
Ratusan warga Kampung Kebon Sayur, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, kembali menggelar aksi protes menolak penggusuran (Foto: Ist)
Jakarta, Jurnas.com - Ratusan warga Kampung Kebon Sayur, Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, kembali menggelar aksi protes menolak penggusuran yang telah berlangsung sejak awal Maret. Sejumlah rumah dan lapak usaha milik warga telah dihancurkan oleh alat berat yang beroperasi di bawah pengawalan ketat sekelompok orang yang diduga sebagai preman bayaran.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, penggusuran ini diklaim atas perintah Sri Herawati Arifin, seseorang yang mengaku memiliki lahan seluas 21,5 hektare berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 188/PK/Pdt/2019. Namun, tanah tersebut telah ditempati oleh sekitar 3.000 kepala keluarga selama puluhan tahun dan telah teradministrasi secara resmi dalam empat RT di dua RW Kelurahan Kapuk.
Tidak banyak informasi yang tersedia mengenai sosok Sri Herawati Arifin, selain sejumlah catatan media yang mengaitkannya dengan berbagai kasus pertanahan di Jakarta dan Tangerang. Ia bahkan sempat berstatus tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen tanah di Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, meski tidak ada kejelasan mengenai kelanjutan kasus tersebut. Hingga kini, Sri Herawati Arifin juga belum pernah menunjukkan bukti kepemilikan tanah secara langsung kepada warga.
Warga telah beberapa kali mencoba menghentikan aktivitas alat berat, tetapi upaya mereka kerap dihadapkan pada intimidasi dari kelompok yang diduga preman. Pada Jumat (7/3), warga sempat berhasil menghentikan operasi alat berat setelah adanya mediasi yang diinisiasi oleh Pemerintah Kelurahan Kapuk.
Dalam mediasi tersebut, Lurah Kapuk menyatakan bahwa aktivitas penggusuran itu tidak memiliki pemberitahuan resmi kepada pemerintah setempat. Namun, pihak Sri Herawati Arifin yang diundang dalam pertemuan itu tidak hadir. Sehari setelah mediasi, alat berat kembali beroperasi, dan warga yang meminta kejelasan justru mendapat ancaman.
Sesi I, IHSG Terpangkas Nyaris Satu Persen
“Kami hanya ingin mempertahankan rumah kami. Jika memang ada klaim kepemilikan, tunjukkan buktinya secara terbuka, bukan dengan cara-cara seperti ini,” ujar Haryanto (45), salah satu warga yang rumahnya terancam digusur.
Menanggapi situasi ini, warga Kampung Kebon Sayur bersama sejumlah organisasi, di antaranya Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), Serikat Pengacara Hukum Progresif (SPHP), Pemuda Baru (PEMBARU Jakarta), Front Mahasiswa Nasional (FMN), dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI Jakarta Selatan), menyatakan sikap tegas dan mengajukan empat tuntutan.
Adapun keempat tuntutan tersebut ialah, pertama, menghentikan seluruh aktivitas penggusuran dan pengurugan tanah yang dilakukan secara ilegal. Kedua, mengeluarkan alat berat dari kawasan Kampung Kebon Sayur.
Ketiga, menghentikan segala bentuk intimidasi dan intervensi dari pihak Sri Herawati Arifin maupun oknum aparat terhadap pengurus RT dan RW setempat. Keempat, meminta Wali Kota Jakarta Barat menerbitkan surat perintah resmi untuk menghentikan penggusuran dan memastikan alat berat segera dikeluarkan dari wilayah pemukiman warga.
Sejauh ini, belum ada tanggapan resmi dari pihak Sri Herawati Arifin maupun pemerintah terkait tuntutan warga. Sementara itu, alat berat masih terus beroperasi di lokasi, menambah ketegangan di tengah masyarakat.
Warga menegaskan bahwa mereka akan terus berjuang untuk mempertahankan hak atas tanah yang telah mereka tempati selama puluhan tahun. Mereka juga meminta pemerintah bertindak tegas untuk menghentikan penggusuran dan melindungi hak-hak mereka sebagai warga negara. (Toni)
KEYWORD :Warga Kebon Sayur Aksi Tolak Penggusuran