Calon pimpinan KPK, Agus Joko Pramono. (Tangkapan layar TVR Parlemen)
Jakarta, Jurnas.com - Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Joko Pramono menjalani uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) di Komisi III DPR RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11).
Mantan Wakil Ketua BPK ini menjelaskan, tidak akan fokus ke dalam operasi tangkap tangan (OTT) apabila terpilih menjadi pimpinan KPK. Agus lebih memilih fokus dalam fase building alias membangun kasus secara menyeluruh.
“Saya akan berkonsentrasi pada case building. Kalau ada OTT, itu bonus. Saya tidak akan pernah merencanakan OTT,” terang Agus.
Dia menjelaskan, kegiatan OTT baru dilakukan jika bukti yang dibutuhkan hampir lengkap atau penyelidikan minimal mencapai 80 persen.
“Seandainya fase penyelidikan ini sudah 80 persen atau lebih untuk dapat membuktikan, maka silakan lakukan OTT. Tapi seandainya di awal fase penyelidikan di-OTT, justru akan mengecilkan case building yang sedang dibuat, karena kita tidak mempunyai data yang cukup untuk menersangkakan orang kecuali nilai suapnya saja,” terang Agus.
Lebih jauh dia mengatakan, OTT yang dilakukan di awal penyelidikan sering kali hanya menghasilkan penindakan terhadap nilai suap tanpa membongkar akar permasalahan yang lebih besar.
Agus menekankan pentingnya mengarahkan sumber daya penyelidik dan penyidik untuk menuntaskan kasus besar.
Agus juga mengungkapkan pandangannya berdasarkan pengalaman sebagai Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurutnya, BPK menerbitkan lebih dari seribu laporan audit setiap tahun yang berisi berbagai temuan potensi pelanggaran hukum.
“BPK setahun menerbitkan 1.162 laporan, yang di dalam semuanya isinya gejala atau indikasi masalah. Saya rasa 116 penyidik dan penyelidik KPK kalau berkonsentrasi pada kasus-kasus besar dalam laporan itu, hasilnya akan lebih optimal,” kata Agus.
Strategi tersebut dinilai sebagai pendekatan yang berorientasi pada hasil jangka panjang dalam memberantas korupsi.
Agus menilai, strategi tersebut menjadi langkah untuk mengoptimalkan sumber daya yang dimiliki KPK dalam menangani kasus besar yang berpotensi merugikan negara secara signifikan.
Sebelumnya, Calon pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak menilai bahwa operasi tangkap tangan (OTT) tidak sesuai dengan ketentuan di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Bukan tanpa alasan, menurut dia, pengertian OTT yang merupakan sesuatu hal yang telah dipersiapkan dan direncanakan berbeda dengan pengertian dalam KUHAP. Di mana disebutkan bahwa pengertian tangkap tangan dalam KUHAP adalah peristiwa penindakan hukum yang pelakunya seketika langsung ditetapkan sebagai tersangka.
"Kalau ada satu perencanaan, operasi itu terencana, peristiwa yang terjadi suatu ketika itu tertangkap, ini suatu tumpang tindih yang tidak tepat," papar Johanis dalam uji kelayakan dan kepatutan Capim KPK yang digelar Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/11).
KEYWORD :
Warta DPR Komisi III Agus Joko Pramono Capim KPK OTT korupsi