Kamis, 06/02/2025 16:41 WIB

Perang Tarif AS dengan Kanada, Meksiko, dan China Bisa Bikin Rupiah Makin Terpuruk

Perang tarif, tidak hanya menimbulkan kerusakan ekonomi negara yang bertikai, tapi juga kehancuran ekonomi secara global.

Gelora Talks bertajuk Perang Tarif Amerika Vs Kanada, Ada Apa?, Rabu (5/2/2025) sore. Foto: gelora/jurnas

JAKARTA, Jurnas.com - -Diplomat Senior dan Pemerhati Politik Internasional Prof Imron Cotan berharap Presiden Prabowo Subianto menjadi penengah konflik perang tarif antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan Kanada, Meksiko dan China.

"Indonesia sebagai negara middle power, bisa menjadi penengah agar negara-negara besar ini tidak bertarung terus perang tarif," kata Imron Cotan dalam Gelora Talks bertajuk `Perang Tarif Amerika Vs Kanada, Ada Apa?, Rabu (5/2/2025) sore. 

Menurut dia, apabila perang tarif ini terus berlanjut, maka Indonesia juga akan menjadi korban. Dimana nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan semakin melemah dan terpuruk.

"Saya melihat dari perang tarif ini, yang menderita kita-kita juga. Buktinya nilai kurs dollar sekarang sudah Rp 16.400. Kalau terus dibiarkan, maka rupah akan terpuruk," katanya.

Mantan Duta Besar Australia tahun 2003-2005 dan Tiongkok tahun 2010-2013 ini mengatakan, perang tarif tersebut, akan berdampak pada jalur logistik dan menambah ketegangan baru di kawasan Asia-Pasifik, terutama di Laut China Selatan. 

Ia menilai perang tarif, tidak hanya menimbulkan kerusakan ekonomi negara yang bertikai, tapi juga kehancuran ekonomi secara global, terutama ekonomi negara-negara kecil.

Namun, Presiden AS Donald Trump untuk sementara menunda `perang dagangnya` ke Kanada dan Meksiko pada Senin (3/2/2025) waktu setempat, setelah  dibalas pengenaan tarif serupa sebesar 25 persen. Sementara China dikenakan tarif 10 persen. 

 

Tidak Terdampak

Berbeda dengan Prof Cotan, menurut Ketua Koordinator Bidang Ekonomi DPP Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Dr. Bramastyo B. Prastowo. Bramastyo mengatakan perang tarif antara AS dengan Kanada, Meksiko dan China tidak akan berpengaruh secara langsung kepada Indonesia.

"Kalau Indonesia tidak akan kena dampak perang tarif ini. Karena perekonomian kita tidak langsung berhubungan dengan Amerika, jika melihat data ekspor-impor Indonesia," kata Bramastyo.

Ia mengungkapkan, data ekspor-impor Indonesia ke AS sangat kecil, tidak sampai satu persen, sekitar 0,8-0,9 persen saja. Sementara perdagangan AS dengan Kanada, Meksiko dan China mencapai 40 persen.

Menurut Bramastyo, perang tarif tersebut justru membuka peluang bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke Kanada, Meksiko dan China.

"Jadi ketika perdagangan dengan Amerika tidak banyak, maka Indonesia bisa menambah peluang perdagangan dengan Kanada, Meksko dan China. Ekspor-impor kita harus ditingkatkan," tegasnya. 

 

Perang Strategi, Bukan Perang Tarif

Sedangkan Pakar Politik Luar Negeri dan Keamanan Pitan Deslani mengatakan, bahwa perang tarif antara AS dengan Kanada, Meksiko dan China, sebenarnya bukan perang tarif, melainkan perang strategi yang dilakukan Presiden Donald Trump.

Hal itu dilakukan Trump, karena ekonomi AS dalam situasi tekanan yang sangat berat, dan hutang negeri Paman Sam pada 2025 sudah mencapai sekitar 36,2 triliun dollar AS.

"Jadi Presiden Trump ini berada dalam satu masa dimana tekanan ekonomi dalam negerinya sangat berat. Makanya dia mau mengambil Kanada jadi provinsi ke-51 dan mengambil alih Greenland (Denmark) dengan menambah kekuatan alutsistanya di sana," ujarnya.

Menurut Pitan, volume perdagangan terbesar AS, sebenarnya bukan Kanada, tetapi dengan Meksiko. Baru setelah itu dengan Kanada, China, Jepang dan Jerman.

"Jadi kepentingan Amerika kepada Meksiko, karena 50 persen pusat penyulingan minyak Amerika _offshore,_97 persen berada di Teluk Meksiko. Kepentingan dia besar, sekali disitu," jelasnya.

Selain soal minyak dan kekayaan lainnya di Teluk Meksiko, Trump juga punya kepentingan untuk mencegah imigran ilegal dari Meksiko masuk ke AS.

"Pendatang yang tidak terdaftar atau ilegal, masuk Amerika mencapai 11 juta orang, 50 persennya berasal dari Meksiko. Trump mecurigai, imigran dari Meksiko ini membawa fentanyl, semacam narkoba sintetis yang kadarnya setarus kali lebih kuat dari morfin dan heroin," ungkapnya.

Karena itu, kebijakan Presiden Trump sebenarnya tidak terkait dengan perang dagang, termasuk dengan China, karena yang terjadi adalah perang strategi geopolitik global. 

"Kenapa Kanada marah besar kepada Amerika, karena sudah dibantu waktu Badai Katrina dan kebakaran dua kali di Los Angles mati-matian, malah mau dimasukkan jadi bagi provinsi Amerika," pungkasnya.

KEYWORD :

Perang tarif Gelora Talks




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :