Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Pemerintah memberikan perhatian serius terhadap industri baja nasional yang berjuang di tengah serbuan produk baja impor. Agar mampu bersaing dan meningkatkan utilisasi dalam negeri, diperlukan strategi jitu jika tidak ingin menjadi korban penetrasi dumping negara lain.
Demikian disampaikan Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) RI, Faisol Riza, ketika menerima kunjungan Indonesian Iron & Steel Industry Association (Asosiasi Industri Besi dan Baja Indonesia/IISIA) di Kantor Kementerian Perindustrian (Kemenperin), pada Selasa (17/12).
Menurut Wamen Faisol, upaya membangun Indonesia lebih maju membutuhkan dukungan penuh dari industri dalam negeri, termasuk industri baja nasional. Namun, di sisi lain, industri dalam negeri juga harus meningkatkan utilisasinya. Karena itu, dia menginisiasi penyusunan peta jalan (roadmap) industri baja nasional.
"Kalau misalnya kita punya roadmap, menurut saya bagus dari sisi supaya industri baja kita bisa kita sampaikan. Kalau ada kenaikan utilisasi, syarat-syaratnya itu apa saja," kata Wamen Faisol.
"Tentu bukan sekadar keinginan meningkatkan utilisasi, tapi bahan baku untuk memproduksi baja lebih banyak kan juga butuh dukungan. Bahan baku dalam negeri, bahan baku impor, ini kan kita perlukan kebijakan secara khusus," dia menambahkan.
Dalam penyusunan peta jalan, lanjut Wamenperin, industri dapat berkontribusi memberikan masukan kepada pemerintah. Di antaranya peluang efek ganda (multiplier effect) industri baja nasional terhadap sektor ekonomi maupun penyerapan tenaga kerja.
"Sekarang kan utilisasinya baru 60-65 persen. Kalau tahun depan misalnya ditingkatkan menjadi 70 persen, kontribusi kepada pendpaatan negara yang bisa kita berikan itu berapa," ujar Wamen Faisol.
Dengan perhitungan semacam ini, terbuka peluang pemerintah akan melakukan tinjauan ulang terhadap importasi baja, serta penataan kebijakan di sektor perdagangan impor, terutama produk baja jadi.
"Kondisi industri baja ini kalau tidak ada perubahan akan ada dampak sistemik terhadap pembangunan industri secara keseluruhan. Juga, melakukan upaya penyelamatan terhadap industri baja, jangan mati pelan-pelan seperti industri tekstil," kata dia.
Sementara itu, Chairman IISIA, Muhammad Akbar mengatakan bahwa situasi industri baja nasional saat ini sedang tidak baik-baik saja. Produktivitas baja dalam negeri saat ini hanya 18 juta ton crude steel (baja kasar) per tahun. Jumlah ini cukup kecil bila dibandingkan Tiongkok yang mampu memproduksi 1 miliar ton crude steel per tahun.
"China juga mengerem pembangunan infrastruktur. Dengan kapasitas 1 miliar ton per tahun, maka China akan mencari pasar ke luar salah satunya Indonesia. Sayangnya, Indonesia 10-15 tahun ke belakang, inisiasi melakukan proteksi dalam negeri masih rendah," ujar Akbar.
Karena itu, Akbar berharap pemerintah melakukan intervensi untuk melindungi industri baja nasional dari serbuan produk impor. Termasuk mendorong pengenaan bea masuk antidumping baja.
"Sudah saatnya negara hadir untuk mewujudkan Asta Cita Presiden Prabowo untuk mencapai pertumbuhan ekonomi 8 persen. Tanpa melakukan upaya strategis, cita cita ini sulit diwujudkan," dia menambahkan.
Audiensi IISIA dan Wamenperin dihadiri oleh: Jajaran pejabat Direktorat Jenderal Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT); Direktur Utama Krakatau Steel/Chairman IISIA Muhammad Akbar; Direktur PT The Master Steel/Vice Chairman IISIA Ismail Mandry; Executive Director IISIA Harry Warganegara; Co-Executive Director IISIA Yerry; Direktur PT SPINDO Hardiman; Perwakilan Krakatau Posco Arie; VP CORA Hengky; dan Direktur PT Krakatau Posco Bimakarsa Wijaya.
KEYWORD :Wamenperin Faisol Riza Industri Baja