Sabtu, 23/11/2024 19:45 WIB

KPK Berpeluang Terapkan Pasal Pencucian Uang Terkait Korupsi ASDP

Saat ini KPK baru menerapkan pasal kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi ASDP.

Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto memberikan keterangan.

Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpeluang menerapkan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara dugaan korupsi kerja sama usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry tahun 2019-2022.

Langkah itu akan dilakukan jika KPK menemukan bukti adanya kesengajaan para tersangka merubah bentuk atau membelanjakan uang dari hasil korupsi. Namun, saat ini KPK baru menerapkan pasal kerugian keuangan negara, yakni Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor.

"Apakah ini akan mengarah ke TPPU? Untuk ini masih didalami oleh penyidik. TPPU tentunya dapat diterbitkan sprindiknya untuk menjangkau aset-aset yang sudah dialih-namakan, sudah dialih bentuk yang mana itu menyulitkan penyidik untuk penyelamatan aset atau asset recovery pada surat perintah penyidikan yang terbit," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika dalam keterangannya dikutip Sabtu, 19 Oktober 2024.

Lembaga antikorupsi perlu menyelisik dugaan pencucian uang dalam setiap perkara korupsi. Hal ini agar KPK dapat menjangkau aset yang sudah disamarkan para tersangka.

Sebab, upaya penyamaran aset basil korupsi tersebut akan menyulitkan penyidik untuk melakukan asset recovery atau pemulihan aset.

Akan tetapi, KPK tidak akan menerbitkan sprindik baru terkait dugaan TPPU jika semua aset yang dibeli dari hasil korupsi ASDP dapat diselamatkan.

"Bila semua aset sudah dapat di recovery atau dipulihkan dengan menggunakan surat perintah penyidikan yang aktif dalam hal ini pasal 2 dan pasal 3. KPK tidak atau surat perintah penyidikan pencucian uang ini tidak harus diterbitkan. 

Sebelumnya, KPK telah menyita 15 bidang tanah dan bangunan bernilai ratusan miliar rupiah dari tersangka sekaligus pemilik PT Jembatan Nusantara, Adjie. Penyitaan dilakukan saat KPK memeriksa Adjie pada Selasa, 15 Oktober 2024.

“Saksi A selaku Pemilik PT Jembatan Nusantara Group hadir dan dilakukan 15 unit tanah dan bangunan,” kata Tessa Mahardika kepada wartawan Rabu, 16 Oktober 2024.

Adjie ditetapkan sebagai tersangka bersama tiga orang lainnya dalam kasus dugaan korupsi ini. KPK baru akan mengumumkan identitas tersangka maupun kontruksi lengkap pada saat dilakukan upaya paksa penahanan.

Berdasarkan informasi yang diterima, ketiga tersangka itu ialah Direktur Utama ASDP Ira Puspadewi; Direktur Perencanaan dan Pengembangan ASDP, Harry MAC; dan Direktur Komersial dan Pelayanan ASDP, Yusuf Hadi.

PT ASDP membeli PT Jembatan Nusantara dengan nilai mencapai Rp1,3 triliun. Dengan kondisi itu, PT ASDP kemudian menguasai 100 persen saham PT Jembatan Nusantara berikut 53 kapal yang dikelola.

Namun, KPK mengungkapkan bahwa ada masalah dalam proses akuisisi perusahaan swasta itu. Di mana, kondisi kapal-kapal tersebut diduga tidak sesuai dengan spesifikasi.

 

KPK mentaksir kerugian negara dalam perkara korupsi ini mencapai Rp1,27 triliun. Jumlah tersebut bisa berubah karena proses penghitungan oleh auditor masih dilakukan.

Adapun keempat tersangka sebelumnya sempat mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Namun hakim menolak praperadilan para tersangka.

KEYWORD :

KPK Korupsi ASDP Indonesia Ferry PT Jembatan Nusantara Pencucian Uang TPPU




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :