Jum'at, 14/03/2025 20:02 WIB

Begini Strategi Pangeran Antasari Melawan Belanda dalam Perang Banjar

Perang Banjar, yang berlangsung antara tahun 1859 hingga 1905, adalah salah satu babak kelam dalam sejarah perjuangan Indonesia melawan penjajahan Belanda. Namun, di balik deretan pertempuran sengit ini, nama Pangeran Antasari muncul sebagai simbol kepemimpinan, keteguhan hati, dan strategi perlawanan yang cerdas

Ilustrasi - Pangeran Antasari dinobatkan sebagai Sultan Banjar dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin pada 14 Maret tahun 1862 (Foto: RRI)

Jakarta, Jurnas.com - Perang Banjar, yang berlangsung antara tahun 1859 hingga 1905, adalah salah satu babak kelam dalam sejarah perjuangan Indonesia melawan penjajahan Belanda. Namun, di balik deretan pertempuran sengit ini, nama Pangeran Antasari muncul sebagai simbol kepemimpinan, keteguhan hati, dan strategi perlawanan yang cerdas.

Dengan taktik gerilya yang efektif dan keberhasilan membangun aliansi dengan suku Dayak dan Kesultanan Kutai, Pangeran Antasari berhasil menyatukan kekuatan rakyat Banjar untuk melawan penjajah yang lebih kuat. Lantas, bagaimana strategi Pangeran Antasari melawan penjajahan Belanda dalam Perangan Banjar? Berikut ini adalah ulasannya yang dikutip dari berbagai sumber.

Sebagai informasi, Perang Banjar bermula dari ketidakpuasan terhadap campur tangan Belanda dalam urusan kerajaan Banjar, yang semakin intens setelah Belanda mendapatkan monopoli dagang pada abad ke-18. Ketegangan ini terus berkembang hingga akhirnya meletus pada tahun 1859, ketika rakyat Banjar bersatu untuk menentang penjajahan Belanda.

Namun, perjuangan ini bukanlah hal yang mudah. Pemerintah kolonial Belanda telah mengerahkan kekuatan besar untuk menekan perlawanan. Di tengah tantangan besar ini, Pangeran Antasari, yang ditabalkan atau dinobatkan sebagai Sultan Banjar dengan gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin pada 14 Maret tahun 1862, muncul sebagai pemimpin utama yang menggerakkan semangat rakyat Banjar dan Dayak untuk melawan penjajahan.

Strategi Gerilya: Taktik Cerdas Pangeran Antasari

Pangeran Antasari tidak hanya mengandalkan pertempuran terbuka, tetapi menggunakan strategi perang gerilya yang mengandalkan keunggulan medan di Kalimantan Selatan. Ia mendirikan benteng-benteng pertahanan di hutan-hutan dan pegunungan, menjadikannya tempat perlindungan sekaligus posisi serangan yang efektif terhadap pasukan Belanda. Beberapa benteng terkenal seperti Benteng Gunung Sulit, Benteng Guyu, dan Benteng Bayan Begok, menjadi simbol perlawanan rakyat Banjar terhadap penjajah.

Selain itu, Pangeran Antasari memanfaatkan hubungan kekeluargaan yang erat dengan suku Dayak. Melalui ikatan pernikahan dan hubungan sosial yang terjalin kuat, Pangeran Antasari berhasil menyatukan Banjar dan Dayak dalam satu semangat perjuangan. Menurut Helius Sjamsuddin dalam bukunya Pegustian & Temenggung, seperti dikutip Tirto, solidaritas yang terbentuk lewat relasi kekerabatan ini menjadi kekuatan utama dalam menghadapi pasukan Belanda yang jauh lebih besar.

Aliansi dengan Kesultanan Kutai: Menggalang Dukungan Eksternal

Tidak hanya mengandalkan kekuatan dalam negeri, Pangeran Antasari juga menjalin hubungan dengan Kesultanan Kutai Kertanegara. Melalui kerabatnya yang berada di Tenggarong, Pangeran Antasari berhasil mendapatkan dukungan dalam bentuk penyelundupan senjata api untuk memperkuat barisan perlawanan. Meskipun aliansi ini sempat memberikan harapan besar, hubungan dengan Kesultanan Kutai tidak selalu mulus, terutama ketika Sultan Kutai Aji Muhammad Sulaiman menolak membantu dalam perjuangan melawan Belanda.

Kepergian Pangeran Antasari

Pada puncak perjuangannya, Pangeran Antasari jatuh sakit dan meninggal dunia pada 11 Oktober 1862 akibat cacar dan masalah paru-paru. Meskipun kehilangan ini merupakan pukulan berat bagi pasukan perlawanan, perjuangan melawan Belanda tetap diteruskan oleh putranya, Sultan Muhammad Seman, dan tokoh pejuang lainnya.

Meski perlawanan setelah kepergian Pangeran Antasari tidak sehebat sebelumnya, namun semangat perlawanan tetap menyala. Hingga awal abad ke-20, meski banyak tokoh pejuang yang tertangkap atau diasingkan, perjuangan rakyat Banjar dan Dayak belum sepenuhnya padam.

Akhir dari Perang Banjar

Setelah hampir 50 tahun perlawanan, Perang Banjar berakhir dengan kekalahan. Tokoh-tokoh pejuang yang tersisa ditangkap, diasingkan, atau gugur di medan perang. Pada tahun 1906, Belanda akhirnya berhasil menguasai Kesultanan Banjar sepenuhnya, mengakhiri salah satu perlawanan terpanjang dalam sejarah Indonesia.

Warisan Perjuangan Pangeran Antasari

Pangeran Antasari tidak hanya dikenang sebagai pemimpin perang yang cerdas dan berani, tetapi juga sebagai simbol kesatuan rakyat Banjar dan Dayak dalam menghadapi penjajahan. Walaupun perlawanan ini tidak berhasil menggulingkan Belanda, semangat yang ditanamkan oleh Pangeran Antasari tetap hidup dalam hati rakyat Kalimantan hingga hari ini. Sebagai pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan, Pangeran Antasari layak dikenang sebagai bagian integral dari perjuangan bangsa Indonesia untuk meraih kemerdekaan. (*)

KEYWORD :

Strategi Perlawanan Pangeran Antasari Belanda Perang Banjar Sejarah Indonesia




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :