Calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Johanis Tanak. (Foto: Dok. CNN Indonesia)
Jakarta, Jurnas.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) merespons pernyataan Calon Pimpinan (Capim) KPK, Johanis Tanak yang ingin menghapus operasi tangkap tangan (OTT) jika terpilih menjadi pimpinan KPK periode 2024-2019.
Peneliti ICW Diky Anandya menilai pernyataan Johanis Tanak itu tidak lebih untuk mengambil hati anggota DPR agar lolos tes uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) Capim KPK.
"Pernyataan itu dilontarkan oleh Tanak tidak lebih dari sekedar hanya untuk mengambil hati anggota DPR yang mengujinya. Padahal yang disampaikannya jelas tidak berdasar dan menyesatkan," kata Diky dalam keterangannya, Rabu 29 November 2024.
Diky mengatakan bahwa praktik yang selama ini dilakukan oleh KPK dalam melakukan OTT, selalu didahului dengan proses perencanaan. Mulai dari penyadapan hingga pengintaian kepada terduga pelaku korupsi.
"Ketika terduga beraksi, KPK dapat langsung melakukan penangkapan," kata Diky.
Dia menjelaskan bahwa penyadapan sendiri merupakan sebuah proses perencanaam ketika hendak melakukan OTT. Hal itu secara eksplisit telah diamanatkan dalam Pasal 12 ayat (1) UU KPK.
“Dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyadapan”
Benny Mamoto: Perlu UU Khusus Mengatur OTT KPK
Artinya, kata Diky, penyadapan tentu boleh dilakukan sebagai sebuah perencanaan untuk menentukan ada tidaknya tindak pidana korupsi.
"Sehingga, OTT yang selalu dilakukan oleh KPK adalah bentuk manifestasi dari hasil penyadapan sebagai bukti petunjuk untuk mengungkap tindak pidana dan menangkap pelaku dan dengan kata lain terminologi OTT yang digunakan oleh KPK sama dengan keadaan tertangkap tangan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 19 KUHAP," jelas Diky.
Selain itu, ICW juga mengingatkan kepada Johanis Tanak bahwa OTT menjadi salah satu instrumen hukum yang sangat ampuh untuk melakukan penindakan di KPK.
Melaui OTT, kata Diky, KPK mencatatkan banyak keberhasilan dalam mengungkap tindak pidana korupsi yang melibatkan pejabat tinggi negara. Mulai dari menteri, ketua DPR, hingga hakim MK.
Oleh karena itu, Diky mengatakan apabila Tanak hendak menghapus OTT sebagai sebuah strategi dalam pemberantasan korupsi, maka itu hanya untuk melemahkan kinerja KPK.
"Atas alasan tersebut, ICW mendesak kepada anggota DPR untuk tidak memilih calon pimpinan KPK berdasarkan selera subjektif hanya kerena calon yang diuji hendak menghapus OTT, sebab hal tersebut bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi," pungkasnya.
Untuk diketahui, Johanis Tanak sebelumnya mengaku akan menghapus OTT jika terpilih menjadi Ketua KPK. Hal itu disampaikan saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan di Komisi III DPR RI.
Johanis Tanak yang saat ini menjabat sebagai Wakil Ketua KPK aktif menilai bahwa konsep OTT KPK tidak sesuai dengan KUHAP.
"Seandainya bisa jadi, mohon izin, jadi ketua, saya akan tutup, close. Karena itu tidak sesuai pengertian yang dimaksud dalam KUHAP," kata Tanak disambut tepuk tangan anggota dewan.
KEYWORD :KPK Calon Pimpinan Capim Johanis Tanak Operasi Tangkap Tangan Komisi III DPR