Logo KPK
Jakarta, Jurnas.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons soal temuan uang sejumlah Rp920 miliar dan emas seberat 51 kilogram dari rumah mantan Pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar
Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan menilai aturan soal pembatasan transaksi uang tunai sangat penting untuk menekan korupsi.
“Makanya pembatasan transaksi tunai jadi cuma Rp100 juta itu pentinya begini,” kata Pahala kepada wartawan saat dihubungi pada Selasa, 29 Oktober 2024.
“Paling tidak waktu dia mau menarik dari bank Rp1 miliar saja kan harus 10 hari tarik uang untuk nominal Rp100 juta,” sambung Pahala.
Selain soal pembatasan transaksi uang tunai, aturan untuk menyetorkan uang ke bank juga dinilai penting.
"Harus 10 hari juga (misalnya, red) menyetor Rp1 miliar ke banknya,” tegas Pahala.
Untuk diketahui, Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan dan menyita uang tunai dari sejumlah mata uang asing senilai Rp920 miliar dan emas seberat 51 kilogram dari rumah Zarof Ricar.
Uang tunai itu ditemukan penyidik Kejagung saat sedang mengusut kasus dugaan suap pengurusan perkara Gregorius Ronald Tannur yang dilakukan oleh pengacara Lisa Rahmat.
Barang bukti uang tunai itu terdiri dari 74.494.427 dolar Singapura, 1.897.362 dolar Amerika Serikat, 71.200 Euro, 483.320 dolar Hong Kong, dan Rp 5.725.075.000.
Kejagung telah menetapkan eks Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA Zarof Ricar dan pengacara Lisa Rahmat sebagai tersangka kasus pemufakatan jahat suap dan gratifikasi pengurusan vonis Ronald Tannur di Mahkamah Agung.
Keduanya dinilai terbukti melakukan pemufakatan jahat suap agar putusan kasasi juga turut membebaskan Ronald Tannur. Dalam kesepakatannya, Lisa menjanjikan biaya pengurusan perkara sebesar Rp1 miliar untuk Zarof.
Sementara biaya suap sebesar Rp5 miliar untuk ketiga hakim yang mengurus perkara Ronald Tannur juga telah diserahkan dari Lisa kepada Zarof. Namun uang itu belum sempat diserahkan dan masih berada di rumah Zarof.
KEYWORD :KPK Transaksi Tunai Korupsi Zarof Ricar Kejaksaan Agung