
Ilustrasi - Peristiwa Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) - Hari Supersemar Diperingati 11 Maret (Foto: Indonesia Invesment)
Jakarta, Jurnas.com - Setiap 11 Maret, di Indonesia diperingati peristiwa penting yang dikenal sebagai Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), yang menandai peralihan besar dalam sejarah politik negara yang berlambang burung Garuda Pancasila ini. Surat ini diterbitkan pada 11 Maret 1966, dan meski telah lebih dari lima dekade berlalu, nasib dokumen aslinya hingga kini masih menjadi misteri yang tak terpecahkan.
Banyak versi beredar tentang nasib surat yang penuh kontroversi ini, dan setiap tahun, tanggal 11 Maret membuka kembali ingatan akan peristiwa yang mengubah wajah politik Indonesia. Lantas bagaimana sejarah Supersemar? Apa tujuannya? Berikut ini adalah ulasannya yang dikutip dari berbagai sumber.
Latar Belakang dan Kondisi Politik Menjelang Supersemar
Dikutip dari Sejarah Surat Perintah 11 Maret 1966, Repositori Kemendikbud, pada tahun 1966, Indonesia tengah dilanda ketegangan politik yang luar biasa. Krisis politik yang dipicu oleh peristiwa Gerakan 30 September (G30S) tahun 1965 masih mengguncang stabilitas negara.
Demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa dan kelompok-kelompok oposisi semakin memperburuk situasi. Salah satu yang paling menonjol adalah protes terhadap kebijakan Presiden Sukarno yang semakin tidak populer, ditambah dengan adanya ketidakpastian pasca pembantaian massal pasca-G30S.
Tepat pada 11 Maret 1966, Jakarta kembali diguncang oleh aksi massa yang menuntut perubahan. Ribuan mahasiswa, bersama dengan sejumlah kelompok pemuda, menggelar demonstrasi besar di depan Istana Negara, mendesak Presiden Sukarno untuk segera melakukan perubahan kepemimpinan. Dalam ketegangan itu, pasukan yang teridentifikasi sebagai pendukung Soeharto turut ambil bagian dalam menekan demonstrasi tersebut.
Proses Lahirnya Supersemar
Situasi semakin memanas, hingga pada sore hari, tiga jenderal yang mendukung Soeharto – Basuki Rachmat, Amir Machmud, dan M. Jusuf – bertemu dengan Presiden Sukarno di Istana Bogor. Setelah diskusi, Soekarno akhirnya menyetujui pemberian wewenang kepada Soeharto untuk mengendalikan situasi yang semakin tidak terkendali. Melalui pertemuan tersebut, lahirlah Surat Perintah Sebelas Maret.
Supersemar memberi mandat kepada Letnan Jenderal Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat, untuk mengambil tindakan yang diperlukan demi menjaga stabilitas politik dan keamanan negara. Surat ini menjadi titik balik yang membuka jalan bagi Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan dari Presiden Sukarno.
Isi dan Tujuan Supersemar
Supersemar bukanlah sekadar surat perintah biasa. Di dalamnya terkandung tiga poin penting yang memberikan kewenangan penuh kepada Soeharto untuk bertindak demi keamanan negara. Beberapa di antaranya adalah:
- Mengambil tindakan yang diperlukan untuk menjamin stabilitas pemerintahan dan keselamatan negara.
- Mengkoordinasikan perintah dengan panglima-panglima angkatan lain untuk memastikan pengamanan yang lebih efektif.
- Melaporkan setiap perkembangan situasi yang berkaitan dengan tugas tersebut.
Meski terlihat sebagai langkah administratif, surat ini memiliki dampak politik yang sangat besar. Pemberian kewenangan kepada Soeharto untuk mengendalikan keadaan politik, termasuk mengambil alih fungsi-fungsi penting pemerintah, akhirnya mengarah pada peralihan kekuasaan yang lebih jelas. Meskipun Presiden Sukarno tetap berada di posisi formal, secara praktis, pengaruhnya mulai surut, dan Soeharto mulai mendominasi jalannya pemerintahan.
Keberadaan Supersemar yang Kontroversial
Dikutip dari Gramedia, misteri terbesar terkait Supersemar adalah hilangnya dokumen asli surat tersebut. Hingga saat ini, keberadaan naskah Supersemar yang ditandatangani oleh Sukarno belum dapat ditemukan. Ada spekulasi yang menyebutkan bahwa dokumen tersebut disimpan di luar negeri, namun klaim ini belum dapat dibuktikan secara otentik.
Di dalam negeri, beberapa pihak mengklaim bahwa Supersemar disimpan oleh Soeharto, namun tidak ada bukti yang dapat mengonfirmasi hal tersebut. Ketidakjelasan ini membuat Supersemar menjadi salah satu simbol dari misteri besar dalam sejarah Indonesia.
Peralihan Kekuasaan dari Orde Lama ke Orde Baru
Supersemar pada akhirnya menjadi kunci yang mengantarkan Soeharto ke tampuk kepemimpinan tertinggi. Pada tahun 1967, Soeharto secara resmi diangkat sebagai Presiden Indonesia, menggantikan Sukarno yang posisinya semakin terpinggirkan. Ini menandai berakhirnya era Orde Lama dan dimulainya Orde Baru, sebuah fase baru dalam sejarah politik Indonesia yang berlangsung selama lebih dari tiga dekade.
Dalam periode ini, kebijakan Indonesia mengalami pergeseran signifikan. Orientasi politik yang semula cenderung ke kiri (anti-kolonialisme) berubah menjadi lebih pro-modal asing dan kapitalisme. Banyak kebijakan yang sebelumnya dianggap berbahaya atau tidak stabil, seperti hubungan dengan negara-negara Barat, mulai diubah oleh pemerintah Orde Baru.
Tujuan dan Warisan Supersemar
Supersemar bukan hanya simbol dari peralihan kekuasaan, tetapi juga menjadi alat yang digunakan untuk memperkuat legitimasi Soeharto. Walaupun dalam banyak kesempatan Soekarno menegaskan bahwa Supersemar bukanlah bentuk pelimpahan kekuasaan secara politis, kenyataannya, surat tersebut memberikan peluang bagi Soeharto untuk mengambil alih kontrol politik Indonesia.
Pada akhirnya, Supersemar juga menjadi salah satu tonggak penting dalam legitimasi kekuasaan yang bertahan selama 32 tahun di Indonesia. Keputusan yang diambil melalui Supersemar, meskipun kontroversial, memberi Soeharto kedudukan yang lebih kuat, dan membawa perubahan besar dalam peta politik Indonesia. (*)
KEYWORD :Supersemar 11 Maret Surat Perintah 11 maret Sejarah