Konferensi pers Rencana Aksi Nasional Kanker Payudara di Jakarta (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Angka kejadian kanker payudara di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut data Global Cancer Observatory (Globocan) 2022, lebih dari 66.000 perempuan Indonesia mengalami diagnosis kanker payudara dengan tingkat yang sangat tinggi atau 30 persen dari total kasus.
Asosiasi Advokasi Kanker Perempuan Indonesia (A2KPI) juga menyoroti statistik yang memprihatinkan, yakni lebih dari 48 persen pasien didiagnosis pada stadium tiga, dan 20 persen pada 20 persen pada stadium empat, dengan 70 persen meninggal hanya dalam waktu 12 bulan sejak terdeteksi.
Ketua Yayasan Kanker Indonesia (YKI), Aru Wicaksono Sudoyo, mengatakan bahwa angka kanker payudara di Indonesia pada dasarnya tidak bisa diturunkan hanya dengan mengandalkan peralatan serba canggih. Pasalnya, kesadaran masyarakat skrining dan deteksi dini masih rendah.
"Hambatannya adalah hambatan psikologis. Bagaimana sulitnya mengajak, walau sudah oleh bidan, mereka tidak mau diperiksa. Alasannya sangat manusiawi, `kalau positif bagaimana?`," kata Aru dalam konferensi pers A2KPI di Jakarta pada Kamis (31/10).
Senada, Ketua Yayasan Kanker Payudara Indonesia (YKPI), Linda Agum Gumelar, menyebut masih adanya perilaku abai terhadap kanker payudara, dengan berbagai alasan mulai dari keterbatasan akses hingga minimnya peralatan di rumah sakit.
Dukungan Pemerintah dan Masyarakat Penting untuk Sukseskan Rencana Aksi Nasional Kanker Payudara
Karena itu, dia mengapresiasi upaya pemerintah yang menggandeng sejumlah lembaga nonprofit untuk melakukan telementoring melalui Project ECHO, guna memberikan edukasi kanker payudara kepada para tenaga kesehatan di puskesmas.
"Tidak usah takut dengan kanker payudara. Kalau di stadium awal, tidak ada masalah. Malah, kata dokter saya, kanker payudara itu kanker paling ringan selagi diperiksakan di awal," ujar Linda.
Terus Masyarakatkan Deteksi Dini untuk Wujudkan Indonesia Bebas Kanker Payudara pada 2030
Kanker Payudara YKPI YKI Linda Agum Gumelar