Jum'at, 07/02/2025 15:04 WIB

Apem Jawa, Kue Tradisional Pelengkap Ruwahan di Bulan Syaban

Salah satu elemen penting dalam tradisi Ruwahan ialah kue apem, yang tak hanya menjadi hidangan khas, tetapi juga simbol pengharapan dan pengampunan

Apem, kue khas Jawa - simbol pengampunan dalam tradisi Ruwahan di Bulan Syaban aau Ruwah (Foto: Indozone Food)

Jakarta, Jurnas.com - Menjelang Ramadan, kebanyakan masyarakat Indonesia, terutama di Pulau Jawa seperti Yogyakarta memiliki tradisi Ruwahan. Salah satu elemen penting dalam tradisi ini ialah kue apem, yang tak hanya menjadi hidangan khas, tetapi juga simbol pengharapan dan pengampunan.

Tradisi Ruwahan biasanya dilakukan pada bulan Syaban dalam kalender Hijriyah atau Ruwah dalam kalender Jawa, beberapa hari sebelum memasuki bulan suci Ramadan. Tradisi ini dipenuhi dengan berbagai kegiatan, salah satunya ialah mempersiapkan hidangan kue apem.

Kue apem terbuat dari bahan-bahan sederhana seperti tepung beras, santan, tape singkong, gula pasir, gula jawa, dan garam. Dalam proses pembuatannya, adonan apem dimasak di atas wajan besar menggunakan tungku anglo dengan kayu bakar.

Dirangkum dari berbagai sumber, nama "apem" sendiri berasal dari kata "afwan" dalam bahasa Arab yang berarti "maaf" atau "pengampunan". Ini menjadikan kue apem lebih dari sekadar makanan, tetapi juga simbol permohonan ampunan sebelum memasuki bulan Ramadan.

Pembuatan kue apem dilakukan secara tradisional, dengan proses yang mempererat kebersamaan antar keluarga dan komunitas. Termasuk dalam proses menyantapnya. Momen ini menjadi kesempatan untuk berkumpul, berbagi, dan menjalani ritual dengan penuh kehangatan.

Selain menjadi hidangan dalam tradisi Ruwahan, apem juga mengandung filosofi kebersamaan dan pengampunan. Kue ini mengajak setiap orang untuk saling memaafkan dan menyiapkan hati yang bersih untuk bulan suci yang penuh berkah.

Adapun terkait asal-usul kue apem masih menjadi perdebatan, dengan beberapa pihak menyebutkan bahwa kue ini berasal dari kue Khamir dari Arab atau Appam dari India. Ada pula yang menyebut bahwa apem dibawa oleh Ki Ageng Gribik, seorang tokoh atau ulama yang konon merupakan keturunan Prabu Brawijaya dan murid Sunan Kalijaga, setelah menunaikan ibadah haji.

Meskipun berasal dari zaman dahulu, kue apem tetap populer di berbagai acara tradisional, terutama di Yogyakarta. Rasanya yang manis dan teksturnya yang lembut menjadikannya kue favorit sebagai oleh-oleh khas daerah tersebut.

Dengan demikian, kue apem tidak hanya sekadar hidangan, tetapi juga simbol yang menghubungkan budaya, agama, dan nilai moral. Setiap gigitan apem mengingatkan kita akan pentingnya permohonan ampunan, kebersamaan, dan sukacita serta kedamaian hati menjelang Ramadan.

KEYWORD :

Bulan Syaban Bulan Ruwah Apem Jawa Ruwahan Tradisi Jelang Ramadan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :