Mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong
Jakarta, Jurnas.com - Kebijakan importasi gula di Kementerian Agama (Kemendag) RI tahun 2015–2016 yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp400 miliar, telah diafirmasi oleh Presiden ketujuh RI, Joko Widodo atau Jokowi.
Hal itu disampaikan oleh kuasa hukum dari mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong, Zaid Mushafi dalam sidang Praperadilan kliennya di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin, 18 November 2024.
"Tindakan pemohon sebagai menteri perdagangan telah diafirmasi oleh presiden selaku kepala negara dan merupakan pimpinan pemohon, oleh karenanya telah beralih sepenuhnya menjadi tanggung jawab presiden," kata Zaid.
Zaid menjelaskan penetapan tersangka harus didasari dua alat bukti, sebagaimana diatur dalam pasal 184 KUHAP. Bukti itu bukan hanya sekedar formalitas saja, namun harus membuat terang tindak pidana yang terjadi.
Selain itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) juga harus bisa membuktikan soal kerugian negara sebesar Rp400 miliar, yaitu nilai keuntungan yang diperoleh delapan perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik negara.
"Harus dibuktikan aliran dana dari delapan perusahaan swasta dimaksud kepada pemohon dan harus terdapat hasil audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) yang menyatakan telah terjadi kerugian keuangan negara," jelas Zaid.
Sebab, lanjut Zaid, berdasarkan Putusan MK RI No. 25/PUU-XIV/2016 menyebutkan bahwa unsur merugikan keuangan negara tidak lagi dipahami sebagai perkiraan (potential loss), namun harus sudah terjadi atau nyata (actual loss) untuk dapat diterapkan dalam tindak pidana korupsi.
Selain itu juga, Zaid mengatakan bahwa kebijakan impor gula yang dibuat Tom Lembong juga merupakan ranah hukum administrasi bukan tindak pidana.
"Bahwa pada faktanya kebijakan impor gula pada masa kepemimpinan pemohon sebagai Menteri Perdagangan (policy maker) adalah ranah hukum administrasi negara sehingga perbuatan pemohon dalam mengambil kebijakan impor gula untuk kepentingan masyarakat bukan merupakan tindak pidana," ujar Zaid.
Menurut Zaid, Kejaksaan Agung dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka seharusnya memastikan perbuatan yang disangkakan adalah perbuatan orang atau korporasi.
Dalam hal orang perseroangan, kata Zaid, maka perbuatan dimaksud harus perbuatan dalam kapasitas pribadi, bukan perbuatan dalam kapasitas jabatan.
Apabila dalil tersebut dihubungkan dengan proses penyidikan perkara a quo, maka Kejagung menyasar pada kebijakan Tim Lembong semasa menjabat sebagai menteri perdagangan.
Di mana, kebijakan seorang menteri adalah kebijakan pejabat tata usaha negara yang hanya dapat dinilai secara hukum sebagaimana Undang-undang Nomor 30 tahun 2014 Tentang administrasi pemerintahan.
"Dalam hal ini penetapan pemohon sebagai tersangka adalah tidak sah karena kebijakan izin impor merupakan ranah hukum administrasi negara, bukan domain hukum pidana," ujarnya.
Zaid menambahkan penahanan terhadap Tom Lembong juga tidak berdasarkan alasan objektif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP.
"Dengan demikian, syarat objektif penahanan berupa "diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup" tidak terpenuhi dan tindakan termohon melakukan penahanan terhadap pemohon merupakan abuse of power serta tindakan kriminalisasi atas diri pemohon," kata Sugito.
Atas dasar alasan tersebut, kuasa hukum Tom Lembong meminta hakim tunggal Tumpanuli Marbun menyatakan penetapan tersangka dan penahanan tidak sah dan harus batal demi hukum. Kuasa hukum juga meminta nama baik Tom Lembong direhabilitasi atau dipulihkan.
KEYWORD :Kejaksaan Agung Korupsi Impor Gula Kementerian Perdagangan Tom Lembong