Selasa, 11/02/2025 08:33 WIB

Mengenal Kesehatan Mental Menurut Ibnu Sina

Ibnu Sina adalah tokoh penting yang tidak hanya berperan dalam pengembangan kedokteran, tetapi juga dalam memahami pentingnya keseimbangan fisik dan jiwa dalam menjaga kesehatan terutama mental

Ibnu Sina (Foto: National Library of Medicine)

Jakarta, Jurnas.com - Di dunia kedokteran, nama Ibnu Sina, atau yang lebih dikenal di Barat sebagai Avicenna, tak bisa dipisahkan dari kontribusi luar biasa terhadap ilmu pengetahuan. Ia lahir pada tahun 980 M di Afshana, dekat Bukhara (sekarang Uzbekistan), dan meninggal pada tahun 1037 M di Hamadan (sekarang Iran).

Dirangkum dari National Library of Medicine, Ibnu Sina adalah tokoh penting yang tidak hanya berperan dalam pengembangan kedokteran, tetapi juga dalam memahami pentingnya keseimbangan fisik dan jiwa dalam menjaga kesehatan terutama mental. Menurut dia keduanya saling berkaitan.

Sejarah Singkat Ibnu Sina

Ibnu Sina memulai pendidikan kedokterannya pada usia muda, bahkan pada usia 13 tahun, dia telah menguasai banyak disiplin ilmu termasuk fisika, logika, dan metafisika. Sejak muda, Ibnu Sina menunjukkan kecakapan luar biasa dalam dunia kedokteran, dan pada usia 21 tahun, ia menulis al-Qanun fi al-Tibb (Kanon Kedokteran), yang menjadi acuan medis selama berabad-abad, baik di dunia Islam maupun Eropa. Karya ini bahkan digambarkan oleh dokter ternama William Osler sebagai “buku teks kedokteran paling terkenal yang pernah ditulis”.

Kehidupan Ibnu Sina yang penuh dinamika juga membawa dia ke berbagai peran penting, mulai dari dokter istana hingga penasihat politik, serta tentara. Meskipun kehidupan politiknya tidak selalu stabil, Ibnu Sina tetap produktif menulis lebih dari ratusan buku dan risalah, mulai dari pengobatan, filosofi hingga psikologi.

Pandangan Ibnu Sina tentang Kesehatan Mental

Ibnu Sina memiliki pandangan yang sangat maju terkait dengan kesehatan mental, yang pada masa hidupnya sudah sangat mengutamakan keseimbangan tubuh dan jiwa. Salah satu teori pentingnya adalah pengaruh emosi terhadap tubuh.

Sebagai contoh, Ibnu Sina memandang bahwa gangguan mental seperti melankolis dapat mempengaruhi fisik seseorang, mengarah pada penurunan kesehatan tubuh secara keseluruhan. Dalam al-Qanun fi al-Tibb, ia menggambarkan hubungan antara kondisi mental dan fisik dengan cara yang terperinci dan presisi.

Salah satu kisah yang menarik ialah ketika Ibnu Sina berhasil mengobati seorang pangeran Persia yang mengalami gangguan mental parah. Pangeran tersebut menolak makan dan percaya bahwa dirinya adalah seekor sapi. Dengan pendekatan psikologis, Ibnu Sina memanipulasi pikiran pasien dengan pura-pura ingin menyembelihnya, yang akhirnya membuat sang pangeran kembali merasa normal dan mengatasi delusinya.

Kisah ini menggambarkan pendekatan Ibnu Sina yang menekankan pentingnya pengobatan psikologis dalam merawat kesehatan mental. Menurut Ibnu Sina, penyembuhan fisik dan mental tidak bisa dipisahkan—keduanya saling terkait dan membutuhkan perhatian yang sama.

Mengukur Kesehatan Lewat Denyut Nadi

Ibnu Sina juga dikenal dengan kemampuannya dalam membaca denyut nadi untuk mendiagnosis kondisi tubuh dan emosi seseorang. Dalam Kanon Kedokteran, dia menyebutkan bagaimana denyut nadi bisa menjadi indikator yang sangat penting dalam menilai kondisi fisik dan psikologis pasien. Dia menggambarkan dengan rinci tentang jenis-jenis denyut nadi yang berbeda, serta bagaimana emosi dan lingkungan bisa mempengaruhi ritme tersebut.

Sebagai contoh, Ibnu Sina mengamati bahwa seseorang yang jatuh cinta dapat menunjukkan perubahan denyut nadi yang spesifik—sesuatu yang sekarang kita sebut sebagai "mabuk cinta". Hal ini menunjukkan betapa pentingnya memahami hubungan antara fisik dan psikologi dalam kesejahteraan mental.

Demikian informasi mengenai kesehatan mental menurut Ibnu Sina. Semoga bermanfaat. (*)

KEYWORD :

Ibnu Sina Kesehatan Mental Ilmuwan Muslim




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :