Jum'at, 28/02/2025 23:43 WIB

Mengenal Rukyatul Hilal dan Hisab, Dua Metode Penentuan Awal Ramadhan

Menjelang awal bulan Ramadan, kebanyakan umat Islam di Indonesia selalu menantikan kabar pasti mengenai penentuan hari pertama puasa. Proses penetapan ini biasanya mengandalkan dua metode utama yang berbeda, yakni rukyatul hilal dan hisab

Ilustrasi - Pemantauan hilal, Metode Penentuan Awal Ramadhan (Foto: RRI)

Jakarta, Jurnas.com - Menjelang awal bulan Ramadan, kebanyakan umat Islam di Indonesia selalu menantikan kabar pasti mengenai penentuan hari pertama puasa. Proses penetapan ini biasanya mengandalkan dua metode utama yang berbeda, yakni rukyatul hilal dan hisab.

Kedua metode penentuan hilal tersebut memiliki pendekatan yang berbeda, meskipun keduanya sama-sama berlandaskan pada kaidah ilmiah. Berikut ini adalah penejelasannya yang dikutip dari berbagai sumber.

Apa Itu Rukyatul Hilal?

Rukyatul hilal merupakan metode pengamatan hilal atau bulan sabit yang muncul setelah Matahari terbenam. Ketika bulan baru dimulai, hilal yang sangat tipis ini hanya dapat terlihat setelah matahari terbenam dan hanya dalam kondisi tertentu, seperti cuaca cerah tanpa awan tebal. Pengamatan ini menjadi penentu dimulainya bulan Hijriah, termasuk Ramadan.

Apa itu Metode Hisab?

Di sisi lain, metode hisab melibatkan perhitungan matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan di langit dan memprediksi kapan hilal akan terlihat. Hisab dapat digunakan untuk memperkirakan kapan hilal akan muncul berdasarkan posisi bulan relatif terhadap matahari.

Perbedaan Kriteria dalam Penentuan Awal Bulan Hijriah, Terutama Ramadan

Walaupun metode rukyatul hilal dan hisab memiliki dasar ilmiah yang kuat, perbedaan dalam menentukan awal bulan Hijriah sering terjadi. Hal ini disebabkan oleh perbedaan kriteria yang digunakan oleh berbagai organisasi Islam, baik pemerintah maupun ormas seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah. Misalnya, perbedaan dalam menentukan ketinggian hilal minimal dan jarak sudut bulan dengan matahari (elongasi) dapat memengaruhi hasil pengamatan.

Di Indonesia, misalnya, sejak 2021, pemerintah dan ormas Islam memperbaharui kriteria penentuan hilal dengan menetapkan tinggi hilal minimal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Kriteria ini lebih ketat dibandingkan dengan kriteria yang digunakan sebelumnya.

Geografis dan Kondisi Cuaca Memengaruhi Pengamatan

Faktor geografis dan kondisi cuaca juga berperan penting dalam akurasi rukyatul hilal. Di Indonesia yang memiliki banyak wilayah dengan kondisi cuaca yang tidak selalu cerah, hilal yang sangat tipis bisa jadi terhalang oleh awan atau cahaya senja. Ini menyebabkan ketidakpastian dalam pengamatan hilal meskipun sudah menggunakan peralatan canggih seperti teleskop dan kamera digital dengan pemrosesan citra.

Sebagai solusi, teknologi terus berkembang untuk meningkatkan akurasi pengamatan hilal. Salah satunya adalah penggunaan teknik image stacking, di mana ratusan gambar hilal dapat digabungkan untuk meningkatkan kontras dan mempermudah pengamatan hilal yang sangat tipis.

Rukyatul Hilal vs Hisab: Mana yang Lebih Akurat?

Menjawab pertanyaan mana yang lebih akurat, rukyatul hilal atau hisab, sebenarnya keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Meskipun perhitungan hisab cukup akurat, masih banyak umat Islam yang lebih memilih pengamatan langsung melalui rukyat sebagai pembuktian.

Profesor Thomas Djamaludin, ahli astronomi dan astrofisika Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut metode rukyatul hilal dan hisab sama-sama bersifat dugaan, sehingga tidak ada yang pasti.

Ia menjelaskan bahwa pengamat rukyat disebut harus benar-benar yakin atas apa yang dilihat agar tidak keliru dalam memberikan informasi.

"Rukyat pada prinsipnya kita melihat. Tapi pada kenyataannya (hilal) sangat tipis dan bisa jadi ada cahaya lain. Yakin tidak? Makanya perukyat itu akan disumpah yakin tidak yang dilihat hilal?" tuturnya pada 2024 lalu, dikutip dari laman resmi BRIN pada Jumat (28/2/2025).

Sementara itu, lanjutnya, metode hisab yang menggunakan perhitungan memang dinilai akurat, tetapi untuk menentukan sudah masuk awal bulan baru atau belum tetap harus memenuhi sejumlah kriteria yang bisa dipenuhi lewat pengamatan.

Hal menarik lainnya, kata Thomas, adalah perbedaan dalam penetapan awal bulan Hijriah antara Indonesia dan negara-negara lain, seperti Arab Saudi. Secara geografis, Indonesia yang berada di timur seharusnya lebih dulu menentukan awal bulan, namun pada kenyataannya, beberapa tahun terakhir, Arab Saudi sering kali lebih dahulu menetapkan Idul Fitri atau Idul Adha. Ini lebih disebabkan oleh keputusan pemerintah masing-masing negara, bukan karena perbedaan metode hisab atau rukyat.

Masa Depan Penentuan Awal Ramadan

Melihat perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, penentuan awal Ramadan melalui rukyat dan hisab kemungkinan akan semakin akurat. Seiring berjalannya waktu, kedua metode ini dapat saling melengkapi untuk menghasilkan keputusan yang lebih tepat dan konsisten. Perkembangan kriteria hilal yang terus diperbaharui juga menunjukkan upaya untuk mencapai kesepakatan yang lebih universal di kalangan umat Islam di Indonesia dan negara-negara lain.

Sebagai umat Islam, kita tetap menghargai keberagaman metode yang ada, sambil terus berusaha untuk mencapai kesepakatan yang lebih baik dalam penentuan awal bulan Ramadan. Mengingat pentingnya bulan Ramadan sebagai waktu untuk beribadah, penting bagi kita untuk memahami dasar ilmiah dari kedua metode ini, serta kelebihan dan kekurangannya. (*) Wallahu a’lam bi-shawab.

KEYWORD :

Rukyatul Hilal Hisab Ramadan Penentuan Awal Ramadhan




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :