
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang (Foto: Ist/Humas Kemenperin)
Jakarta, Jurnas.com - Industri manufaktur di Indonesia memberikan sinyal positif pada awal triwulan. Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global, pada Februari lalu menyentuh level 53,6 atau naik signfikan hingga 1,7 poin dari capaian Januari di angka 51,9.
PMI manufaktur yang berada di atas level 50 mencerminkan dalam kondisi ekspansif. Untuk fase ekspansi PMI Manufaktur Indonesia pada Februari ini merupakan titik tertinggi sejak 11 bulan terakhir.
Level ekspansi ini juga sejalan dengan capaian Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang telah dilansir sebelumnya oleh Kementerian Perindustrian, yang memperlihatkan IKI pada Februari 2025 tercatat di level 53,15. Posisi tersebut meningkat 0,05 poin dibandingkan Januari 2025 atau meningkat 0,59 poin dibandingkan dengan Februari tahun lalu.
"Ini menandakan bahwa sektor industri manufaktur terus berkembang dengan optimisme yang cukup tinggi di awal tahun," kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan resminya di Jakarta, pada Senin (3/3).
Menperin menjelaskan, meskipun di tengah menghadapi berbagai dinamika politik dan ekonomi global, industri manufaktur nasional tetap menunjukkan kepercayaan yang tinggi dalam menjalankan usahanya. Hal ini turut mencerminkan kondisi iklim usaha di Indonesia yang kondusif karena adanya beberapa regulasi pemerintah yang mendukung peningkatan produktivitas dan daya saing bagi sektor industri.
"Dengan adanya berbagai upaya strategis dan inovasi dari para pelaku industri, serta dukungan berkelanjutan dari pemerintah, kami optimistis sektor industri manufaktur dapat kembali bangkit dan mencatat pertumbuhan positif sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi nasional," ujar Menteri Agus.
Melesatnya kinerja industri manufaktur ini karena didorong oleh tingginya produktivitas dalam upaya memenuhi kebutuhan pasar domestik yang meningkat.
"Karena pasar domestik masih menjadi andalan, harus dipastikan gempuran impor bisa dihilangkan, dengan diterbitkan kebijakan safeguard, lartas, dan lain-lain untuk melindungi pasar dalam negeri," kata Menperin.
Menurut dia, yang terpenting adalah pelaksanaan kebijakan tata kelola importasi yang benar untuk melindungi industri dalam negeri. Hal ini terlihat juga optimisme dari pengusaha tekstil karena sudah disepakatinya Permendag baru terkait pengendalian impor atas tekstil dan produk tekstil.
"Tentunya kebijakan ini akan menciptakan fair play di pasar domestik terhadap barang-barang impor yang diduga melakukan praktik dumping. Tentunya optimisme ini akan berlanjut apabila hal yang sama diberlakukan juga kepada komoditi-komoditi hilir lainnya yang langsung dikonsumsi masyarakat," ujar Menteri Agus.
Sejumlah perusahaan yang menaikkan kapasitas, juga turut menambah jumlah tenaga kerja. Bahkan, peningkatan jumlah tenaga kerja pada Februari merupakan yang tercepat yang pernah tercatat dalam survei ini.
Menperin sekaligus mengapresiasi terhadap keberlanjutan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri, yang telah menjadi perhatian Presiden Prabowo Subianto.
"Kami juga mengapresiasi kepada Bapak Menteri ESDM Bahlil Lahadalia atas diterbitkannya Keputusan Menteri ESDM Nomor 76K/2025 tentang Perpanjangan HGBT untuk tujuh sektor industri dan berlaku selama lima tahun ke depan," kata dia.
Menperin optimistis, PMI manufaktur Indonesia pada Maret 2025 juga akan berada dalam fase ekspansi. Hal ini karena adanya peningkatan produksi dan aktivitas pembelian selama bulan Ramadan.
Diketahui, PMI manufaktur Indonesia pada Februari 2025 mampu melampaui PMI manufaktur Amerika Serikat (51,6), Taiwan (51,5), Filipina (51,0), China (50,8), Thailand (50,6), Malaysia (49,7), Vietnam (49,2), Jepang (48,9), Myanmar (48,5), Jerman (46,1), dan Inggris (46,4).
"Indonesia mencatatkan pertumbuhan yang tertinggi di tingkat ASEAN. Bahkan juga melampaui negara-negara manufaktur global yang saat ini masih mengalami fase kontraksi," kata Menperin menjelaskan.
KEYWORD :PMI Manufaktur Kemenperin Perindustrian Kemenperin