Minggu, 16/03/2025 03:32 WIB

Hari Anti Islamophobia, MUI Bersama GNAI Dorong Pembuatan UU Anti Kebencian pada Islam

Islamophobia di Indonesia dibungkus dengan alus seperti menghilangkan pelajaran agama di sekolah, mencap umat Islam radikal, berusaha memisahkan agama dengan politik, dan sebagainya.

Diskusi Hari Anti Islamophobia yang digelar oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Gerakan Nasional Anti Islamophobia (GNAI) di Gedung Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Jakarta Timur, Sabtu (15/3/2025). Foto: jurnas

JAKARTA, Jurnas.com – Manjelis Ulama Indonesia (MUI) bersama Gerakan Nasional Anti Islamophobia (GNAI) terus mendorong agar Indonesia meratifikasi resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk memerangi atau melawan Islamophobia.

Resolusi yang disponsori oleh sekitar 60 negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Islam (OKI) termasuk Indonesia tersebut disahkan PBB pada 2019 dan ditetapkan bahwa tanggla 15 Maret merupakan Hari Anti Islamophobia atau International Day to Combat Islamophobia.

Islamophobia terus tinggi. Bahkan seperti telah menjadi kampanye global, terutama di Amerika dan negara-negara Eropa,” kata Ketua MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional Sudarnoto Abdul Hakim dalam diskusi “Peringatan Hari Lawan Islamofobia 15 Maret 2025” yang digelar GNAI di Gedung Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Jakarta, Sabtu (15/3/2025).

Ironisnya, lanjut Sudarnoto, di Indonesia pun yang nota bene negara dengan penduduk mayoritas Islam, ternyata banyak tumbuh Islamophobia.

“Memang bentuk Islamophobianya tidak sekasar dan sejahat seperti di Amerika dan Eropa yang terang-terangan menghina Islam, bahkan menyakiti hingga membunuh umat Islam,” kata Sudarnoto.

Islamophobia di Indonesia dibungkus dengan alus seperti menghilangkan pelajaran agama di sekolah, mencap umat Islam radikal, berusaha memisahkan agama dengan politik, dan sebagainya.

“Bahkan ada buku sejarah yang berusaha menghilangkan peran Islam dalam kemerdekaan Indonesia. Jadi tokoh-tokoh besar seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, Mohammad Natsir, dan tokoh-tokoh Islam lainnya yang telah berjuang sangat keras untuk memerdekaan Indonesia berusaha dihilangkan,” kata Sudarnoto.

“Beruntung buku yang terdiri dari dua jilid tersebut tidak jadi diedarkan, setelah diprotes keras oleh para tokoh agama,” imbuhnya.

Dengan alasan-alasan seperti di atas, ditambah dengan PBB yang telah membuat resolusi melawan Islamophobia, maka sudah saatnya Indonesia meratifikasi resolusi PBB tersebut dan sekaligus membuat Undang-Undang yang mengatur tentang anti kebencian terhadap agama, khususnya agama Islam.

Untuk itu, kata Sudarnoto, MUI berinisiatif membuat naskah akademik Rancangan Undang-Undang (RUU) Anti Silamophobia.a

“Saat ini kami bersama ormas-ormas Islam sedang menyusun RUU tentang Anti Islamophobia. Sebelum diserahkan ke pemerintah dan DPP, terlebih dahulu kami diskusikan dan mencari masukan dari berbagai stakeholder,” katanya.

Di tempat yang sama, Anggota Komisi VIII DPR sekaligus Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS, Hidayat Nur Wahid (HNW) mendukung penuh upaya MUI dan GNAI untuk mengusulkan RUU Anti Islamophobia ke DPR atau pun ke pemerintah.

“Kami Fraksi PKS siap mendukung dan memperjuangkannya di DPR,” kata HNW.

Menurutnya, prakarsa tersebut perlu terus disuarakan dan juga direalisasikan. “Agar Indonesia sebagai salah satu negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia juga bisa memainkan perannya dalam memerangi Islamophobia, bukan hanya di dalam negeri tetapi juga di level global. Sebagai bentuk pengamalan terhadap Konstitusi (khususnya alinea ke-4 Pembukaan UUD NRI 1945),” ujarnya.

Menurut HNW, Prakarsa MUI dan GNAI tersebut memiliki landasan yang sangat kuat, yakni Resolusi PBB pada 15 Maret 2022 yang menetapkan bahwa tanggal 15 Maret sebagai Hari Internasional dalam Memerangi Islamophobia.

“PPB mendeklarasikan resolusi tersebut dipicu oleh peristiwa penembakan 51 muslim di masjid di Christchurch, Selandia Baru pada 15 Maret 2019 lalu dan banyak peristiwa Islamophobia lainnya,” ujarnya.

Sekretaris Jenderal Presidium Nasional GNAI Alexander Abu Taqi M. Mayestino mengatakan, gerakan moral melawan Islamophobia di Indonesia dideklarasikan oleh sejumlah tokoh lintas organisasi agama di Masjid Agung Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada 15 Juli 2022 lalu.

"Deklarasi GNAI ini merupakan penyikapan atas berbagai situasi yang merugikan Islam dengan berbagai stigmatisasi negatif seperti radikal, intoleran, teroris, dan stigma negatif lainnya, termasuk penyikapan atas keluarnya deklarasi PBB tentang Memerangi Islamophobia,” kata pria yang biasa disapa Ustadz ATM ini.

“Makanya kami bersama MUI dan Ormas-ormas keagamaan lainnya akan terus mendorong dan mengawal agar Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur tentang larangan membenci apalagi menganggap Islam sebagai musuh,” pungkasnya.

KEYWORD :

Islamophobia Hari Anti Islamophobia MUI GNAI




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :