Selasa, 25/03/2025 04:58 WIB

23 Maret Diputuskan Bandung Harus Dibakar, Kota Surga Jadi Neraka

Peristiwa Sejarah Hari Ini: 23 Maret Diputuskan Bandung Harus Dibakar

Tragedi pembakaran kota Bandung dalam peristiwa Bandung Lautan Api (Foto: Pemkab Kota Bandung)

Jakarta, Jurnas.com - Hari ini 79 tahun silam, tepatnya pada tanggal 23 Maret 1946, Kota Bandung menjadi saksi bisu dari sebuah keputusan bersejarah yang mengubah jalannya Perang Kemerdekaan Indonesia. Kepetusan bersejarah tersebut ialah sebagian wilayah kota Bandung terpaksa harus dibakar demi menjaga kemerdekaan Indonesia.

Di tengah serangan Sekutu dan NICA (Netherlands Indies Civil Administration), Jenderal Abdul Haris Nasution, yang pada waktu itu menjabat sebagai Komandan Divisi III Tentara Republik Indonesia (TRI), memutuskan untuk melaksanakan strategi bumihangus, membakar kota Bandung agar tempat dan bangunan strategis di kota tersebut tidak jatuh ke tangan penjajah.

Keputusan monumental yang diambil oleh Jenderal Nasution tersebut lahir setelah Sekutu, bersama NICA, mengeluarkan ultimatum untuk mengosongkan Bandung bagian utara. Pasukan Inggris yang dipimpin oleh Brigade MacDonald berupaya merebut Bandung dan menjadikannya markas militer strategis.

Dikutip dari berbagai sumber, keputusan membakar Bandung itu cikal bakalnya terjadi pada 12 Oktober 1945, di mana pasukan Sekutu yang datang ke Indonesia untuk `menjaga perdamaian` sebenarnya memiliki agenda terselubung untuk mengembalikan Belanda ke Indonesia. Mereka mengeluarkan perintah untuk menyerahkan semua senjata api yang dimiliki oleh rakyat, kecuali Tentara Keamanan Rakyat (TKR).

Pasca keluarnya perintah tersebut, bentrokan pun tak terhindarkan. Akibatnya, pada November 1945, pertempuran besar meletus di Bandung dan beberapa daerah lainnya.

Menyusul serangan terhadap markas-markas Sekutu, pada 24 November 1945, Brigade MacDonald mengeluarkan ultimatum yang memaksa Pemerintah Indonesia dan pasukan TKR untuk segera meninggalkan Bandung. TRI bersama laskar rakyat pun memutuskan bahwa bumihangus adalah jalan satu-satunya untuk memastikan Bandung tidak digunakan sebagai markas musuh.

Menyikapi ultimatum tersebut, pada 23 Maret 1946, Nasution, mengambil keputusan yang sangat berat namun strategis, yaitu Bandung, khususnya bagian selatan kota, harus dibakar. Keputusan ini dibuat melalui musyawarah Madjelis Persatoean Perdjoangan Priangan (MP3), yang melibatkan perwakilan dari berbagai elemen perjuangan rakyat Bandung.

Mayor Rukana, yang saat itu menjabat sebagai Komandan Polisi Militer di Bandung, turut berperan penting dalam merancang dan mengimplementasikan strategi bumihangus. Ia yang memahami betul kondisi dan situasi Bandung saat itu, mengusulkan agar pembakaran dilakukan.

Selain Jenderal Nasution dan Mayor Rukana, ada sejumlah tokoh penting yang turut berperan dalam peristiwa sejarah ini. Mohammad Toha, misalnya, adalah seorang pahlawan yang berani mengorbankan nyawanya untuk menghancurkan gudang amunisi milik Sekutu di Desa Dayeuhkolot.

Sutan Sjahrir, yang kala itu menjabat sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia, memegang peranan penting dalam keputusan yang sangat kontroversial ini. Meskipun awalnya menolak rencana pembumihangusan, Sjahrir akhirnya mendukung keputusan tersebut setelah mempertimbangkan situasi yang semakin genting.

Seorang wartawan muda, Atje Bastaman, juga ikut serta dalam peristiwa Bandung Lautan Api dengan menuliskan laporan tentang kejadian ini di koran Suara Merdeka. Keterlibatannya menunjukkan peran penting media dalam mengabadikan momen-momen penting perjuangan kemerdekaan.

Disebutkan tujuan utama pembakaran ini adalah untuk mencegah Sekutu dan NICA menggunakan Bandung sebagai markas militer mereka. Dengan hati yang berat, sekitar 200.000 penduduk Bandung terutama bagian selatan mulai mengungsi dan membakar rumah-rumah mereka.

Kota yang sebelumnya menjadi pusat pergerakan kemerdekaan Indonesia, juga yang dijuluki sebagai surga kuliner, surga wisata, dan surga bagi pecinta makanan serta "Paris van Java" itu berubah menjadi "lautan api" atau "neraka" dalam tempo yang seingkat-singkatnya, sekitar tujuh jam. Semua yang bisa dibakar, dibakar.

Awal mulanya, keputusan pembakaran itu ditujukan pada bangunan-bangunan strategis di Bandung. Namun, masyarakat di Bandung pada waktu itu semangatnya turut menggelora serta dibayangi kondisi genting, maka mereka pun memutuskan untuk turut membakar rumah-rumahnya sebelum ditinggalkan.

Keputusan tersebut tentu sangat berat, karena itu artinya rakyat Bandung mengorbankan tempat tinggal dan segala hartanya demi kemerdekaan. Namun, mereka memilih untuk mengorbankan kota mereka daripada membiarkan Bandung jatuh ke tangan penjajah.

Peristiwa ini akhirnya dikenal dengan nama Bandung Lautan Api. Meskipun harta benda musnah, semangat juang rakyat Indonesia tetap hidup. Setelah pembakaran, pasukan TRI dan laskar rakyat melanjutkan perjuangan gerilya dari luar kota Bandung. Lagu Halo-Halo Bandung yang tercipta setelah peristiwa ini menjadi simbol semangat perjuangan dan harapan untuk kembali merebut Bandung.

Monumen Bandung Lautan Api, yang terletak di Lapangan Tegallega, Bandung, berdiri kokoh sebagai penghormatan terhadap para pahlawan yang mengorbankan segalanya demi kemerdekaan Indonesia. (*)

KEYWORD :

Bandung Dibakar Peristiwa Sejarah Bandung Lautan Api




JURNAS VIDEO :

PILIHAN REDAKSI :