanya efektif dalam melaksanakan program kerja, tetapi juga inklusif dalam mendengarkan suara-suara dari berbagai elemen masyarakat. Oleh karena itu, pembentukan kabinet yang beragam, baik dari segi latar belakang profesional, etnis, maupun gender, menjadi penting untuk memastikan representasi yang adil. 

"Prabowo dan Gibran juga harus mampu merangkul generasi muda dalam pemerintahan mereka. Dengan Gibran sebagai simbol pemimpin muda, ekspektasi publik sangat tinggi bahwa pemerintahan ini akan lebih terbuka terhadap ide-ide baru dan inovasi yang dibawa oleh anak-anak muda," kata Pieter Zulkifli.

Dia menegaskan pembentukan kabinet bukan hanya tentang memberikan kursi kepada generasi muda, tetapi juga tentang bagaimana memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil relevan dengan kebutuhan masa depan Indonesia.

Selain itu, Pieter Zulkifli mengatakan di tengah kondisi dunia yang kian kompleks, rakyat berharap kabinet Prabowo-Gibran tidak hanya mampu merespons krisis dengan cepat, tetapi juga mempersiapkan Indonesia untuk menghadapi masa depan yang penuh tantangan. Rakyat ingin melihat kabinet yang bekerja atas dasar kepentingan nasional, bukan sekadar bagi-bagi kekuasaan di antara partai politik. 

"Mereka harus berani melakukan perubahan besar dalam sistem yang sudah terlanjur rusak, membangun kembali tata kelola pemerintahan yang adil, bersih, dan berpihak pada rakyat. Jika tidak, Indonesia akan terus terperangkap dalam siklus kekuasaan yang berputar tanpa akhir, meninggalkan rakyat dalam kemiskinan dan kebodohan," tegasnya.

"Seperti dikatakan Konfusius: `Hukum yang baik adalah hukum yang membuat rakyat patuh tanpa harus diawasi terus-menerus`. Pemimpin yang bijaksana akan menyesuaikan diri dengan penderitaan rakyat, bukan sebaliknya," kata Pieter Zulkifli.

KEYWORD :

Kabinet Prabowo Prabowo Subianto Pemberantasan korupsi Menanti Kabinet Zaken Prabowo




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :