Ilustrasi frugal living atau gaya hidup hemat (Foto: Pexels/Julia M Cameron)
Jakarta, Jurnas.com - Belakangan ini, frugal living atau gaya hidup hemat semakin menjadi sorotan di tengah perekonomian Indonesia yang tengah lesu. Banyak warganet yang mengajak untuk lebih berhemat sebagai bentuk protes terhadap rencana pemerintah untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang mulai berlaku pada 2025.
Namun, apakah gaya hidup hemat ini benar-benar bisa menjadi solusi untuk menghadapi tantangan ekonomi yang semakin berat? Berikut ini adalah rangkuman dari berbagai sumber yang mengulas tentang frugal living, trennya di tengah rencanan kenaikan PPN, serta tantangan yang mungkin dihadapi dalam menerapkannya.
Frugal Living: Apa Itu dan Mengapa Jadi Tren?
Menurut laman kemenkeu.go.id, frugal living adalah konsep di mana seseorang mengalokasikan dana yang dimiliki dengan kesadaran penuh (mindful), disertai dengan pertimbangan dan analisis yang baik, serta strategi pencapaian tujuan keuangan masa depan yang jelas. Frugal living bukan hanya tentang mengurangi pengeluaran secara drastis, tetapi juga bagaimana kita lebih bijak dalam menggunakan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan finansial jangka panjang.
Frugal living sering kali diidentikkan dengan kehidupan yang sederhana. Seseorang yang mengadopsi gaya hidup ini akan memilih untuk memasak sendiri daripada membeli makanan di luar, membeli produk tanpa memedulikan merek, dan tidak terlalu memusingkan tren fesyen atau gawai terbaru. Prinsip utama frugal living adalah memprioritaskan kebutuhan dan tujuan finansial daripada keinginan sesaat.
Dengan adanya tantangan ekonomi global dan rencana kenaikan PPN, banyak orang beralih ke gaya hidup ini untuk menjaga stabilitas keuangan mereka. Banyak orang memilih untuk mengurangi pengeluaran di sektor-sektor yang kurang penting, seperti hiburan, makanan mewah, atau barang-barang non-prioritas lainnya. Gaya hidup ini sering kali dipromosikan di sosial media sebagai langkah untuk "bertahan hidup" menghadapi ketidakpastian ekonomi.
Kenaikan PPN 12 Persen: Mengapa Ini Membuat Frugal Living Semakin Populer?
Rencana pemerintah untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen pada 2025 memicu kegelisahan di kalangan masyarakat, terutama di kalangan kelas menengah yang semakin terhimpit oleh biaya hidup yang terus meningkat. Di tengah ketidakpastian ekonomi, banyak warganet yang menyuarakan protes dengan mengajak untuk hidup lebih hemat. Beberapa bahkan melihat ini sebagai bentuk penolakan terhadap kebijakan yang dirasa membebani masyarakat.
Namun, meskipun gaya hidup hemat mendapat perhatian besar, apakah ini benar-benar bisa menjadi solusi untuk menghadapi kenaikan PPN? Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan.
Frugal Living: Apakah Cukup untuk Menghadapi Kenaikan PPN?
Meskipun frugal living menawarkan cara untuk mengelola keuangan dengan lebih bijak, kenyataannya gaya hidup ini tidak selalu cukup untuk menanggulangi beban pajak yang lebih tinggi. Berikut beberapa alasan mengapa frugal living bukanlah solusi sempurna dalam menghadapi kenaikan PPN:
-
Kelas Menengah Terus Tertekan
Masyarakat kelas menengah yang sudah berjuang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mungkin akan merasa semakin sulit untuk beradaptasi dengan kenaikan PPN yang tajam. Menekan pengeluaran bukan berarti mereka bisa menghindari dampak kenaikan harga barang dan jasa yang terkait dengan pajak ini. Pada akhirnya, meskipun mereka bisa mengurangi pengeluaran, daya beli mereka tetap tergerus oleh kenaikan biaya hidup. -
Perekonomian yang Lesu
Perekonomian Indonesia yang masih lesu juga menjadi faktor penentu keberhasilan gaya hidup hemat. Penghasilan yang stagnan atau bahkan berkurang sulit untuk diimbangi dengan penghematan saja. Jika penghasilan masyarakat tidak meningkat seiring dengan kenaikan pajak, maka dampak negatif terhadap konsumsi masyarakat secara keseluruhan tidak bisa dihindari. -
Dampak Pada Bisnis Kecil
Kenaikan PPN akan mempengaruhi hampir semua sektor, termasuk usaha mikro dan kecil yang sangat bergantung pada daya beli masyarakat. Meskipun mereka berusaha menjalankan frugal living, jika pasar mereka tertekan, akan semakin sulit untuk bertahan. Bahkan dengan mengurangi pengeluaran, mereka tidak akan dapat mengimbangi dampak dari kenaikan harga barang dan jasa yang disebabkan oleh pajak tersebut.
Apakah Negara Akan Rugi Jika Frugal Living Menjadi Tren?
Frugal living memang membantu individu bertahan, tetapi jika semakin banyak orang yang mengurangi pengeluaran mereka, maka ada dampak jangka panjang yang perlu dipertimbangkan. Salah satunya adalah penurunan konsumsi masyarakat. Sebagai negara yang bergantung pada pajak sebagai salah satu sumber pendapatan utama, jika masyarakat semakin berhemat dan menurunkan konsumsi, bisa jadi negara akan menghadapi penurunan penerimaan pajak, meskipun PPN dinaikkan.
Namun, dampak ini tentu tidak serta-merta terjadi. Jika masyarakat hanya mengurangi pengeluaran secara selektif, atau jika ada sektor-sektor yang tetap tumbuh meskipun kenaikan PPN diterapkan, maka ekonomi tetap bisa bergerak. Tantangan sesungguhnya adalah bagaimana pemerintah bisa menjaga keseimbangan antara kebijakan fiskal yang menambah pemasukan negara dan kemampuan masyarakat untuk bertahan secara finansial.
Frugal Living sebagai Pilihan, Bukan Satu-satunya Solusi
Meski gaya hidup hemat menjadi populer sebagai bentuk reaksi terhadap kenaikan PPN, perlu diingat bahwa ini hanya salah satu cara untuk bertahan hidup di tengah ketidakpastian ekonomi. Frugal living bisa menjadi langkah bijak untuk mengelola keuangan pribadi, namun kebijakan yang lebih inklusif dan berpihak pada rakyat kecil juga diperlukan untuk memastikan perekonomian negara tetap stabil.
Selain itu, keberhasilan gaya hidup ini sangat bergantung pada faktor-faktor lain seperti peningkatan kualitas sumber daya manusia, perbaikan iklim usaha, serta kebijakan pemerintah yang mampu mendukung kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Ajakan untuk Bijak Mengelola Keuangan
Jadi, apakah frugal living benar-benar menjadi jawaban untuk masalah ekonomi Indonesia yang semakin pelik? Jawabannya mungkin tidak sesederhana itu. Memang, mengelola keuangan dengan bijak adalah hal yang perlu dilakukan oleh setiap individu, terutama di tengah masa-masa sulit. Namun, untuk mencapainya, diperlukan lebih dari sekadar hidup hemat; diperlukan kebijakan yang mendukung perekonomian, kesejahteraan, dan daya beli masyarakat.
Sebagai masyarakat yang sadar akan pentingnya perencanaan keuangan, kita bisa berperan aktif dalam mendukung kebijakan yang lebih berpihak pada rakyat kecil dan membantu menciptakan perekonomian yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Gaya hidup hemat memang penting, tetapi solusi jangka panjang membutuhkan kolaborasi antara individu dan pemerintah untuk menciptakan ekonomi yang lebih seimbang dan adil.
KEYWORD :Frugal Living Gaya Hidup Hemat PPN Naik PPN 12 Pajak 12 Persen