Pengamat Komunikasi Politik, Frans Immanuel Saragih. Foto: dok. jurnas
JAKARTA, Jurnas.com - Pengamat Komunikasi Politik Frans Immanuel Saragih membuat refleksi politik Indonesia sepanjang tahun 2024. Kalimat yang pertama keluar dari aktivis 1998 ini, “tahun 2024 adalah drama politik besar Indonesia pasca reformasi.
Frans kepada jurnas.com, Senin (30/12/2024), mengatakan, apa yang terjadi pada 2024 tidak terlepas dari peristiwa yang terjadi pada 2023.
“Saat Gibran berhasil menjadi Walikota Solo banyak para pengamat dan ilmuwan politik mulai berfikir apa langkah catur politiknya ke depan, karena periode Jokowi akan berakhir pada 2024, dan sebagaimana kita ketahui Prabowo sudah ada dalam kabinet sejak 2019. Selain itu dapat dipastikan Prabowo akan maju sebagai Capres 2024,” kata Frans.
Selain itu, lanjut Frans, satu satunya partai yang memiliki kemampuan untuk mencalonkan secara Tunggal hanya ada pada PDIP yang akhirnya berkoalisi dengan PPP di Pilpres 2024.
Manuver pihak Istana dibawah Jokowi terus terjadi, yang acap kali mengundang geram pihak PDIP, khususnya dengan manuver Gibran yang pada saat itu merupakan kader PDIP.
Selain itu iparnya, Boby Nasution, juga merupakan kader PDIP, ternyata akhirnya meninggalkan PDIP untuk maju sebagai Gubernur Sumatera Utara dan akhirnya menang mengalahkan Eddy Rahmayadi.
Tampak jelas kegamangan dalam tubuh PDIP sewaktu Prabowo berpasangan dengan Gibran, ditambah lagi pengakuan mantan Kepala Lemhanas Andi Wijayanto bagaimana tantangan yang akan diberikan kepada PDIP. Walaupun akhirnya PDIP menetapkan Ganjar Pranowo berpasangan dengan Prof Mahfud MD.
Disisi lain ada penantang kuat Prabowo yaitu Anies Baswedan, dari awal 2023 Anies terlihat begitu mesra dengan Ketum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono untuk maju sebagai Capres dan Cawapres di Pilpres 2024.
Bagaikan petir disiang bolong tiba tiba Surya Paloh Ketum Partai Nasdem mengganti pasangan Anies menjadi Muhaimin Iskandar Ketum PKB yang juga merupakan partai pendukung kuat Jokowi dan memiliki beberapa menteri di Kabinet Jokowi.
“Jadi dari tiga pasangan Pilpres Sebagian besar adalah orang dekat Jokowi pada masa pemerintahannya, hanya saja Prof Mahfud mengambil langkah bijaksana untuk mundur dari kabinet, dan ini bisa apresiasi positif karena memberikan pendidikan politik yang baik bagi Masyarakat tentang etika politik dalam sebuah kontestasi,” ujar Frans Saragih.
Hasilnya, Prabowo-Gibran keluar sebagai pemenang Pilpres dengan suara mencapai suara sekitar 58% mengalahkan pasangan Anies dan juga pasangan Ganjar.
Pasca Pilpres, kemelut juga terjadi di KADIN (Kamar Dagang Indonesia ), dimana Ketua Kadin sebelumnya Arsjad Rasyid di gantikan oleh Anindya Bakrie yang merupakan anak dari Aburizal Bakrie melalui mekanisme Munaslub KADIN.
“Kita ketahui bersama bahwa Arsjad Rasyid merupakan Ketua Tim Pemenangan dari pasangan Ganjar Mahfud. KADIN sendiri sebagaimana diketahui memiliki peranan penting dalam dunia usaha Indonesia, dan para Pengurus Pusat KADIN berisikan orang orang yang berpengaruh dalam dunia bisnis Indonesia serta dekat dengan kekuasaan. Oleh karena itu banyak pihak beranggapan pergantian pimpinan KADIN ini merupakan peristiwa politik juga atau tidak?” ucap Frans Saragih.
Frans mengutip Vancil, David L., 1993, dalam bukunya Rhetoric and Argumentation bahwa dalam setiap kontestasi sering terjadi situasi ketidaksepakatan atau pertentangan muncul.
Setiap isu mengandung tiga hal yakni segi potensi, segi kontestasi dan segi akseptasi. Potensi suatu isu mengandung pengertian ada segi-segi yang memicu semua pertanyaan vital oleh mereka yang pro dan mereka yang kontra. Sisi ini memperlihatkan lingkup dan kualitas masalah-masalah yang dipersoalkan.
Kontestasi mengandung pengertian bahwa ada pihak-pihak yang bertentangan sehingga menimbulkan: clash of argument. Di dalam lingkup ini ada pertukaran yang saling bersaing terhadap nilai, fakta dan kebijakan terhadap sumbersumber masalah yang memotivasi tindakan tindakan.
Sementara akseptasi mengandung pengertian bahwa ada berbagai pihak atau dua sisi yang menerima sisi-sisi yang disepakati atau disetujui.
Peristiwa politik kemudian terjadi lagi dalam penyusunan para ,enteri di Kabinet Prabowo – Gibran, dimana pihak pihak yang berlawanan dalam Pilpres masuk dalam Kabinet, seperti para Menteri yang berasal dari PKB, dan ada juga Menteri usulan PKS dari kalangan professional.
Menurut Istana ini merupakan cara agar pemerintahan bersatu dan kuat untuk pembangunan bangsa ke depan.
“Tetapi menurut kacamata saya akan lebih ideal bila anggota kabinet yang baru murni dari pihak pemenang saja, karena itu juga memberikan pendidikan politik yang baik, bahwa setiap kontestasi selalu ada yang menang dan kalah serta ada konsekwensi dari konsestasi tersebut. Yang terpenting bagaimana membangun iklim politik yang dewasa di Masyarakat Indonesia,” tutur Frans.
“Akibat dari ini Masyarakat banyak beranggapan bahwa Pemilu, Pilpres bagaikan sebuah drama politik besar yang dikelola bagaikan sebuah orkestrasi besar yang menarik,” imbuhnya.
Peristiwa terus berlanjut kepada Pilkada, dimana orkestrasi besar terus terjadi yang mana kelompok partai besar bergabung menghadapi calon dari PDIP, dan hasilnya, PDIP di Pulau Jawa hanya memenangkan Pilkada Gubernur Jakarta, sedangkan di Pilkada Gubernur Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur, PDIP menghadapi kekalahan. Bahkan untuk pertama kali di Jawa Tengah, pemenang Gubernur bukan berasal dari PDIP.
“Ini merupakan pukulan besar bagi PDIP, semoga ini menjadi koreksi juga bagi PDIP untuk berbenah, karena slogan PDIP sebagai Partai Wong Cilik terasa jauh bagi masyarakat kecil dalam 10 tahun terakhir ini,” tegas Frans.
Di Tengah menghadapi Pilkada terjadi lagi peristiwa besar di tubuh PMI (Palang Merah Indonesia ), perebutan kursi Pimpinan PMI terjadi antara Agung Laksono dan Jusuf Kalla.
PMI memiliki posisi yang sangat penting dalam dunia Kesehatan Indonesia, khususnya menyelamatkan nyawa manusia yang memerlukan transfusi darah. Selain itu, Agung maupun JK merupakan orang penting dan tokoh senior Golkar. Jusuf Kalla yang merupakan mantan Wapres di 2 Presiden yang berbeda,mantan Ketum Golkar , dan merupakan Pendukung Utama Anies Baswedan dalam Pilpres 2024. dengan kemampuan JK dalam menyelesaikan masalah akhirnya JK berhasil mempertahankan posisinya sebagai Ketua Umum PMI untuk tahun 2024-2029.
“Drama drama politik yang disajikan dari awal tahun 2024 bahkan hingga bulan Desember 2024 apakah bagus dalam pendidikan politik bagi masyarakat? Menurut saya hal-hal yang seperti ini sebaiknya dihindarkan di tahun tahun mendatang, untuk menuju masyarakat yang dewasa dalam politik. Karena drama sering membingungkan masyarakat, khususnya bagi masyarakat kaum bawah atau berpendidikan rendah, karena mereka hanya melihat pada bagian luarnya saja,” katanya.
“Dalam ilmu komunikasi kita mengenal yang nama dramatisme yang digagas oleh Kenneth Burke, dramatisme merupakan sebuah teori yang memposisikan dirinya dalam pencarian pemahaman aksi dalam kehidupan manusia sebagai drama.
Dimana tujuannya adalah memberikan pemahaman logis terhadap tindakan yang dilakukan,” lanjut Frans.
Menurut Frans, berdasarkan pemahaman di atas, bahwa proses yang terjadi dalam berbagai peristiwa di 2024 hanya memiliki tujuan satu yaitu mempertahankan kekuasaan dan menjadikannya sebagai kekuatan besar.
Disatu sisi adalah suatu hal yang sah-sah saja dalam mempertahankan kekuasaan, tetapi dari sisi komunikasi politik dan juga ilmu politik untuk menuju kedewasaan dalam politik berbangsa dan bernegara hal itu menjadi sulit untuk dicapai, karena terlalu banyak drama di dalamnya, sehingga tidak membuat masyarakat menjadi dewasa dalam politik, melainkan mengalami kebingungan politik.
Mudah mudahan di pemerintahan yang baru di era Pak Prabowo cara komunikasi politik dan etika politik yang dikedapankan lebih mengutamakan Pendidikan politik yang sehat kepada Masyarakat. Sebagai warga negara kita harus optimis dan harus yakin hari depan akan lebih baik lagi bagi Indonesia,” tutup Frans.
KEYWORD :Drama politik Pasca reformasi