Kamis, 19/12/2024 02:10 WIB

Sejarah Pajak di Indonesia, dari Kerajaan hingga Era Modern

Dari sistem upeti yang diberikan kepada raja hingga munculnya pajak modern, sejarah pajak di Indonesia telah melalui berbagai perkembangan yang signifikan

Ilustrasi Pajak di Indonesia (Foto: Antara)

Jakarta, Jurnas.com - Pajak adalah salah satu pilar utama dalam pembiayaan negara, namun tahukah Anda bahwa pajak di Indonesia memiliki sejarah panjang yang bermula sejak zaman kerajaan? Dari sistem upeti yang diberikan kepada raja hingga munculnya pajak modern, sejarah pajak di Indonesia telah melalui berbagai perkembangan yang signifikan. Berikuti ini adalah perjalanan pajak di Indonesia, dari masa kerajaan hingga era modern, yang dirangkum dari berbagai sumber.

Awal Mula Pajak di Indonesia: Era Kerajaan dan Kolonial

Pada masa kerajaan di Nusantara, rakyat sudah mengenal sistem pungutan yang mirip dengan pajak, yang sering disebut sebagai upeti. Pungutan ini bersifat sukarela, diberikan oleh rakyat kepada raja sebagai persembahan, dan sering kali berupa hasil bumi seperti padi, kelapa, atau ternak. Sebagai imbalannya, rakyat menerima jaminan keamanan dan ketertiban dari raja.

Namun, pergeseran besar terjadi ketika Belanda mulai menjajah Indonesia. Pada masa ini, pajak mulai diterapkan secara lebih terstruktur dan sistematis. Salah satu pajak pertama yang dikenakan di Indonesia adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang pada awalnya lebih dikenal sebagai pajak pertanahan. Pajak ini dimulai ketika Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) menduduki wilayah Hindia Belanda. Pada waktu itu, inspektur VOC melakukan survei tanah di daerah Parahyangan, yang menghasilkan keputusan untuk mengenakan Landrente, yaitu pajak atas tanah yang dipungut dari rakyat.

Dengan sistem ini, rakyat harus membayar sejumlah uang, yang besarnya mencapai 80% dari nilai tanah yang dimiliki. Setelahnya, kebijakan pajak tanah ini berkembang di bawah pemerintahan Inggris yang dipimpin oleh Raffles, yang mengenakan tarif pajak sebesar 2,5% untuk pribumi dan 5% untuk tanah yang dimiliki oleh bangsa lain.

Pajak pada Zaman Penjajahan Belanda dan Jepang

Zaman Belanda membawa berbagai perubahan dalam sistem perpajakan di Indonesia. Pada tahun 1920, Ordonantie op de Herziene Inkomstenbelasting (Pajak Penghasilan) mulai diberlakukan, yang menandai awal pengenaan pajak terhadap pendapatan masyarakat. Diikuti oleh pajak atas badan usaha pada tahun 1925 dengan Ordonantie op de Vennootschapbelasting (Pajak Perseroan), yang merupakan cikal bakal dari Pajak Penghasilan Badan yang kita kenal saat ini.

Pada masa penjajahan Jepang, sistem pajak lebih banyak berbentuk pungutan yang memberatkan rakyat, terutama karena Jepang memfokuskan semua sumber daya untuk kepentingan perang. Pajak yang dikenakan sering kali tidak transparan dan sulit dibedakan dengan rampasan perang.

Pergeseran Pajak: Dari Upeti ke Pajak Modern

Pajak di Indonesia mulai diterapkan secara lebih teratur dan permanen sejak masa kolonial. Dari pajak atas tanah, pajak pendapatan, hingga pajak kekayaan yang pertama kali dikenakan pada masa pemerintahan Belanda. Bahkan, pada masa penjajahan Belanda, berbagai peraturan pajak mulai dikeluarkan, seperti Inkomsten Belasting pada tahun 1908, yang dikenakan pada pendapatan, dan Ordonansi Pajak Perseroan pada tahun 1925.

Pada masa Jepang, pajak atas hasil bumi menjadi lebih mendalam, dan pada tahun 1959, pajak hasil bumi kembali dikenakan berdasarkan nilai tanah, dengan mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 11 Prp 1959.

Pajak Setelah Kemerdekaan: Langkah Menuju Negara yang Mandiri

Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, pajak menjadi salah satu fokus utama pemerintahan. Pemerintah baru segera mengatur pajak dalam Pasal 23 UUD 1945, yang menyatakan bahwa "Segala pajak untuk negara berdasarkan undang-undang". Ini menandai awal mula sistem pajak modern yang lebih terorganisir di Indonesia.

Namun, situasi ekonomi pasca-kemerdekaan yang tidak stabil membuat pemungutan pajak menjadi tantangan besar. Pemerintah menghadapi kesulitan dalam penerapan undang-undang perpajakan, terutama selama periode Agresi Militer Belanda, yang memaksa pemerintah Indonesia untuk melarikan diri ke Yogyakarta.

Meski begitu, pemerintahan Indonesia tetap berusaha mengatur pajak, dan pada tahun 1951, Pajak Penjualan mulai diberlakukan. Sistem official assessment diterapkan, di mana fiskus menentukan besaran pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.

Era Orde Baru: Pembaharuan Sistem Pajak dengan Self Assessment

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, sistem pajak di Indonesia mengalami pembaharuan signifikan. Pemerintah memulai penerapan sistem self-assessment, di mana wajib pajak dihimbau untuk menghitung sendiri besaran pajaknya. Sistem ini lebih mengedepankan transparansi dan kepercayaan terhadap wajib pajak, dan ini menjadi dasar bagi pengenaan pajak yang lebih adil.

Penerapan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1967 dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1967 menjadi cikal bakal dari sistem pajak modern yang lebih sistematis dan efisien. Sistem self-assessment yang diperkenalkan memberikan kewenangan kepada wajib pajak untuk menghitung pajaknya sendiri, meskipun tetap diawasi oleh pemerintah.

Perkembangan Pajak di Indonesia Era Modern

Saat ini, pajak di Indonesia telah berkembang pesat. Pemerintah telah memperkenalkan berbagai jenis pajak baru, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penghasilan (PPh), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Sistem perpajakan juga semakin digital dengan adanya layanan pajak online yang memudahkan wajib pajak untuk membayar pajak secara efisien.

Selain itu, pengawasan pajak di Indonesia semakin ketat, dengan berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran wajib pajak tentang kewajiban mereka.

KEYWORD :

Sejarah Pajak Perkembangan pajak pajak di Indonesia




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :