
Ilustrasi-SPBU milik Pertamina. (Istimewa)
Jakarta, Jurnas.com - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menerima sebanyak 526 pengaduan dari masyarakat korban Pertamax diduga oplosan sejak resmi membuka posko pada Jumat 28 Februari 2025.
“Sudah 526 pengaduan yang masuk,” kata Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan melalui pesan tertulis, dikutip Senin, 2 Maret 2025 .
Dalam kanal aduan tersebut, kata Fadil, warga diminta untuk melampirkan bukti seperti sejak kapan memakai Pertamax, sudah berapa banyak biaya yang dikeluarkan, dampak yang dialami hingga pengawasan apa yang diperlukan agar kejadian serupa tidak berulang.
Nantinya akan dilakukan analasis dari aduan-aduan itu untuk diambil langkah selanjutnya. Sementara itu, Fadil juga belum bisa memastikan apakah akan menempuh jalur gugatan perdata.
“Tergantung, harus pelajari data pengaduan dulu kira-kira kebutuhannya apa,” ucap dia.
Fadhil menjelaskan alasan pihaknya membuka posko pengaduan. Dia mengungkap banyak yang mengungkapkan keresahannya di media sosial setelah Kejaksaan Agung mengusut dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero).
Mulai dari merasa tertipu oleh PT Pertamina, hingga kondisi kendaraan bermotornya yang memburuk akibat kualitas BBM jenis Pertamax yang tidak sesuai dengan apa yang dipromosikan Pertamina.
“Keresahan warga semakin besar lantaran pihak Pertamina menyampaikan sanggahan-sanggahan terhadap polemik ini tanpa disertai bukti yang jelas dan akurat,” kata Fadhil.
Menurut dia, perlu ada pemeriksaan mendalam oleh tim independen yang terjamin dan teruji integritasnya. Tim tersebut harus diisi oleh para ahli di bidang terkait dan juga melibatkan partisipasi masyarakat. Dengan pemeriksaan tersebut, Fadhil berharap ditemukan fakta-fakta kredibel yang dapat dipercaya oleh masyarakat.
“Jika benar dugaan pengoplosan ini terjadi, maka hal ini berdampak pada kerugian warga sebagai konsumen utama BBM. Dalam konteks tersebut, maka warga memiliki hak untuk mengambil langkah hukum sesuai dengan kebutuhannya untuk mendapatkan pemulihan dan menjamin kejadian serupa tidak lagi terjadi di masa depan,” ungkap dia.
Kejaksaan Agung sejauh ini telah memproses hukum sembilan orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero). Negara disebut setidaknya mengalami kerugian sebesar Rp193,7 triliun.
Para tersangka tersebut ialah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan; Direktur Optimalisasi dan Produk Pertamina Kilang Internasional Sani Dinar Saifuddin; Direktur Utama PT Pertamina Internasional Shipping Yoki Firnandi.
Vice President Feedstock Management pada PT Kilang Pertamina International Agus Purwono; Beneficialy Owner PT Navigator Khatulistiwa Muhammad Kerry Andrianto Riza; Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim Dimas Werhaspati.
Selanjutnya Komisaris PT Jengga Maritim dan Direktur PT Orbit Terminal Merak Gading Ramadhan Joedo; Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya; dan Vice President Trading Produk Pertamina Patra Niaga Edward Corne.
KEYWORD :LBH Lembaga Bantuan Hukum Korupsi Minyak Mentah Pertamax Oplosan Kejaksaan Agung