Minggu, 09/03/2025 09:57 WIB

Jaksa Agung Sebut Tersangka Korupsi Pertamina Bisa Dihukum Mati

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut tindak menutup kemungkinan para tersangka kasus mega korupsi tata kelola minyak di Pertamina periode 2018-2023 yang merugikan negara sebesar Rp 193,7 triliun bisa dihukum mati.

Jaksa Agung RI, ST Burhanuddin. (Foto: Dok. Ist)

Jakarta, Jurnas.com - Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut tindak menutup kemungkinan para tersangka kasus mega korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina (Persero), sub-holding dan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) periode 2018-2023 yang merugikan negara sebesar Rp 193,7 triliun bisa dihukum mati.

Burhanuddin menjelaskan, hukuman mati bagi para tersangka korupsi Pertamina Patra Niaga tersebut bukan tanpa alasan. Di mana, yang menjadi alasan sembilan tersangka itu bisa dihukum mati adalah karena seluruh tersangka melakukan perbuatan pidana di masa Covid-19 yaitu tahun 2018-2023.

"Apakah ada hal-hal yang memberatkan dalam situasi Covid-19, dia (tersangka) melakukan perbuatan itu dan tentunya ancaman hukumannya akan lebih berat," kata Burhanuddin, saat konferensi pers di Kejagung, Kamis (6/3).

Ketentuan mengenai pemberatan hukuman bagi para koruptor yang melakukan tindak pidana saat Covid-19 tersebut tertuang dalam pasal 2 Undang-Undang Tipikor ayat (2). Pasal itu menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan kepada terdakwa. 

Maka dari itu, Burhanuddin mengemukakan bahwa pihaknya masih mendalami peran sembilan tersangka dalam perkara korupsi tata kelola minyak mentah di Pertamina.

"Dalam kondisi demikian (Covid-19) bisa-bisa hukuman mati. Tapi kita akan lihat dulu bagaimana hasil penyidikan ini," terangnya.

Diketahui, Kejagung telah menetapkan 9 orang sebagai tersangka. Mereka adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, dan Direktur Utama PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi, serta VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono. Kemudian, Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga Maya Kusmaya dan VP Trading Operations PT Pertamina Patra Niaga Edward Corne.

Selanjutnya, dari pihak swasta ada Muhammad Kerry Andrianto Riza (MKAR) selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati (DW) selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, dan Gading Ramadhan Joedo (GRJ) selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

Kerry merupakan anak dari Riza Chalid, pengusaha yang dijuluki sebagai The Gasoline Godfather. Bahkan rumah Riza Chalid sempat digeledah dan hasilnya penyidik menyita sejumlah dokumen serta uang senilai Rp 833 juta dan dalam bentuk US$ itu 1.500.

Untuk sementara ini, Kejagung menghitung dugaan korupsi tata kelola minyak di Pertamina dengan kerugian negara setidaknya Rp 193,7 triliun. Dugaan korupsi terjadi pada 5 komponen yang menyebabkan kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri sekitar Rp 35 triliun, kerugian impor minyak mentah melalui broker sekitar Rp 2,7 triliun, kerugian impor BBM melalui broker sekitar Rp 9 triliun, kerugian pemberian kompensasi tahun 2023 sekitar Rp 21 triliun.

Seperti analisis PPATK, Kejagung menyebut dugaan korupsi dalam kasus ini di antaranya menyatakan kilang milik Pertamina tak bisa mengolah minyak mentah dalam negeri sehingga harus impor dengan harga digelembungkan. Juga mengimpor bensin RON 90 dengan harga RON 92 dan menjadikannya bensin RON 92 dengan dioplos. Tindakan ini berlangsung dalam kurun 2018-2023.

KEYWORD :

Korupsi Pertamina Patra Niaga Korupsi Pertamina Bisa Dihukum Mati Jaksa Agung Burhanuddin Hukuman




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :