Senin, 10/03/2025 15:28 WIB

Pengamat: Jangan Reaksional, Penurunan Indeks Demokrasi Sebaiknya Ditelaah

Penurunan Indeks Demokrasi ini jelas menjadi pembicaraan yang cukup hangat di tengah masyarakat khususnya penggiat demokrasi.

Pengamat Komunikasi Politik Frans Immanuel. Foto: dok. jurnas

JAKARTA, Jurnas.com - Baru baru ini Economics Inteligence Unit (EIU) merilis hasil riset mereka terhadap indeks demokrasi negara negara di dunia pada tahun 2024.

Dari laporan tersebut menampilkan bahwa Indeks Demokrasi Indonesia mengalami penurunan beberapa tingkat dibandingkan penelitian sebelumnya di tahun 2022. Hal ini menggambarkan bahwa Indonesia berada dalam kategori Flawed Democracy (Demokrasi yang cacat), dengan indeks sekitar 6,44.

Penurunan Indeks Demokrasi ini jelas menjadi pembicaraan yang cukup hangat di tengah masyarakat khususnya penggiat demokrasi.

Pengamat Komunikasi Politik Frans Immanuel Saragih menyampaikan apa yang dilaporkan oleh EIU tersebut merupakan gambaran bagaimana dunia global memandang perjalanan demokrasi di Indonesia.

“Mungkin beberapa hal dari standar penelitian mereka perlu kita ketahui terlebih dahulu,” kata Frans di Jakarta, Senin (10/3/2025).

Sebagai informasi, Kantor Staf Presiden (KSP) berekasi cukup keras menyikapi laporan EIU tersebut. Bahkan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan stau Presidential Communication Office (PCO) Hasan Nasbi sampai membandingkan posisi Israel yang indeks demokrasinya berada di atas Indonesia.

“Menurut saya, segala laporan Global anggap saja sebagai bahan masukan yang berharga bagi kita, tidak perlu disikapi terlalu reaksional. Yang perlu kita ketahui terlebih dahulu adalah alat ukur yang EIU gunakan, apakah praktik demokrasi dalam negeri saja atau juga kebijakan luar negerinya juga dihitung,” ungkap Frans.

“Memang kondisi yang harus kita hadapi saat ini sangat multi kompleks, sehingga banyak menyedot energi bagi siapapun yang ,” imbuhnya.

Oleh karena, lanjut Frans, pemerintah jangan terlalu cepat bereaksi atas berita berita yang mungkin menyita energi dam memancing reaksi lebih luas.

“Pada zaman Presiden Soeharto dengan segala permasalahan yang dihadapi kita memiliki sosok yang namanya Pak Moerdiono, yang merupakan tempat bertanya para jurnalis, beliau memaparkan dengan sangat pelan dan hati hati, karena menginginkan situasi tetap adem, baik di tatanan dalam negeri maupun luar negeri. Hal baik ini dari pemerintahan sebelumnya perlu dipelajari, seandainya masih relevan mungkin bisa diikuti,” tutur Frans

Seharusnya, kata Frabs, rilis yang disampaikan EIU ditahun 2025 atas pengamatan tahun 2024 itu dijadikan masukan yang berharga. Apalagi ini pemerintahan baru, maka untuk menjawabnya, pemerintahan sekarang membuktikan dengan pelaksanaan demokrasi yang baik di 2025.

“Karena menurut hemat saya tidak semua hal perlu disikapi terlalu cepat, lebih baik kita fokus membangun negara kita dan memenuhi kebutuhan ,asyarakat kita, karena dunia akan melihat apabila kesejahteraan rakyat bertumbuh positif,” ujarnya.

“Itulah yang perlu kita perjuangkan, bagaimana kesejahteraan itu terwujud. Masyarakat yang Sejahtera biasanya sejalan dengan peningkatan kemampuan intelektual masyararakat, karena semuanya tercukupi. Masyarakat yang intelektualnya baik otomatis akan memelihara kehidupan demokrasi yang sehat,” ungkap Frans.

 

 

KEYWORD :

Indeks demokrasi EIU KSP




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :