![Kasus Ari Bias dan Agnez Mo disinggung dalam diskusi publik bersama LMKN](https://www.jurnas.com/images/posts/1/2025/2025-02-14/fb0a269626fbe17205c7398d985934e6_1.jpg)
Diskusi Publik Dalam Harmoni Kita Optimalkan Tata Kelola Royalti. (Foto: Jurnas/Ira).
Jakarta, Jurnas.com - Polemik gugatan Pencipta kepada Penyanyi masih terus ada di industri musik Tanah Air. Lembaga Manajemen kolektif Nasional (LMKN) sebagai lembaga bantu pemerintah non-APBN mengadakan kegiatan Diskusi Publik dengan mengundang para stakeholders LMKN yang terkait sebagai pembicara di di Hotel Mercure Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (13/2/2025).
Diskusi Publik yang bertema Dalam Harmoni Kita Optimalkan Tata Kelola Royalti Musik dan/atau Lagu di Indonesia bertujuan agar para Pencipta Lagu, Pelaku Pertunjukan dan Pengguna mempunyai pemahaman bersama tentang pengaturan tata kelola royalti di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam Sesi Pertama Diskusi Publik ini menghadirkan 2 (dua) orang Narasumber, dari Pemerintah yaitu Dr. Syarifuddin, S.T., M.H dan Candra Darusman dengan didampingi Dharma Oratmangun selaku Ketua LMKN.
Candra Darusman dalam hal ini selaku Tim Pengawas LMK-LMKN menyampaikan bahwa beliau “sebagai Pencipta, saya sangat senang dengan hasil keputusan sidang kemarin (sidang Agnez Mo (Agnes Monica) dan Ari Bias), namun sebagai penyanyi, saya mempertanyakan kenapa penyanyi yang harus melakukan pembayaran (royalti)?”.
Dengan adanya Acara Diskusi Publik ini diharapkan memperoleh masukan-masukan yang dapat dijadikan usulan kepada Pemerintah dan/atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) guna meningkatkan harmonisasi dalam ekosistem musik di Indonesia.
Penyelenggara Acara (Promotor atau Event Organizer - EO) seharusnya melindungi Penyanyi dari gugatan maupun tuntutan dengan mengurus lisensi dan membayar royalti. Untuk mempertegas pendapat para ahli dan praktisi tentang hal ini, perlu diketahui bahwa hak eksklusif dari seorang Pencipta menyangkut performing right dan mechanical right mempunyai pengaturan yang berbeda dalam rezim hukum kita, sekalipun mempunyai persamaan yakni keduanya dapat dialihkan kepada orang lain sesuai dengan UUHC.
Berkaitan dengan kegiatan yang menyangkut mechanical right, mutlak harus mendapat ijin dari Pencipta atau pihak yang telah mendapat hak dari Pencipta. Berbeda dengan Performing Right, rezim UUHC mengatur mekanisme pemakaian komersial dengan sangat sederhana. Pencipta memberikan kuasa kepada LMK dan/atau LMKN untuk memungut royalti yang dilakukan oleh pengguna komersial. Setelah LMK dan/atau LMKN menghimpun royalti dalam periode tertentu royalti didistribusikan kepada LMK, selanjutnya LMK membagi royalti tersebut kepada Pencipta.
Pencipta harus menyadari keterbatasannya untuk mengawasi eksploitasi ciptaannya dan tidak berstandar ganda. Dengan direct license akan sangat terbatas kemampuannya dalam mengawasi ciptaannya sendiri. Hanya dengan mekanisme LMK dan/atau LMKN ini hak para Pemilik Hak, dalam hal ini Pencipta akan terwujud walaupun masih terdapat kekurangan dan keterbatasan yang harus diperbaiki.
Dikeluhkan AKSI, Moeldoko Minta LMKN Transparan
“Untuk melindungi diri dengan klausul. Agar Pencipta dan Penyanyi jangan saling serang, dan untuk penyelenggara acara konser musik (Promotor dan EO) untuk mematuhi Pasal 9, 23 dan 87 UUHC. Saya sebagai Saksi Fakta dalam persidangan kasus Agnez Mo dan Ari Bias ketika ditanya apakah Pengguna membayar lisensi? Kami sampaikan bahwa sampai saat ini belum membayar. Melalui kesepahaman ini maka pihak-pihak tersebut diharapkan dapat bekerja sama melindungi haknya masing-masing sebagaimana diatur dalam Pasal 9, Pasal 23 dan Pasal 87 Undang-undang No 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta,” ungkap Johnny Maukar selaku Komisioner LMKN.
Bahwa jika para Pencipta dan Pemegang Hak Cipta ingin mendapatkan royaltinya sebaiknya menjadi anggota dari salah satu LMK yang ada, dan dalam kasus Ari Bias dan Agnez Mo ini, maka yang sebaiknya melakukan gugatan adalah LMK yang diberikan kuasa oleh Penciptanya, yaitu LMK KCI.
“Kita menghormati Putusan Pengadilan dan negara memberi ruang untuk dapat melakukan Kasasi,” jelas Dr. Syarifuddin.
“LMKN sebagai Lembaga Bantu Pemerintah NonAPBN berpedoman dan tegak lurus dengan Undang-Undang Hak Cipta. Jika ingin melakukan direct licensing, maka sebaiknya diubah dahulu peraturan perundang-undangannya, yang mengacu kepada Undang-Undang Dasar 1945 yang berdasarkan pada Pancasila. Yang kedua, kami harap pesohor di negeri ini dapat memberikan sosialisasi yang benar bukan hanya menurut kehendaknya saja, dan jangan paksa LMKN keluar dari Undang-Undang karena itu (merupakan) sumpah,” sambung
Dharma Oratmangun.
Dalam Sesi Kedua kegiatan Diskusi Publik ini, Ketua IMARINDO memberikan masukan bahwa IMARINDO siap untuk berpartisipasi bahkan membuat kegiatan-kegiatan sosialisasi, termasuk melalui media sosial yang dimiliki oleh artis-artis yang dimanajeri oleh anggota IMARINDO.
KEYWORD :Diskusi Publik LMKN Ari Bias Agnez Mo