![Publik jadi bertanya-tanya, ada apa dengan model penegakan hukum seperti ini. Terkesan ditutup-tutupi dan tidak transparan. Ini berbahaya. Harus ada kontrol publik.](https://www.jurnas.com/images/posts/1/2024/2024-11-11/a742206f2c419bea30713691b0be6e2a_1.jpeg)
Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Demokrat, Hinca Panjaitan. (Foto: Dok. Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Anggota Komisi III DPR RI, Hinca Pandjaitan, menyoroti langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam mengusut dugaan korupsi di PT Pertamina (Persero). Pasca penggeledahan yang dilakukan Jampidus Kejagung di sejumlah lokasi, kini kasus tersebut seperti tak ada kelanjutannya.
"Saya ikuti di media, belakangan ini Jampidsus Kejagung melakukan penggeledahan di Pertamina. Bahkan sempat heboh. Tapi kemudian hilang begitu saja," kata Hinca dalam keterangannya, Selasa (11/2).
"Publik jadi bertanya-tanya, ada apa dengan model penegakan hukum seperti ini. Terkesan ditutup-tutupi dan tidak transparan. Ini berbahaya. Harus ada kontrol publik," imbuhnya menegaskan.
Politikus Demokrat itu menambahkan, Komisi III DPR segera memanggil pihak Jampidsus untuk meminta penjelasan terkait kasus ini, serta perkara lainnya. Termasuk, kasus korupsi timah yang sempat dimentahkan oleh hakim karena perhitungan kerugian negara yang dianggap tidak akurat.
"Saya akan usulkan Komisi III segera memanggil Jampidsus agar terbuka kepada publik," kata Hinca.
Sebelumnya, Kejagung telah beberapa kali melakukan penggeledahan di kantor serta kediaman petinggi PT Pertamina dan sejumlah subholding perusahaan energi tersebut sejak akhir 2024. Namun, hingga saat ini tidak ada ekspos resmi yang mengungkap hasil dari penggeledahan-penggeledahan tersebut dan menjadi tanda tanya besar di kalangan publik.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, isu pergantian pimpinan Pertamina menjadi semakin hangat dan dikaitkan dengan hasil penggeledahan yang dilakukan. Salah satu peristiwa terbaru terjadi pada 17 Desember 2024, saat tim penyidik Kejagung mendatangi kantor subholding PT Pertamina Hulu Energi (PHE).
Pada saat itu, sekitar pukul 10.00 WIB, enam penyidik Kejagung tiba di kantor PT PHE. Sumber menyebutkan bahwa terjadi perdebatan sengit antara Direktur Utama PHE, Chalid Said Salim, dan tim Kejagung.
Chalid dilaporkan hanya bersedia menyerahkan perangkat ponsel resmi perusahaan, namun menolak memberikan ponsel pribadinya. Setelah melalui negosiasi, akhirnya Chalid menyerahkan laptop dan semua ponsel kepada penyidik.
Ponsel pribadi Chalid diduga menyimpan informasi sensitif, yang menjadi alasan penolakannya untuk menyerahkannya sejak awal. Selain Chalid, beberapa pejabat lainnya di PT PHE juga diperiksa, termasuk yang bertanggung jawab di bidang produksi, keuangan, dan komersial. Penggeledahan ini bahkan mengakibatkan beberapa rapat perusahaan dibatalkan.
Proses penggeledahan oleh Kejagung sebenarnya sudah berlangsung sejak Oktober 2024, dengan kejaksaan diduga melakukan penggeledahan di beberapa rumah petinggi Pertamina dan subholding lainnya pada 10 Desember 2024.
Meski begitu, seluruh rangkaian penggeledahan ini tak pernah diekspos secara resmi oleh pihak Kejagung. Terbaru, sejumlah pejabat Pertamina, termasuk inisial AN (Fian), RS (Riva), dan Yo (Oki) yang menjabat di Pertamina Shipping, sudah diperiksa oleh Kejagung.
Namun, Direktur Utama PHE, Chalid, belum juga diperiksa hingga saat ini. Beberapa pihak mulai mempertanyakan apakah ada permainan tertentu yang melibatkan pejabat tinggi di Pertamina, terkait dengan tender atau posisi jabatan di perusahaan BUMN tersebut.
KEYWORD :
Warta DPR Komisi III Hinca Panjaitan Pertamina korupsi Kejagung