Rabu, 05/02/2025 01:51 WIB

Kisruh LPG 3 Kg, Pengamat: Mengharapkan Langkah Bagus, Malah Sengsarakan Rakyat

Tak sedikit masyarakat yang marah besar karena mereka harus antre berjam-jam hanya untuk mendapatkan satu atau dua tabung gas melon.

Pengamat Komunikasi Politik Frans Immanuel. Foto: dok. jurnas

JAKARTA, Jurnas.com - Beberapa hari terakhir ini rakyat Indonesia dihebohkan dengan ditariknya Gas Melon 3 kg dari penjual eceran, dialihkan kepada Pangkalan Resmi.

Kebijakan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang dikenal sebagai menteri loyalis Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) tentu saja mendapat penentangan yang sangat keras dari masyarakat yang menjadi kesulitan membeli gas bersubsidi tersebut.

Tak sedikit masyarakat yang marah besar karena mereka harus antre berjam-jam hanya untuk mendapatkan satu atau dua tabung gas melon.

Pengamat Komunikasi Politik Frans Immanuel Saragih menyampaikan bahwa apa yang terjadi ini diluar dugaan dari pembuat keputusan.

“Boleh dikatakan pembuat keputusan “Mengharapkan Langkah Bagus, Jelek Komunikasi, dan Berakibat Melukai Hati Rakyat,” kata Frans Saragih, Selasa (4/2/2025).

Bagaimana tidak, kata Frans, tujuan awalnya adalah agar bisa mengontrol gas 3 kg tersebut tepat sasaran, karena memang tidak bisa dipungkiri juga banyak orang yang berkemampuan ekonomi baik tetap menggunakan gas 3 kg.

“Padahal seharusnya bagi mereka yang tingkat ekonominya baik menggunakan gas 12 kg dan sejenisnya. Hal seperti ini memang sudah terjadi bertahun tahun lamanya,” tutur Frans.

Menurut Frans, rencana tersebut sebenarnya bagus, tetapi bagaimana dalam implementasinya. Boleh dikatakan masyarakat Indonesia puluhan bahkan mungkin seratus juta rumah menggunakan gas 3 kg.

“Kita boleh berkaca bagaimana Pertamina mensosialisasikan penggunaan barcode dalam membeli Pertalite membutuhkan waktu berbulan bulan. Bandingkan dengan sosialisasi pembelian gas 3 kg yang harus di pangkalan resmi, bukan pengecer, baru dimulai kapan? Padahal ini berhubungan dengan ratusan jiwa masyarakat Indonesia yang menggunakan gas tersebut dalam kehidupannya sehari hari,” imbuhnya.

Sedangkan pernyataan Wakil Ketua DPR dari Partai Gerindra, Sufmi Dasco, bahwa kebijakan pengecer dilarang menjual gas 3 kg bukanlah keputusan Prabowo,  menurut Frans bisa dibenarkan, karena memang kementerian teknis yang mengambil keputusan tersebut.

“Tetapi paling tidak harus ada pemberitahuan kepada atasan menteri tersebut karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak, baik keluarga tidak mampu maupun para pejuang kehidupan seperti tukang nasi goreng, nasi uduk pinggir jalan, dan macam macam kegiatan usaha kecil,” tuturnya.

Tidak lama kemudian, Bahlil selaku menteri terkait membatalkan keputusan yang telah dibuatnya dengan alasan atas perintah Presiden. Sehingga pengecer kembali dapat menjual gas 3 kg.

Menurut Frans, inkonsistensi kebijakan tersebut bila dilihat dari sisi ilmu komunikasi sangat jelas terlihat bahwa komunikasi di internal kabinet Prabowo tidak berjalan dengan baik. Begitu juga komunikasi pemerintah dengan masyarakat, tidak baik.

KEYWORD :

LPG 3 Kg Bahlil Prabowo Frans Saragih




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :