Mantan Menteri Pendidikan Nadiem Anwar Makarim (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Surat Gibran Rakabuming Raka pernah diabaikan oleh Menteri Pendidikan era Presiden Joko Widodo, Nadiem Anwar Makarim, semasa Gibran menjabat sebagai Wali Kota Surakarta. Padahal, surat tersebut berisi laporan mengenai dua masalah penting.
Dalam surat bernomor DK.00/2513/2024 tertanggal 15 Juli 2024, Gibran mengadukan masalah zonasi dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang terus berulang, serta penghapusan Ujian Nasional (UN).
Menurut Gibran, PPDB melalui jalur zonasi, afirmasi, prestasi, maupun perpindahan orang tua kerap menyisakan masalah. Salah satunya, muncul praktik memindahkan kependudukan anak di Kartu Keluarga keluarga yang dekat dengan sekolah tujuan.
Sebaliknya, siswa yang jarak rumahnya dekat dengan sekolah mengalami penurunan motivasi dalam belajar, karena memiliki keyakinan sudah pasti akan diterima tanpa seleksi.
Adapun terkait penghapusan UN, Gibran yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden RI, menyebut membuat sekolah, guru, maupun siswa tidak terbebani dengan keharusan mencapai nilai tertentu.
Sayangnya, kebijakan ini mengakibatkan semangat belajar siswa menurun. Siswa cenderung malas belajar karena tidak memiliki target yang harus dicapai.
"Ini adalah surat yang saya kirim waktu masih jadi wali kota. Surat ini saya kirim ke Pak Menteri Pendidikan. Tapi pas saya cek di Sekda Solo, surat ini belum mendapatkan tanggapan," kata Gibran saat membuka Rapat Koordinasi Evaluasi Kebijakan Pendidikan di Jakarta pada Senin (11/11).
Berikut ini petikan lengkap surat yang dikirimkan Gibran kepada Nadiem:
Yth. Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia
Dengan hormat,
Kami sampaikan bahwa dalam pengelolaan pendidikan di Kota Surakarta terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi. Berikut uraian permasalahan yang telah kami identifikasi beserta alternatif solusi yang telah dapat kami usulkan:
1. Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)
a. Permasalahan
Proses Penerimaan Peserta Didik Baru di berbagai wilayah di Indonesia, khususnya di Solo Raya menyisakan berbagai persoalan, baik jalur zonasi, afirmasi, prestasi, maupun perpindahan orang tua. Ada beberapa orang tua yang berusaha memindahkan kependudukan anaknya di dekat sekolah yang diinginkan. Mereka menitipkan kependudukan anaknya di Kartu Keluarga (KK) pada famili atau rekannya yang tinggal di dekat sekolah tujuan. Sementara siswa yang jarak rumahnya dekat dengan sekolah akan santai-santai saja, karena ia pasti akan diterima di sekolah tersebut.
b. Alternatif Solusi
Melihat kondisi tidak optimalnya jalur zonasi, maka diusulkan pelaksanaan PPDB dengan menggunakan metode lain seperti yang sebelumnya yaitu menggunakan nilai ujian nasional/sejenis sehingga ada persamaan standar penilaian antar sekolah antar kabupaten/kota. Dengan pertimbangan bahwa apabila menggunakan nilai ujian nasional/sejenis, peserta didik akan termotivasi belajar lebih giat untuk medapat nilai yang baik agar dapat diterima di sekolah impiannya. Tentu diperlukan sebuah sistem penilaian yang terukur dan terstandar serta berlaku secara nasional atau regional (provinsi sehingga sekolah tidak asal memberikan nilai yang tinggi kepada siswanya. Saat ini di lapangan terjadi fenomena sekolah-sekolah memberikan nilai yang fantastis kepada siswa agar mereka bisa diterima di sekolah tertentu yang menjadi tujuannya melalui jalur prestasi.
2. Ujian Nasional
a. Permasalahan
Dihapusnya Ujian Nasional pada satu sisi membuat sekolah, guru, maupun siswa tidak terbebani dengan keharusan mencapai nilai tertentu agar lulus ujian dan lulus 100%. Tetap pada sisiwa yang lain mengakibatkan semangat belajar siswa menurun. Siswa malas untuk belajar karena tidak ada target yang harus dicapai. Orang tua juga tidak begitu peduli dengan cara belajar.
Surat Gibran Wakil Presiden RI PPDB Zonasi Nadiem Anwar Makarim