Ilustrasi - Pesawat yang Terlibat dalam Tragedi Rengat 5 Januari 1949 (Foto: Inside Indonesia)
Jakarta, Jurnas.com - Pada 5 Januari 1949, Kota Rengat, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, menjadi saksi salah satu peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia. Tragedi ini terjadi di tengah Agresi Belanda II, ketika ribuan warga Rengat menjadi korban serangan udara dan darat oleh tentara Belanda. Dalam peristiwa tersebut, dua jenis pesawat Belanda—Mustang dan Dakota—berperan penting dalam mengubah jalannya sejarah. Berikut ulasan mengenai jenis pesawat yang terlibat dalam serangan mematikan ini.
Pesawat Mustang yang Menebar Kengerian di Langit Rengat
Pagi hari 5 Januari 1949, dua pesawat Mustang terbang rendah di langit Kota Rengat yang baru saja dilanda hujan semalam, seperti dikutip dari laman resmi Kebudayaan Kemendikbud. Pesawat ini, dengan cocor merah di depannya, dikenal sebagai pesawat tempur yang sangat tangguh pada masa itu. Mustang merupakan jenis pesawat yang digunakan oleh Belanda untuk menyerang dengan cara mengebom setiap penjuru Kota Rengat.
Pesawat Mustang yang digunakan Belanda pada masa itu merupakan varian P-51 Mustang, pesawat buatan Amerika yang terkenal dalam Perang Dunia II. Pesawat ini memiliki kecepatan tinggi dan kemampuan manuver yang sangat baik, menjadikannya ideal untuk serangan udara dengan bom. Dengan kehadiran Mustang, serangan udara yang dilancarkan Belanda menyebabkan kerusakan besar dan menewaskan banyak warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak. Serangan yang dimulai pada pagi hari tersebut baru berhenti sekitar pukul 09.45 WIB, tetapi kehancuran yang ditinggalkannya begitu dalam.
Tujuh Pesawat Dakota yang Membawa Pasukan Elit Belanda
Setelah serangan udara selesai, langit Rengat kembali bergemuruh dengan kedatangan tujuh pesawat Dakota milik Belanda. Pesawat Dakota, yang dikenal juga dengan nama C-47 Skytrain, adalah pesawat angkut militer yang digunakan untuk mengangkut pasukan dan persediaan. Dalam operasi militer ini, Dakota digunakan untuk menurunkan ratusan pasukan elit Belanda, yakni Korps Speciale Tropen (KST) yang terkenal dengan baret merahnya. Pasukan ini, yang telah dilatih di Batu Jajar, Bandung, diterjunkan di daerah Sekip, sebuah kawasan rawa yang kurang terjaga oleh pasukan Indonesia.
Pesawat Dakota memiliki peran strategis dalam perang gerilya, mengingat kemampuannya dalam mengangkut pasukan dengan cepat dan efisien. Begitu pasukan KST mendarat, mereka melancarkan serangan brutal terhadap penduduk dan tentara Republik Indonesia yang masih bertahan. Serangan ini menambah panjang penderitaan rakyat Rengat yang sedang berjuang melawan penjajahan Belanda.
Tragedi yang Mengubah Sejarah Rengat
Tragedi 5 Januari 1949 ini mencatatkan kisah pilu, di mana ribuan warga sipil tewas dalam waktu singkat. Di tengah serangan udara dan pendaratan pasukan Belanda, warga Rengat tak hanya kehilangan nyawa, tetapi juga harapan untuk hidup dengan damai. Tercatat dalam sejarah, peristiwa ini menyebabkan sekitar 1500 hingga 2000 kematian, meski angka resmi dari Belanda dalam Memorandum Excessennota tahun 1969 hanya mencatat 80 orang korban. Perbedaan angka ini masih menjadi perdebatan hingga kini, mencerminkan betapa sulitnya mengungkap fakta sebenarnya di balik tragedi tersebut.
Warisan Tragedi 5 Januari 1949 di Rengat
Peringatan setiap tahun atas Tragedi 5 Januari di Rengat menjadi pengingat akan kisah kelam yang melibatkan pesawat-pesawat Belanda, yang tak hanya meninggalkan jejak kehancuran, tetapi juga memori yang tak akan dilupakan. Masyarakat setempat mengganti nama Kampung Sekip menjadi Sekip Sipayung sebagai simbol pengingat akan darah yang tertumpah di tanah tersebut. Pesawat-pesawat Mustang dan Dakota yang terlibat dalam tragedi ini menjadi bagian dari memori kolektif yang harus terus dikenang, agar sejarah tidak terulang dan bangsa Indonesia terus mengingat pengorbanan para pejuangnya.
Pesawat Tempur Tragedi Rengat Berdarah Tragedi 5 Januari Pesawat Terbang