Sejumlah aliansi masyarakat menggelar unjuk rasa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta. (Foto: Dok. Jurnas.com)
Jakarta, Jurnas.com - Ratusan massa yang tergabung dalam sejumlah aliansi masyarakat menggelar unjuk rasa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Aksi ini digelar untuk mendesak PTUN agar menolak gugatan PT Sentosa Kurnia Bahagia (SKB) dengan nomor perkara: 250/G/2024/PTUN.JKT yang saat ini naik ke tingkat banding dengan nomor register : 250/G/2024/PT.TUN.JKT.
Pantauan di lokasi, aksi yang semula damai berakhir memanas setelah gabungan massa terdiri dari Aliansi Masyarakat dan Pemuda Musi Rawas Utara (Ampura), Jaring Hijau Hitam, dan Himpunan Masyarakat Kaum Buruh Tertindas (HMKBT) membakar ban di depan Gedung PTUN.
Gesekan itu terjadi saat petugas keamanan dari kepolisian dan PTUN mencoba memadamkan ban yang dibakar para demonstran. Aksi dorong sempat terjadi antara kedua pihak.
Hamid selaku Koordinator Aksi mengatakan pihaknya hadir ke PTUN untuk menyampaikan aspirasi dari masyarakat Musi Rawas Utara yang merasa terganggu dengan putusan tersebut. Dia bahkan mempertanyakan sikap PTUN yang menerima banding dari PT SKB.
Mengingat gugatan PT SKB sebelumnya telah ditolak PTUN pada 29 Agustus 2023. Tak hanya itu, kata dia, mengacu pada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara ditegaskan bahwa tenggat waktu mengajukan upaya banding hanya 90 hari, sedangkan upaya banding itu dilakukan PT SKB pada 18 Januari 2024.
"Dengan masuknya gugatan tersebut dari PT SKB, hal ini patut dipertanyakan karena terdapat gejala aneh seharusnya Pengadilan Tata Usaha Negara MENOLAK GUGATAN PT. SKB berdasarkan pada UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara posisinya di Pasal 55 ada tenggang waktu 90 hari setelah putusan itu dibuat, tetapi kenapa gugatan ini diterima, pertanyaan dasar kita itu," kata Hamid di Gedung PTUN Jakarta, Rabu (15/1).
Dia melanjutkan, tuntutan lain yang disuarakan dalam aksi ini adalah dampak dari gugatan tersebut. Hamid menilai keputusan PTUN menerima banding itu jelas mengganggu aktivitas masyarakat di Musi Rawas Utara, terutama buruh-buruh yang bekerja di PT Gorby Putra Utama (GPU).
"Karena adanya intervensi dari oknum-oknum yang tidak kenal. Nah kita hadir di sini untuk menyuarakan bahwasanya apa yang terjadi di Pengadilan berdampak di masyarakat bawah," ucapnya.
Di sisi lain, Hamid mengaku menerima banyak informasi dan sudah banyak beredar jika hakim-hakim telah dipilih secara khusus untuk mengabulkan permohonan PT SKB.
Atas dasar itu, Hamid mengatakan pihaknya mendesak agar Klmisi Yudisial (KY) memelotoi jalannya perkara sengketa antara PT GPU dengan PT SKb.
"Agar tidak terjadi praktik jual beli hukum, meminta Majelis Hakim menjaga integeritasnya dalam perkara antara PT GPU dan PT SKB agar tidak terjadi jual beli hukum. Juga meminta KY menyelidiki dugaan pemufakatan jahat dalam jalannya perkara PT GPU dengan PT SKB," kata dia.
Sementara itu, Abdillah selaku koordinator lapangan Lingkar Hijau Hitam memuntut majelis hakim menolak segala bentuk suap agar penegakan hukum dapat ditegakkan seadil-adilnya. Dia juga meminta agar tidak ada intervensi kepada Majelis Hakim dalam mengadili permasalahan di Musi Rawas Utara.
"Ini supaya masyarakat Musi Rawas Utara mendapatkan keadilan dalam permasahalan ini," katanya.
Dia juga menyampaikan kecurigaannya terkait adanya mafia peradilan dan mafia kasus yang bergerak mengondisikan Majelis Hakim PTUN Jakarta. Tak hanya itu, dia bahkan menduga oknum PTUN telah menerima suap terkait kasus ini.
"Kabar miring lainnya Majelis Hakim PTUN Jakarta yang ditunjuk juga sudah diamankan, gejala ini sangat membahayakan dan akan berdampak mengintervensi hukum," kata Abdillah.
Dia menekankan pihaknya tidak akan tinggal diam jika aspirasi yang disampaikan hari ini tidak diindahkan PTUN. Abdillah mengatakan akan membawa ribuan massa untuk kembali melakukan aksi di PTUN dan KY.
"Kami akan datang kembali bersama ribuan mahasiswa, masyarakat, buruh, sopir angkutan tambang, dan semua kelompok yang peduli dengan kepentingan pekerja tambang karena kasus ini ribuan pekerja tambang beserta anak dan istri sangat bergantung," tegasnya.
Hal senada disampaikan Koordinator HMKBT Hafi. Dia mendesak agar sengketa ini segera diselesaikan dengan adil.
Hafi mengatakan sengkarut keabsahan kepemilikan tanah membuat buruh, khususnya pegawai PT GPU terluntang-lantung. Dia ingin kasus ini segera berakhir agar para pegawai bisa kembali menggerakkan ekonomi keluarganya.
"Intinya poinnya cuma satu, kami bisa bekerja kembali dengan tenang, dan supaya di perusahaan kami berjalan kembali produksinya, supaya kami merasa membantu perusahaan menjalankan roda perekonomian perusahaan dan perekonokian buruh. Sengketa itu harus segera diselesaikan," kata dia.
Kasus ini bermula dari adanya keinginan PT SKB untuk menguasai lokasi Tambang di Musi Rawas Utara dengan menghalalkan segala cara. Termasuk, menerbitkan ijin perkebunan sawit abal-abal dengan berkoalisi bersama oknum pejabat Kabupaten Musi Banyuasin.
Padahal, di lokasi tersebut yang diterbitkan sesuai Permen 76 Tahun 2014 sudah jelas salah tempat karena masuk ke wilayah Kabupaten Musirawas Utara. Sehingga, bagaimana bisa izin terbit beda Kabupaten padahal di lokasi tersebut ada beberapa perusahaan aktif seperti IUP OP pertambangan PT GPU yang sudah beroperasi sejak 2009.
Lalu, PT Inayah perkebunan sawit, dan juga beberapa perusahaan tambang lainnya. Sangat jelas bahwa tindakan mafia tanah sangat meresahkan dan merugikan banyak pihak serta merusak iklim investasi di Kabupaten Musi Rawas Utara.
KEYWORD :
Komisi Yudisial KY PTUN unjuk rasa Musi Rawas Utara mafia tanah