
Ketua DPP Partai Negoro Faizal Assegaf. Foto: jurnas.com
JAKARTA, Jurnas.com – Kritikus politik dan sekaligus Ketua Umum DPP Partai Negor, Faizal Assegaf mengatakan, dalam sistem pemerintahan, tidak boleh ada supremasi sipil maupun supremasi militer. Semua pemimpin harus bekerja berdasarkan amanat konstitusi, yakni untuk menyejahterakan rakyat.
“Sayangnya, selama 27 tahun pemerintahan sipil telah terbukti gagal menyejahterakan rakyat,” kata Faizal Assegaf di sela-sela diskusi bertajuk “Hentikan Dikotomi Sipil-Militer, Telaah RUU TNI 2025” di Jakarta, Selasa (18/3/2025).
Menurut Faizal, supremasi atau dominasi sipil, TNI, ataupun Polri hanya akan menimbulkan banyak peselisihan dalam sistem bernegara.
Dominasi sipil juga menurutnya belum tentu bagus untuk sistem pemerintah bisa berjalan dengan stabil. Contohnya, kepemimpinan Presiden Megawati maupun Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang keduanya sipil, justru paling banyak membuat kebijakan kontroversial dan menyengsarakan rakyat.
Bahkan selama 10 tahun terakhir pemerintahan sipil, tumbuh subur korupsi dan berbagai penyelewengan dalam bernegara. Kerakusan penyelenggara negara yang berkolusi dengan oligarki dipertontonkan dengan sangat jelas kepada rakyat.
Kemenekraf-OJK Kolaborasi Siapkan Solusi Pembiayaan Inovatif Berbasis Token Bagi Industri Kreatif
“Memangf ketika era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kehidupan bernegara relative baik, pertumbuhan ekonomi bisa 6% per tahun. Tapi SBY juga berasal dari militer,” katanya.
Terkait RUU TNI yang sekarang sedang dibahas oleh pemerintah dan DPR RI, Faizal mengaku yakin tidak akan mengembalikan TNI ke era Orde Baru (Orba). “Jalannya menjadikan militer seperti era Orba tidak ada. Dulu pengelolaan negara dilakukan secara sentralistik, tetapi sejak reformasi ada desentralisasi ke pemerintah daerah. Itu perubahan struktur negara yang fundamental, desentralisasi,” katanya.
Mendes Yandri Ajak GPII Kolaborasi Bangun Desa
“Kalau ada upaya untuk membangkitkan militerisme, itu semua pasti sadar, bisa pecah Indonesia,” tambah Faizal.
Untuk menghilangkan trauma masa lalu, kita harus lebih utamakan membangun pendidikan, memperkuat intelektual dan moral. Sebab, semua merasakan trauma masa lalu.
“Memangnya selama 10 tahun terakhir pemerintahan sipil kemarin (Pemerintahan Jokoei) tidak menimbulkan trauma? Itu juga menimbulkan trauma. Banyak masyarakat yang trauma kepada Polri, termasuk kasus KM 50 yang hingga sekarang tidak jelas penyelesaiannya itu pelakunya adalah polisi, sipil,” ujarnya.
Jadi baik sipil maupun militer, lanjutnya, sama-sama memiliki potensi menimbulkan traumatik kepada masyarakat.
“Makanya untuk menghindari potensi negative itu, buat regulasi yang benar. Di regulasi itulah yang harus kita jaga bersama-sama agar siapa pun yang memimpin negeri ini, baik sipil maupun militer, benar-benara demi kesejahteraan rakyat, sesuai amanat konstitusi,” tegas Faizal.
Untuk itu, ia meminta agar koalisi masyarakat sipil setop menggunakan sipil untuk menghantam polisi, menghantam tentara, dan menghantam lawan politik.
KEYWORD :Faizal Assegaf RUU TNI Sipil Militer