![Aksi ini kita dari Ikatan Senat Hukum Indonesia, terutama mahasiswa yang mewakili beberapa kampus hari ini kita hadir di PTUN Jakarta untuk menindaklanjuti bagaimana laporan yang telah kadaluarsa dan melewati masa batas 90 hari oleh PT. SKB.](https://www.jurnas.com/images/posts/1/2025/2025-02-12/c2924eac325614887d753fbd3291ce09_1.jpeg)
Ratusan massa yang tergabung dalam sejumlah aliansi masyarakat dan mahasiswa kembali menggelar aksi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur (Jaktim). (Foto: Dok. Jurnas.com)
Jakarta, Jurnas.com - Ratusan massa yang tergabung dalam sejumlah aliansi masyarakat dan mahasiswa kembali menggelar aksi di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur (Jaktim).
Gerakan ini untuk mendesak para hakim PTUN menolak gugatan dari PT Sentosa Kurnia Bahagia (PT. SKB) dengan nomor perkara: 250/G/2024/PTUN.JKT yang saat ini naik ke tingkat banding dengan nomor register : 250/G/2024/PT.TUN.JKT.
Ketua Umum Ikatan Senat Hukum Indonesia Ali Hasan menekankan kehadiran mahasiswa yang mewakili sejumlah kampus dalam aksi itu karena merasa prihatin atas sikap PTUN yang terkesan mengabaikan suara rakyat, khususnya masyarakat Musi Rawas Utara.
Mengingat, tidak adanya sikap tegas dari hakim PTUN membuat karyawan PT Gorby Putra Utama (PT. GPU) yang mayoritas warga di lokasi lahan saat ini menganggur lantaran polemik tersebut.
Aksi Massa ini juga sebagai simbol protes terhadap dugaan pelanggaran hakim yang menerima gugatan PT. SKB meski faktanya gugatan tersebut sudah kadaluwarsa. Izin tambang yang dikeluarkan pada 2009 baru digugat pada 2024, yang seharusnya tidak dapat diterima berdasarkan aturan hukum yang berlaku.
Aturan itu termaktub dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara yang mengatur soal tenggat waktu pelaporan 90 hari.
"Aksi ini kita dari Ikatan Senat Hukum Indonesia, terutama mahasiswa yang mewakili beberapa kampus hari ini kita hadir di PTUN Jakarta untuk menindaklanjuti bagaimana laporan yang telah kadaluarsa dan melewati masa batas 90 hari oleh PT. SKB," kata Ali Hasan di lokasi, Jakarta, Rabu (12/2).
Dia menduga diterimanya gugatan PT. SKB tidak lain karena adanya kongkalingkong antara hakim dengan PT. SKB. Terlebih, kata dia, dalam perjalanan kasus ini hakim diduga kuat sudah berpihak ke PT. SKB.
"Sudah barang tentu yang kita tindak lanjuti saat ini, maka dari itu kita hadir di sini kita menindaklanjuti bagaimana keluh kesah masyarakat dan warga, khususnya pekerja yang hari ini belum bekerja kembali karena digugat PT. SKB," kata dia.
Tak hanya itu, Ali Hasan menegaskan bahwa pihaknya akan terus menggelar aksi sampai hakim PTUN benar-benar menghentikan gugatan PT. SKB. Dia juga meminta Presiden Prabowo Subianto, termasuk Mahkamah Agung (MA) untuk turun tangan menyelesaikan kasus ini.
"Ini kita sudah 6 kali melakukan aksi. Jika hari ini tidak selesai juga kita akan melanjutkan ke mahkamah agung (MA) untuk segera kita meminta Ketua MA menindaklanjuti hakim-hakim yang diduga melakukan kongkalingkong oleh PT. SKB tersebut," kata dia.
"Terutama, kita dorong juga kepada Presiden Prabowo untuk segera memecat beberapa hakim yang bermasalah yang patut diduga bermain dalam mafia hukum itu sendiri," timpalnya.
Pantauan di lokasi, aksi ini mulai panas sejak massa yang tergabung dalam Gerakan Pemuda Mahasiswa Sumatra Selatan (GAASS), Aliansi Masyarakat dan Pemuda Musi Rawas Utara (Ampura), Aliansi Masyarakat untuk Keadilan Sumsel (Amuk Sumsel), Koalisi Serikat Pekerja Tambang (KSPT), dan Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) tiba di PTUN Jakarta Timur.
Mereka meluapkan kekesalannya dengan membakar ban dan mendorong pagar Gedung PTUN Jakarta Timur. Tak sampai di situ, massa juga terpantau melempari aparat yang menjaga aksi dengan botol air mineral.
Massa bahkan sempat ingin melempati gedung PTUN Jakarta Timur dengan telur busuk. Namun, koordinator aksi buru-buru menghentikan gerakan massa tersebut.
Menurut salah satu koordinator aksi dari AMUK, Ismail, pihaknya merasa sangat terpukul. Dia dan rombongan massa yang jauh dari Musi Rawas Utara mengaku prihatin dan terpanggil untuk menyuarakan kepada hakim PTUN Jakarta dan MA karena PT. GPU merupakan satu-satunya perusahaan tambang batu bara yang banyak menyerap tenaga kerja lokal.
"Apakah hakim PTUN Jakarta dan Mahkamah Agung mau memberikan makan ribuan pekerja dan pelaku usaha yang menggantungkan nasib di perusahaan tambang PT. GPU," kata Ismail.
"Ingat, kami akan datang kembali bersama ribuan buruh pelerja tambang, sopir angkutan tambang dan semua kelompok yang peduli dengan kepentingan pekerja tambang untuk menginap di PTUN Jakarta dan Mahkamah Agung," timpalnya.
Hal senada disampaikan koordinator aksi lain, Andi. Dia mengatakan aksi massa dilakukan karena mencium adanya indikasi mafia peradilan yang melibatkan hakim-hakim PTUN Jakarta dengan berbagai upaya memenangkan gugatan PT. SKB. Indikasi yang paling nyata bahwa sesuai dengan peraturan perundang-undangan, seharusnya PTUN dengan kewenangan absolutnya menolak gugatan tersebut karena melampaui waktu 90 hari.
Kejanggalan lainnya dalam persidangan, yaitu tidak diperoleh putusan sela, pemeriksaan barang bukti berpihak ke PT. SKB dan adanya informasi yang beredar di Sumsel bahwa perkara itu sudah pasti dimenangkan PT. SKB.
"Hal ini agak aneh, persidangan belum selesai kok ada informasi yang beredar perkara ini dimenangkan oleh PT. SKB. Fakta ini sangat mencederai rasa keadilan," kata dia.
Andi meminta Presiden Prabowo untuk turun tangan. Sebab, kata dia, apabila ini dibiarkan dan PT. GPU dibatalkan maka bisa dipastikan ada ribuan pekerja yang akan sengsara.
"Tentunya sangat menganggu iklim investasi yang jumlahnya triliunan rupiah, berdampak juga pada sosial ekonomi masyarakat Musi Rawas Utara. Apakah hakim PTUN Jakarta mau bertanggung jawab memberikan nafkah kurang lebih 5 ribu karyawan beserta keluarganya," tegasnya.
Kasus ini bermula dari adanya keinginan PT. SKB untuk menguasai lokasi Tambang di Musi Rawas Utara dengan menghalalkan segala cara. Termasuk, menerbitkan ijin perkebunan sawit abal-abal dengan berkoalisi bersama oknum pejabat Kabupaten Musi Banyuasin.
Padahal, di lokasi tersebut yang diterbitkan sesuai Permen 76 Tahun 2014 sudah jelas salah tempat karena masuk ke wilayah Kabupaten Musirawas Utara. Sehingga, bagaimana bisa izin terbit beda Kabupaten padahal di lokasi tersebut ada beberapa perusahaan aktif seperti IUP OP pertambangan PT. GPU yang sudah beroperasi sejak 2009.
Lalu, PT Inayah perkebunan sawit, dan juga beberapa perusahaan tambang lainnya. Sangat jelas bahwa tindakan mafia tanah sangat meresahkan dan merugikan banyak pihak serta merusak iklim investasi di Kabupaten Musi Rawas Utara.
KEYWORD :
Demonstrasi Musi Rawas Utara PTUN Jakarta Timur PT SKB